Kota cerdas atau smart city di Indonesia dapat ditelusuri sejak diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, sebagai salah satu penanda kebijakan smart governance. Secara resmi Gerakan Menuju 100 Smart City yang dicanangkan tahun ABSTRAK Kota cerdas atau smart city merupakan suatu keniscayaan dalam dunia dengan perkembangan teknologi yang pesat dan diiringi beragam tantangan perkotaan. Penerapan kota cerdas dapat menjadi sangat teknis dan mekanistik, sedemikian rupa sehingga kota cerdas kehilangan peran esensialnya sebagai wadah penghidupan warga. Perhatian ini tercermin pada kritik utama (Hollands, 2008;Krivy, 2016; Cardullo & Kitchin, 2018;) terhadap karakter kota cerdas yang teknokratis, tidak setara, dan kurang berpusat pada warga. Mengingat sebagian besar kritik tersebut berasal dari penelitian kota cerdas di negara lain, maka menarik untuk menelaah aspek warga cerdas di Indonesia, terutama karena kota pintar telah diterapkan pada lebih dari seratus kota dalam satu dekade. Untuk itu makalah ini mengeksplorasi keberadaan kanal partisipasi digital warga di Medan, Jakarta dan Surabaya, serta posisinya dalam Jenjang Partisipasi Warga klasik dari Arnstein (1969) dan Jenjang Partisipasi dalam Teknologi Sipil terkini dari Offenhuber (2015). Dari analisis diketahui bahwa jenjang partisipasi tertinggi adalah Kemitraan dalam bentuk Hackathon di Jakarta. Penempatan (Placation) merupakan jenjang tertinggi kedua yang ditemukan di Medan, Surabaya, dan Jakarta melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Temuan ini beserta keterkaitannya dengan aspek smart governance dan smart people memberikan gambaran tentang signifikansi warga dalam multidimensi pengembangan kota cerdas Indonesia.