The research will discuss the execution of industrial relations court decisions with permanent legal force, aiming to reveal and analyze how the process of implementing industrial relations court decisions with permanent legal force and what factors hinder the execution of industrial relations court decisions with permanent legal force. This is a literature study using normative legal research. The data collected by library research, namely by the study of written information about the law that comes from various sources and is widely published and is needed in normative legal research. The findings highlight that the procedure for the execution of industrial relations court decisions that have permanent legal force has not been explicitly regulated in Law Number 2 of 2004 concerning Industrial Relations Dispute Settlement. However, Industrial Relations Dispute Settlement confirms that the Industrial Relations Court applies procedural law applicable to civil procedural law within the General Courts as stated in Article 57 of Industrial Relations Dispute Settlement. The lack of good faith on the part of the losing party to voluntarily carry out their obligations as stated in the verdict is one of the factors impeding the execution of the Industrial Relations Court's decision, which has permanent legal force. In addition, it is difficult for the winning party, in this case the workers, to determine which company assets can be executed against the losing party, and the execution cost is too high for the court to issue an execution order.
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana keterkaitan persoalan-persoalan joint venture dengan hukum kontrak dan bagaimana persoalan Joint venture ditinjau (dianalisis) dari segi yuridis, yang dengan metode penelitian hukum normaif disimpulkan: 1. Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian baku seringkali menjadi alasan pembenar bagi pelaku usaha kepada konsumen sehingga menimbulkan ketidakadilan, asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian baku dibenarkan dalam Kitab Undang-Undang Perdata (Burgelijke Wetboek) yang mana setiap orang dapat melakukan atau tidak melakukan perjanjian dengan siapapun dan dalam bentuk dan isi yang disepakati kedua belah pihak, yang mengandung arti bahwa isi perjanjian bebas ditentukan oleh kedua belah pihak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang. 2. Perjanjian baku merupakan suatu kontrak yang dibuat tertulis, sepihak dan dibuat oleh pihak yang menempatkan klausula baku di dalamnya. Perjanjian baku mengandung syarat-syarat baku yang telah distandarisasi yang bentuk dan isinya telah dibuat dan dipersiapkan terlebih dahulu. Kedudukan perjanjian baku dengan asas kebebasan berkontrak mengandung arti bahwa asas kebebasan berkontrak memberi ruang kebebasan kepada para pihak yang melakukan perjanjian. Oleh karena perjanjian baku merupakan perjanjian sepihak maka cenderung berat sebelah dan merugikan bagi pihak yang lemah. Meskipun asas kebebasan memberi ruang kebebasan dalam menentukan jenis perjanjian apa yang dilakukan. Perjanjian baku pada dasarnya memang merugikan, akan tetapi agar kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha perlu memperhatikan pembatasan dari perjanjian baku. Selain itu asas kebebasan juga diberikan batasan oleh KUH Perdata, karena dinilai kurang memenuhi unsur keadilan
In the Professional Standards for Curators and Administrators issued by the Association of Curators and Administrators of Indonesia (AKPI), a curator is defined as an individual or civil association that possesses the special expertise required to manage and settle bankrupt assets and that has been registered with the Ministry of Justice and Human Rights, as outlined in Articles 69 and 70 of the Bankruptcy Law and its implementing regulations. In this study, the author employs a qualitative descriptive research methodology. The results of this study are to find out what the process and mechanism for the implementation of the distribution of proceeds from the bankruptcy estate by the curator to each creditor against a decision that has permanent legal force (inkracht) and then also discusses the legal protection for creditors against the implementation of the distribution of settlement proceeds. bankrupt assets by the curator if there are objections to the value of the distribution.Keywords: Curator; Creditors; Bankruptcy Assets Abstrak Dalam Standar Profesi Kurator dan Pengurus yang diterbitkan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dijelaskan kurator adalah perseorangan atau persekutuan perdata yang memiliki keahlian khusus sebagaimana diperlukan untuk mengurus dan membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan 70 Undang-Undang Kepailitan dan peraturan pelaksanaannya. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualittatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa seperti apa proses dan mekanisme pelaksanaan pembagian hasil pemberesan harta pailit oleh kurator kepada masing-masing kreditor terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan kemudian juga membahas mengenai perlindungan hukum bagi para kreditur terhadap pelaksanaan pembagian hasil pemberesan harta pailit oleh kurator jika terjadi keberatan-keberatan atas nilai pembagian tersebut.Kata Kunci: Kurator; Kreditor; Harta Pailiti
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.