Sampel dalam penelitian ini berjumlah 254 remaja dalam rentang usia 12-22 tahun, dengan metode pengambilan Media sosial menjadi alat komunikasi sehari-hari bagi remaja masa kini. Kemudahan mengakses media sosial membentuk remaja memiliki keterikatan dengan akun media sosialnya. Perilaku ini memunculkan adanya dampak negatif bagi remaja, baik itu bagi dirinya sendiri maupun diluar dirinya, seperti merusak hubungan sosial dengan orang lain maupun mengganggu pendidikan remaja secara tidak langsung. Hanya saja, pemicu penggunaan media sosial yang tidak sehat ini, diakibatkan karena adanya kekhawatiran memiliki hubungan yang terputus dengan orang-orang disekitarnya. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar peranan yang dimiliki oleh fear of missing out (FOMO) terhadap problematic social media use (PSMU). sampel berbasis internet melalui volunteer (opt in) panel. Fear of Missing Out scale sebagai alat pengukuran untuk FOMO, sedangkan Social Media Use Questionnaire digunakan untuk mengukur PSMU. Hasil penelitian memiliki signifikansi secara positif (0,00>0,05), yang artinya semakin tinggi seseorang dalam memiliki perasaan takut, cemas, gelisah maupun khawatir bila tidak ikut terlibat dalam kegiatan sosial bersama orang disekitarnya, ia akan cenderung semakin memiliki keterikatan dengan media sosialnya hingga menimbulkan konsekuensi negatif bagi dirinya. Hasil juga menunjukan adanya sejumlah peranan yang diberikan oleh fear of missing out kepada problematic social media use sebesar 35,8%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Social media has become the regular communication tool for today's youth. Ease of access media forms attachment of adolescents to their social media accounts. This behavior gives rise to negative impacts for adolescents, both for themselves and their surroundings, such as damaging social relationships with others and indirectly disrupting their education. Unhealthy use of social media is caused by fears of ruining relationships with people around them. Therefore, this study aims to see the extent to which the role of the fear of missing out (FOMO) affects problematic social media use (PSMU). The sample in this study amounted to 254 adolescents between 12-22 years age range, with internet-based sampling methods through volunteer (opt in) panels. The Fear of Missing Out scale is a measurement tool for FOMO, while the Social Media Use Questionnaire was used to measure PSMU. The result of the study indicated positive significance (0.00> 0.05), which means that the more a person is having feelings of fear, anxiety, or worry when not involved in social activities with people around them, they tend to have more attachment to the media social which in turn, causes negative consequences for them. The result also showed a number of influence by the fear of missing out to the problematic social media use as much as 35.8%, while the rest were influenced by other factors.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan psychological well-being dan problematic internet use pada emerging adult. Responden pada penelitian ini berjumlah 210 emerging adult di Jakarta dengan teknik pengambilan sampel convenience sampling. Psychological well-being diukur menggunakan Psychological Well-Being Scale (PWBS) yang dikembangkan oleh Ryff (1989). Problematic Internet Use diukur menggunakan Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS-2) yang dikembangkan oleh Caplan (2010). Data penelitian ini dianalisis dengan teknik korelasi sederhana. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara semua dimensi psychological well-being (self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, personal growth) dan problematic internet use.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran religious commitment, self-esteem, dan satisfaction with life berdasarkan tipe arranged-marriage (low arranged- marriage dan high arranged-marriage) pada wanita keturunan Arab Baalwy. Penelitian ini dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif pada 103 partisipan (dari usia 20 sampai 74 tahun), dan pendekatan kualitatif pada 9 orang dari sampel tersebut. Alat ukur yang digunakan adalah RCI-10 (Religious Commitment Inventory), Self-Esteem Scale, Satisfaction with Life Scale, serta pedoman wawancara. Semua partisipan menikah dengan cara dijodohkan, hanya saja terdapat dua tipe perjodohan. Tipe pertama (low arranged-marriage) adalah perjodohan yang masih memberikan kebebasan untuk calon pasangan perempuan menerima atau tidak pria yang dijodohkan kepadanya, sedangkan tipe kedua (high arranged-marriage) tidak memberikan kebebasan tersebut. Tipe perjodohan ini diketahui dari Arranged-marriage questionnaire yang terdiri atas satu pertanyaan tertutup mengenai tipe perjodohan dan satu pertanyaan terbuka untuk memastikan jawaban partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya tingkat religious commitment, self-esteem, dan satisfaction with life yang cukup tinggi. Hasil analisis kuantitatif mendapatkan perbedaan tingkat religious commitment, self- esteem, dan satisfaction with life pada kedua tipe arranged-marriage itu tidak signifikan. Berdasarkan hasil analisis kualitatif, partisipan-partisipan tidak merasa keberatan dengan apa pun tingkat perjodohan yang mereka alami. Hal tersebut disebabkan bentuk ketaatan mereka terhadap orangtua dan Tuhan; untuk menjaga kemurnian keturunan mereka, agar mereka tidak kehilangan harga diri dalam kelompok mereka; serta mereka puas dengan kehidupan yang mereka jalani tersebut. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggali variabel psikologis lainnya pada kelompok wanita Arab Baalwy ini.
Abstract-This study aims to describe the religious commitment, self-esteem, and satisfaction with life based on the types of arranged-marriage (low arranged-marriage and high-arranged-marriage) on
Problematic social media use (PSMU) is one of the problems faced by adolescents. One of the social media that is often used by them is Instagram. There are many things that affect PSMU, including fear of missing out (FoMO) and attention-seeking behavior, but it is not yet known which one is more responsible for making individuals experience PSMU. Therefore, this study aims to analyze the role of FoMO and attention-seeking behavior on PSMU in adolescents who use Instagram. Participants in this study amounted to 167 adolescents aged 13-18 years old, with a non-probability web survey-based sampling method (self-selected polls). The results of this study are FoMO and attention-seeking behavior simultaneously have a positive role on PSMU in adolescent who are Instagram users by 32.4% and a significance value of .000 (p < .05) which was tested using analytical techniques: Multiple Linear Regression. Meanwhile, if tested individually, attention-seeking behavior has no role in PSMU. Suggestions for further researcher is to conduct research with the same variables on social media users or at different stages of development, to see if the same thing happens to other social media, or at other stages of development.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.