Latar belakang: Refluks laringofaring (RLF) didefinisikan sebagai aliran balik cairan lambungke daerah laring dan faring, sehingga berkontak dengan saluran pencernaan dan pernapasan bagian atasyang menyebabkan keluhan suara serak, batuk, sensasi globus, throat clearing, dan post nasal drip. RLFmemberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup terutama fungsi fisik dan emosi. Diagnosis RLFditegakkan dengan mengetahui riwayat penyakit, gejala klinis, pemeriksaan laringoskopi, serta menentukanadanya aliran balik cairan lambung ke laringofaring. Pemeriksaan ambulatory 24 hours double-probepHmetri merupakan baku emas untuk diagnosis RLF, tetapi pemeriksaan ini masih belum ideal. Salahsatu cara untuk menentukan RLF saat ini adalah dengan menentukan keberadaan pepsin pada laring danfaring, menggunakan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hal ini berdasarkan faktabahwa pepsin hanya dihasilkan pada lambung. Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien, gambaran refluxsymptom index (RSI), gambaran reflux finding score (RFS) dan mengetahui kadar pepsin pada salivapasien RLF. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran hasilpemeriksaan RSI, RFS, dan kadar pepsin dalam saliva pasien RLF dengan metode ELISA di bagian TelingaHidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, mulai Januari–Oktober2015. Hasil: Dari 30 responden yang terdiri dari perempuan 23 orang (76,7%), dan laki-laki 7 orang(23,3%), didapatkan kelompok usia terbanyak 48-57 tahun (40%), dengan rata-rata usia 47,2+12,06 tahun.Nilai rerata RSI 18,53+4,46, nilai rerata RFS 11,47+2,50, dan pada semua sampel didapatkan pepsin (+)dengan nilai rerata kadar pepsin dalam saliva responden 2,75+1,23 ng/ml. Kesimpulan: Pepsin terdeteksipada semua sampel saliva responden RLF. ABSTRACTBackground: Laryngopharyngeal reflux (LPR) is defined as the backflow of gastric contents intolarynx and pharynx areas, making contacts with upper digestive and respiratory tracks causing hoarseness,cough, globus sensation, throat clearing and post nasal drip. LPR has a negative impact on quality oflife. LPR diagnosis is confirmed by disease history, clinical symptoms, laryngoscopy examination andthe backflow of gastric fluid into laryngopharynx. Ambulatory examination of 24 hours double-probepHmetry is the gold standard for LPR diagnosis, although it is not yet ideal. To detect the presence ofpepsin in the larynx and pharynx using ELISA is now being used to determine LPR, based on the fact thatpepsin is only produced in the stomach. Purpose: To investigate patient characteristics, reflux symptomindex (RSI) and reflux finding score (RFS) descriptions, and pepsin level in the saliva of LPR patients.Methods: A descriptive research to describe RSI, RFS, and levels of pepsin in the saliva of LPR patientsusing ELISA at the Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Departement of Dr. M. Djamil Hospital,Padang, from January-October 2015. Results: Thirty respondents consisted of 23 females (76.7%),and 7 males (23.3%), revealed the largest age group was 48-57 years (40%), with an average age of 47.2+12.06 years. The average value of RSI 18.53+4.46, the average value of RFS 11.47+2.50, andpepsin result (+) in all samples, with an average value of pepsin level in respondents’ saliva 2.75+1.23ng ml. Conclusion: Pepsin was detected in all samples of LPR patients’ saliva.
Latar belakang: Tonsilitis kronis merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling banyak terdapat pada anak-anak maupun dewasa. Kegagalan terapi antibiotika dalam mengeradikasi bakteri penyebab tonsilitis kronis ini masih menjadi perdebatan dan dihubungkan dengan keberadaan biofilm pada tonsil. Biofilm memiliki peran dalam infeksi kronis dan rekurensi dari tonsilitis kronis. Tujuan: Mengetahui gambaran biofilm bakteri aerob pada usapan tonsil dengan metode tube pada penderita tonsilitis kronis. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap 96 responden. Setiap sampel dilakukan pemeriksaan swab tonsil dan kultur bakteri aerob kemudian dilanjutkan pemeriksaan biofilm dengan metode tube menggunakan crystal violet (0,1%) dan dibandingkan dengan kontrol. Data dianalisis secara statistik menggunakan komputer serta disajikan dalam bentuk tabel. Hasil: Terdapat 64,7% dari total bakteri pada usapan tonsil mengandung biofilm. Kesimpulan: Lebih dari separuh sampel terdapat biofilm bakteri aerob pada usapan tonsil dengan metode tube pada penderita tonsilitis kronis. Background: Chronic tonsillitis is one of the most common infections in children and adults. Failure of antibiotic therapy in eradicating the bacteria that cause chronic tonsillitis is still being debated and is associated with the presence of biofilm on the tonsils. Biofilms play a role in chronic infections and recurrence of chronic tonsillitis. Purpose: To determine aerobic bacterial biofilm on tonsil swabs with tube method in patients with chronic tonsillitis. Methods: This was a descriptive study conducted on 96 respondents. Each sample underwent tonsillar swab and aerobic bacterial culture, followed by examination of the biofilm with tube method using crystal violet (0.1%) and compared with controls. Data were analyzed statistically using computer program, and presented in a tabular form. Results: There were 64.7% of total bacteria in tonsil swabs containing biofilm. Conclusion: More than half of the whole samples contained aerobic bacterial biofilms on tonsil swabs with tube method in patients with chronic tonsillitis.
