Health risk characteristics expressed as a Risk Quotient (RQ) can be carried out through an environmental health risk analysis (ARKL) approach. This approach can estimate the public health risk caused by the concentration of risk agents of particulates consisting of PM2.5, PM10, and TSP. The research on the fluctuation of ambient air particulate pollutant and its risk to public health was conducted in each sub-district of Bogor City. Author identified a total of 360 respondents to determine the community anthropometric variable of exposures for time, frequency, and duration. There are several steps that need to be carried out to obtain the RQ value, namely identification of hazards from particulate risk agents, analysis of the dose-response in the form of Reference Concentration (RFC), analysis of the exposure obtained based on anthropometric variables, and the concentration of risk agents as well as characteristics of risk levels. The risk level characteristic shows that the RQ value of TSP is always the highest one, followed by PM10 and PM2.5. The respective RQ values of TSP for male and female residents are 1.85 and 1.53. Cumulatively, the male and female population in Tanah Sareal produced the highest RQ values. Those are 4.44 and 3.36, respectively. At the same time, the lowest cumulative RQ was obtained for male and female residents in East Bogor with RQ values of 2.96 and 2.54. The RQ value of each risk agent or the cumulative RQ that is more than 1 (RQ> 1) is stated to have or has a health risk, so it needs to be controlled, while the RQ value which is less than one (1) is displayed not to need to be controlled but needs to be maintained. Keywords: particulate, risk level, exposure assessment, anthropometric characteristic, environmental health risk assessment ABSTRAK Karakteristik risiko kesehatan yang dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ) dapat dilakukan melalui pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Pendekatan ini dapat mengestimasi risiko kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh konsentrasi agen risiko yaitu PM2,5, PM10, dan TSP di tiap-tiap kecamatan di Kota Bogor. Penulis mengidentifikasi sebanyak 360 responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan untuk menentukan variabel antropometri masyarakat di Kota Bogor, waktu paparan, frekuensi paparan, serta durasi paparan. Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk memperoleh nilai RQ, yaitu identifikasi bahaya dari agen risiko partikulat, analisis dosis-respon berupa Reference Concentration (RfC), analisis pajanan yang diperoleh berdasarkan variabel antropometri dan konsentrasi agen risiko serta karakteristik tingkat risiko. Karakteristik tingkat risiko menunjukkan nilai RQ TSP selalu paling tinggi diikuti PM10, dan terendah adalah RQ PM2,5 dengan nilai tertinggi TSP untuk penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 1,85 dan 1,53. Secara kumulatif, penduduk laki-laki dan perempuan di Tanah Sareal menghasilkan nilai RQ tertinggi masing-masing sebesar 4,44 dan 3,36. Sedangkan RQ kumulatif terendah diperoleh untuk penduduk laki-laki dan perempuan di Bogor Timur dengan nilai RQ 2,96 dan 2,54. Nilai RQ tiap agen risiko ataupun RQ kumulatif yang lebih dari 1 (RQ>1) dinyatakan memiliki atau terdapat risiko kesehatan sehingga perlu dikendalikan, sementara nilai RQ yang masing kurang dari satu dinyatakan tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan. Kata kunci: partikulat, tingkat risiko, analisis pajanan, karakteristik antropometri, analisis risiko kesehatan lingkungan
Kesehatan mata harus terjaga dengan baik karena peran kedua mata sangat penting bagi kehidupan manusia. Namun tahun 2012 Indonesia memiliki angka gangguan penglihatan yang cukup tinggi sebesar 1,5% dari seluruh penduduk indonesia atau sekitar 3,6 juta jiwa. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang baik di puskesmas maupun rumah sakit. Sayangnya, kesadaran masyarakay untuk datang dan memeriksakan matanya di fasilitas kesehatan yang telah ditentukan masih rendah. Meningkatnya pengguna internet dan mobile phone mendorong perkembangan teknologi dan memunculkan inovasi - invasi baru. Salah satunya adalah Aplikasi Mataku, sebuah aplikasi berbasis Android yang membantu untuk melakukan pengecekan dini terhadap berbagai penyakit mata seperti penyakit katarak, pterigium, buta warna, dan miopi. Melalui aplikasi ini ini pengguna juga dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis matasecara daring. Untuk menjamin aplikasi dapat dengan mudah digunakan oleh pengguna, perlu dilakukan pengujian usability dengan parameter learnability, efficiency, memorability, errors dan satisfaction. Pengujian ini menggunkan metode usability testing terhadap purwarupa aplikasi. Hasil pengujian ini menunjukkan adanya permasalahan pada salah satu fitur pada aplikasi. Perbaikan desain berdasarkan rekomendasi perbaikan yang diberikan menunjukkan perbaikan pada beberapa parameter namun menimbulkan masalah untuk parameter lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas aplikasi Mataku sekaligus menjadi contoh kasus bagi pihak lain yang berkecimpung di bidang desain user interface dan user experience.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.