This study seeks to shed light on how a celebrated interpretive approach to the Quran considered to be most objective is taken by interpreters from different theological settings. It takes a closer look at how the principle of tafsi> r al-Qur'a> n bi al-Qur'a> n (interpretation of the Quran by the Quran) is employed by al-Shanqiti in his Ad} wa> ' al-Baya> n and al-Tabataba'i in his al-Mi> za> n, taking their interpretation of ahl al-bayt as a main case in point. Noticing how their differences in this issue can be associated with their respective Sunni and Shi'i backgrounds, this study finds a number of areas where both modern exegetes -and other exegetes most likely -might be influenced by any creeping theological preference in their pursuit of objectivity and openness to the text.Kajian ini bermaksud menelaah bagaimana sebuah pendekatan penafsiran alQur'an yang dianggap paling objektif diterapkan oleh para mufasir dari latar belakang aliran teologi yang berbeda. Bagaimana prinsip menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an diaplikasikan oleh al-Shanqiti dalam tafsirnya, Ad} wa> ' al-Baya> n, dan al-Tabataba'i dalam tafsirnya, al-Mi> za> n, dilihat lebih saksama terutama dengan mengambil contoh penafsiran mereka tentang ahlulbait. Mencermati bagaimana IJIMS, Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Volume 3, Number 1, June 2013: 73-95 74 perbedaan mereka dalam menafsirkan cakupan ahlul bait bisa dikaitkan dengan latar belakang Sunni dan Syiah mereka, kajian ini menemukan sejumlah ranah di mana kedua mufasir modern ini -dan sepertinya juga mufasir yang lain -bisa saja dipengaruhi oleh kecenderungan teologis ketika mencoba menjaga objektivitas dan keterbukaan terhadap teks al-Qur'an.