Foreign body a fish in orohypopharynx is AbstrakBenda asing ikan di orohipofaring merupakan kasus yang jarang terjadi dan memerlukan diagnosis serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi berupa sumbatan jalan nafas atas, perforasi dinding faring, paralisis pita suara, pneumomediastinum dan emfisema. Paralisis pita suara merupakan komplikasi yang jarang, penyebabnya bisa karena trauma langsung pada nervus laringeal rekuren oleh benda asing atau karena tindakan ekstraksi benda asing itu sendiri, bisa juga karena inflamasi pada nervus laringeal rekuren sekunder karena benda asing. Penatalaksanaan benda asing ikan di orohipofaring dapat menggunakan ekstraksi dengan forsep Magill, laringoskop langsung dan penggunaan endoskopi kaku. Tindakan trakeostomi sangat diperlukan bila intubasi endotrakea tidak dapat atau gagal dilakukan. Tujuan: mengetahui dan memahami diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat pada kasus benda asing ikan di orohipofaring serta mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi. Laporan Kasus: Satu kasus dilaporkan, seorang laki-laki 40 tahun dengan diagnosis benda asing ikan di orohipofaring dengan komplikasi paralisis pita suara unilateral. Benda asing ditatalaksana dengan ekstraksi menggunakan forsep Magill dan esofagoskop kaku. Dilakukan persiapan trakeostomi bila gagal intubasi. Kesimpulan: Benda asing ikan di orohipofaring merupakan kasus yang jarang. Diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat mencegah komplikasi. Salah satu komplikasi benda asing ikan di orohipofaring berupa paralisis pita suara. Kata kunci: benda asing ikan; paralisis pita suara; Magill forcep; esofagoskopi kaku
Introduction: Foreign body aspiration (FBA) is a common case in children. Delayed diagnosis more than 24 hours often increased the risk of complications and mortality. Atelectasis is one of the common complication of FBA. Rigid bronchoscopy under general anaesthesia is the choice of procedure for diagnosis and treatment. Case Report: It was reported two cases foreign body aspirationof a bottom of pen. First case was agirl, aged 6 year-old with foreign body a bottom of pen without lumen in bronchus with atelectasis and second case was a foreign body bottom of penwith lumen in bronchus in a boy, aged12 year-old without atelectasis but late diagnosis. Both cases have been successfully extracted using rigid bronchoscopy. Conclusion: Foreign body without lumen have more acute and severe complication rather than foreign body with lumen. The presence of a lumen within the foreign body allows good ventilation and shows less symptomps. Appropriate diagnosis and treatment will minimize the risk of complications.
AbstrakKebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan. Wahana bermain indoor merupakan salah satu tempat yang memiliki intensitas kebisingan yang tinggi sehingga dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada pengunjung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rerata gambaran bising di beberapa titik di wahana bermain indoor di kota Padang, apakah kebisingan tersebut masih dalam batas aman atau tidak, serta mengetahui profil pengunjungnya. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang dilaksanakan pada bulan November 2017-April 2018. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 30 orang responden dan pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan di 15 titik di tiga lokasi wahana bermain indoor yaitu Fun Station Basko Grand Mall, Zone 2000 Plaza Andalas, dan Trans Studio Mini Transmart. Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan menggunakan Sound Level Meter merek Tenmars TM-102. Hasil penelitian menunjukkan intensitas kebisingan rerata dari masing-masing wahana bermain yaitu Fun Station Basko Grand Mall sebesar 91,67 dB, Zone 2000 Plaza Andalas sebesar 91,58 dB, dan Trans Studio Mini Transmart sebesar 91,594 dB. Intensitas kebisingan rerata di tiga tempat tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk tempat rekreasi, yaitu sebesar 70 dB. Mesin permainan dengan intensitas kebisingan tertinggi di Zone 2000 dan di Trans Studio Mini adalah hockey, sedangkan di Fun Station adalah mesin Go Go Doggy. Kata kunci: intensitas kebisingan, wahana bermain indoor, pengunjung Abstract Noise is one of environmental cause of health problems. Indoor game centers are recreational places that have a high noise intensity which are possible to make the visitors get a noise induced hearing loss. The objective of this study was to describe the noise intensity at some points of indoor game centers in Padang, to determine whether the intensity level are safe or not, also to know the profile of visitors at indoor game center in Padang. This simple descriptive study was conducted in November 2017-April 2018. The 30 samples were recruited by purposive sampling method. The data were obtained by doing interview and measuring the noise intensity from 15 points at Fun Station Basko Grand Mall, Zone 2000 Plaza Andalas, dan Trans Studio Mini Transmart. Tenmars TM-102 is the sound measurement device of this study. The study showed that the average of noise intensity from Fun Station Basko Grand Mall is 91,67 dB, Zone 2000 Plaza Andalas is 91,58 dB, and Trans Studio Mini Transmart is 91,59 dB. These values exceed the allowable threshold value for recreational and workplace which is determined by The Ministry of Environment. The noisiest machine at Zone 2000 Plaza Andalas and Trans Studio Mini Transmart is hockey, while at Fun Station Basko Grand Mall is Go Go Doggy.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.