Abstrak
Tulisan ini berupaya mengkaji peran penyuluh agama dalam respons dini konflik keagamaan yang pernah terjadi di Kota Depok dan Kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya respons sedini mungkin yang dilakukan oleh penyuluh agama namun kerap diabaikan berbagai pihak yang memiliki kewenangan melakukan respons atas munculnya gejala konflik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan studi kasus terhadap tiga kasus konflik sosial keagamaan yang pernah terjadi di Kota Depok dan Kota Bogor, dua wilayah yang menjadi penyangga Ibukota negara, Provinsi DKI Jakarta, dengan perkembangan penduduk dan infrastruktur yang pesat. Hasil penelitian ini menemukan bahwa aparatur Kementerian Agama di tingkat paling depan, yaitu Penyuluh Agama, kurang memiliki peran dalam upaya respons dini konflik keagamaan. Pandangan-pandangan mereka, jika mereka mengetahui informasi awal potensi konflik, kerap diabaikan oleh pembuat kebijakan. Mereka juga belum sepenuhnya memahami berbagai aliran, paham, dan kelompok keagamaan yang ada di Indonesia sehingga kerap mengikuti alur pikir masyarakat dalam menilai sebuah aliran, paham, dan kelompok keagamaan.
AbstractThis paper seeks to examine the role of religious counsellor in early response of religious conflicts that have occurred in the City of Depok and Bogor City. The purpose of this study was to find out the response efforts made by religious counselors as early as possible but are often ignored by various parties who have the authority to respond to the emergence of conflict indications. The research was conducted using a case study design of three cases of social- religious conflict that had occurred in Depok City and Bogor City, two regions that support the national capital, DKI Jakarta Province, with rapid population and infrastructure development. The results of this study found that the Ministry of Religion apparatus at the forefront, namely the religious counselors, lacks a role in efforts to respond early to religious conflict. Their views, if they know the initial information on potential conflicts, are often ignored by policy makers. They are also does not fully understand the various sects, understandings and religious groups that exist in Indonesia, so it often follows the path of the people in assessing a school, understanding, and religious group.