Tujuan untuk memaparkan etiologi dan faktor risiko, diagnosis banding, patofisiologi, pemantauan, terapi, komplikasi, rekurensi dan tindakan preventif pada kasus preeklamsia pascasalin. Metode tinjauan pustaka dengan berbagai referensi yang diakses melalui mesin pencarian seperti Pubmed dan Sci-Hub dengan menggunakan kata kunci preeclampsia, hypertension, postpartum, management. Sumber referensi yang digunakan yaitu guidelines, jurnal, dan buku teks yang diterbitkan dalam 15 tahun terakhir. Kesimpulan, insiden preeklamsia di Indonesia yaitu 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Sebanyak 0,3 -27,5% kasus yang dilaporkan mengalami preeklamsia atau hipertensi pascasalin. Gejala-gejala preeklamsia pascasalin muncul setelah melahirkan. Mayoritas kasus berkembang dalam 48 jam setelah persalinan, walaupun sindrom dapat muncul hingga 6 minggu setelah persalinan. Periode pascasalin merupakan waktu kritis bagi spesialis obstetri dan ginekologi untuk menjamin wanita dengan riwayat preeklamsia untuk dipantau dalam jangka waktu pendek dan panjang. Akan tetapi, pemantauan pascasalin sangatlah rendah, berkisar antara 20-60%. Pemilihan antihipertensi pasca salin yaitu berikatan kuat dengan protein dan solubilitas lipid yang rendah sehingga lebih sedikit yang masuk ke ASI. Selain itu, dipengaruhi juga oleh ionisasi, berat molekul dan konstituen ASI (kandungan lemak, protein, dan air). Agen lini pertama untuk preeklamsia pascasalin adalah labetalol dan hidralazin intravena serta nifedipin. Wanita dengan hipertensi gestasional ataupun preeklamsia biasanya dapat menghentikan antihipertensi dalam 6 minggu pasca salin.