Pandemi COVID-19 telah menciptakan tatanan sosial-budaya baru dari proses meaning-making yang bernegosiasi dengan realitas-realitas baru. Ia juga juga melahirkan istilah paradoks, yaitu remaja jompo: remaja yang identik dengan masa-masa pertumbuhan yang aktif, kreatif dan energik dan kelompok lansia (lanjut usia) atau jompo yang berkonotasi tua renta, lemah, penuh derita dan sakit-sakitan. Artikel ini mendiskusikan fenomena remaja jompo yang marak berkembang di tengah pandemi COVID-19: tentang artikulasi, diskursus, faktor dan bentuk praktiknya di kalangan mahasiswa di Yogyakarta. Terma-terma lain seperti kemalasan, penundaan, mager (malas gerak atau sedentary behavior) dan rebahan dapat memperluas diskusi terkait dinamika sosial budaya yang diproduksi oleh pandemi. Fenomena bermalas-malasan dan rebahan mempunyai konsekuensi terbentuknya “kultur” remaja jompo, karena anak muda cenderung merasa nyaman berlama-lama rebahan dengan gawai mereka. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, artikel ini didesain untuk mendapatkan kedalaman makna dan pemahaman berdasarkan pengalaman anak-anak muda yang menjadi subjek penelitian. Para informan adalah mahasiswa yang sedang berkuliah di Yogyakarta. Selain penegasan tentang lahirnya diskursus remaja jompo, artikel ini juga menemukan bahwa (1) pengalaman pembelajaran daring telah menciptakan budaya mager dan rebahan di kalangan mahasiswa, sehingga (2) berakibat pada terciptanya praktik remaja jompo seperti menurunnya kesehatan tubuh mereka karena berlama-lama memakai gawai, tidak cukup bergerak dan jarang berolahraga yang akhirnya merasa cepat kelelahan, pusing, pegal-pegal, dan rentan sakit, seperti jompo. The COVID-19 pandemic has created the new socio-cultural orders imposed by meaning-making processes which continues to negotiate with new realities. It also generated a paradox term, namely elderly youth: youth which is active, creative and energetic and elder which is associated with old body and prone to sickness. This article discusses the phenomena of old adolescents (remaja jompo) massively emerging in the midst of the COVID-19 pandemic by disclosing its understandings, factors, and forms of practice among university students in Yogyakarta. Other terms such as mager and rebahan (both may fit with a term of sedentary behavior) can broaden a discussion about the socio-cultural phenomena produced by the pandemic. As a consequence of laziness and excessive use of gadgets, the emergence of both terms has inevitably created an interesting term and social meaning called remaja jompo or “old adolescents”. Using a qualitative approach, this article is designed to gain depth of meaning and understanding based on the experiences of young people studying at university. In addition to affirming the emergence of discourse of old adolescents, this article also found that (1) the experience of online learning classes has created forms of culture such as mager and rebahan among university students, and thus (2) it obviously generated the practice of old adolescents shown by, for instance, decreasing physical health due to long-term use of gadgets, and barriers to physical activity like sports so eventually that they feel tired quickly, dizzy, fatigued, and prone to illness.