Data Riskesdas (2018) balita dengan status gizi buruk 3,9% dan gizi kurang 13,8% karena kurang asupan makanan dan infeksi. Cakupan ASI di Indonesia 9,3% dari target 80% karena kegagalan ASI eksklusif, dengan salah satu faktornya adalah kurangnya stimulasi hormon oksitosin dan prolaktin. Pijat oksitosin efektif untuk merangsang pengeluaran hormon oksitosin, tepat dilakukan pada hari ke 0-3 masa nifas di layanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pijat oksitosin yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di bangsal kebidanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Kuesioner survei disajikan sebagai google form kepada tenaga kesehatan di rumah sakit dibawah YAKKUM, Pukesmas Temanggung, dan alumni kebidanan Semarang. Analisis menggunakan statistik distribusi frekuensi, persentase dan nilai maksimal/minimal/rata-rata. 31,6% dari 38 responden berusia 31-40 tahun, lulusan D3 Kebidanan (50%), bekerja lebih dari 10 tahun (65,8%), bekerja di rumah sakit (52,6%), merawat rata-rata 1-3 pasien/hari (65,8%). 52,6% bidan/perawat tidak melakukan pijat oksitosin karena beban kerja tinggi dan belum mendapatkan informasi/pelatihan tentang pijat oksitosin (masing-masing 15,8%). Bidan/perawat 50% tidak melakukan intervensi karena kurang informasi dan pelatihan, beban kerja yang tinggi, tidak memiliki cukup waktu untuk pelaksanaan pijat oksitosin yang benar. Pasien tidak kooperatif, dan belum merasa perlu tindakan pijat oksitosin di masyarakat juga menjadi alasan penerapan intervensi ini belum optimal. Tenaga kesehatan diharapkan memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam melakukan pijat oksitosin pada ibu nifas selama di layanan kesehatan (hari ke 0-3), dan diharapkan mampu mengajarkan kepada keluarga untuk meneruskan pijat oksitosin secara mandiri di rumah.