Background: Currently, distance learning is booming and requires adaptation from students, teachers, and faculty. Identifying constraints is essential as inputs for faculty development. Purposes: to identify teacher and medical student perceptions of barriers and capacity in distance learning. Methods: This research was conducted using a cross-sectional survey of 42 medical teachers and 613 students Faculty Medicine and Health, Universitas Muhammadiyah Jakarta students. It utilized secondary data from the Quality Assurance Unit in October 2020. Six variables were studied in this research, i.e., technical constraints of distance learning, teachers' perceptions of the essential components in distance learning, student self-perceptions, teachers' and students' perceptions of web conference effectiveness, and teachers' self-perceptions and students' satisfaction. Results: The top 5 technical constraints of distance learning complained were signal interference, internet data plan, limited e-literatures, and lack of communication with the faculty. According to the teachers, the essential components were faculty commitment (90%), regulation (85%), technical support (79%), course management, and teaching-learning guidelines (77%). Most students experience learning difficulties during distance learning. However, only 45% of students felt their independent learning method is effective. Teachers and students agreed that web conferencing is ineffective for learning clinical skills but disagreed on cognitive knowledge. 74% of teachers stated that the presentation was engaging. Meanwhile, more than 25% of students were dissatisfied. Conclusion: The top 4 technical constraints were signal interference, internet data plan, limited e-literatures, and lack of communication with the faculty. The important components of distance learning were faculty commitment (90%), 83% of students experienced learning difficulties during distance learning.
Latar belakang: Penyakit infeksi menjadi penyakit ketiga tertinggi di unit rawat inap di fasilitas layanan kesehatan di Kabupaten Bogor. Hal ini terjadi karena upaya masyarakat mengatasi penyakit, masih berorientasi pada penyembuhan penyakit. Hal ini dirasa kurang efektif dan mengeluarkan banyak biaya. Upaya yang lebih efektif adalah pemeliharaan kesehatan melalui tindakan promotif dan preventif dengan pemberdayaan perilaku hidup bersih dan sehat PHBS) di rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, serta perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga.Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode deskriptif dan desain penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan November 2020 dengan jumlah responden sebanyak 145 kepala keluarga.Hasil: Didapatkan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan rendah (50,3%), lebih dari separuh memiliki tingkat pengetahuan PHBS dengan kategori baik meliputi, sarana air bersih (99,3%), ketersediaan jamban sehat (95,9%), keadaan rumah (85,5%), kebiasaan merokok (54,5%), pembuangan sampah (75,2%), dan kebiasaan mengkonsumsi buah dan sayur (94,5%) serta yang sudah menjalankan PHBS (86,9%). Berdasarkan uji Chi Square tingkat pendidikan diperoleh p = 0,409 dan tingkat pengetahuan p = 0,018.Simpulan: Hampir seluruh warga RT 04 RW 05 Kelurahan Ciriung Kabupaten Bogor memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan telah menjalankan 10 indikator PHBS meski memiliki tingkat pendidikan rendah. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan PHBS. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan PHBS.Kata kunci: Tingkat Pendidikan; Tingkat Pengetahuan; PHBS; Promosi KesehatanABSTRACTTitle: Description Of The Level Of Education, Knowledge, And Clean And Healthy Living BehaviorsBackground: Infectious diseases are the third highest disease in inpatient units in health care facilities in Bogor Regency. This happens because the community's efforts to overcome the disease are still oriented towards healing the disease. This is considered ineffective and costs a lot of money. A more effective effort is health care through promotive and preventive actions by empowering clean and healthy (PHBS) behavior in the household. The purpose of this study was to determine the relationship between education level, knowledge level, and clean and healthy living behavior in the household.Methods: This research is a quantitative research using descriptive method and survey research design with a cross sectional approach. The study was conducted in November 2020 with a total of 145 household heads.Results: The majority of respondents have a low level of education (50.3%), more than half have a good level of PHBS knowledge including clean water facilities (99.3%), availability of healthy latrines (95.9%), house conditions (85.5%), smoking habits (54.5%), garbage disposal (75.2%), and the habit of consuming fruit and vegetables (94.5%) as well as those who have implemented PHBS (86.9%). Based on the Chi Square test, the level of education obtained p = 0.409 and the level of knowledge p = 0.018.Conclusion: Almost all residents of RT 04 RW 05 Kelurahan Ciriung, Bogor Regency have a good level of knowledge and have implemented 10 PHBS indicators despite having a low level of education. There is no relationship between education level and PHBS. There is a relationship between the level of knowledge with PHBS.Keywords: Education Level; Knowledge Level; PHBS; Health Promotion
Latar belakang: Penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian terbanyak di dunia sehingga diperlukan upaya pencegahan yang dapat meminimalisir dampak terhadap aspek fisik, psikis, dan sosial terutama bagi orang lanjut usia (lansia). Salah satu program pemerintah dalam mengupayakan hal tersebut adalah program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Religiusitas dan aktivitas keagamaan menjadi salah satu faktor kebahagiaan dan pendukung terhadap kualitas hidup lansia. PHBS yang merupakan perwujudan perilaku bersih dan sehat juga mengandung nilai-nilai vital agama terhadap religiusitas dan aktivitas keagamaan seseorang. Tujuan: untuk mengetahui gambaran PHBS dan tingkat religiusitas lansia. Metode: penelitian ini adalah studi kuantitatif deskriptif dengan pendekatan cross sectional pada 116 responden. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Kuesioner PHBS dan Kuesioner Tingkat Religiusitas. Hasil: penelitian menunjukkan bahwa 68 orang (58,6%) lansia di kelurahan Pondok Jagung memiliki PHBS yang baik dan 48 orang (41,4%) memiliki PHBS cukup dan tidak terdapat responden dengan kategori kurang. Tingkat religiusitas lansia di kelurahan Pondok Jagung adalah 19 orang (16,4%) berkategori baik, 77 orang (66,4%) berkategori sedang, dan 20 orang (17,2%) berkategori buruk. Kesimpulan: lebih dari separuh lansia di RW 01 dan 05 Kelurahan Pondok Jagung berkategori PHBS baik dan tingkat religiusitas sedang. Meskipun didominasi PHBS baik, namun capaian tersebut masih di bawah target capaian nasional PHBS 2016-2019. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh tingkat religiusitas dengan capaian PHBS tersebut.
Latar Belakang: Populasi orang lanjut usia (lansia) terus meningkat. Peningkatan ini merupakan hasil yang baik dari berbagai upaya dari setiap negara dalam meningkatkan angka harapan hidup penduduk baik, terutama dalam bidang kesehatan. Asupan gizi dan gaya hidup memberikan pengaruh pada kesehatan fisik lansia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran kecukupan gizi lansia dengan depresi di Kecamatan Pondok Jagung. Metode: penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sebanyak 100 orang lansia dengan depresi menjadi responden yang dipilih secara purposive dari Kecamatan Pondok Jagung. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui uji univariate. Hasil: Rata-rata tingkat kecukupan energi (laki-laki= 48,77%; Perempuan= 51,06%) termasuk pada kategori kurang. Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi makro kecuali lemak termasuk pada kategori kurang yaitu protein (laki-laki= 77,5%; Perempuan= 79,74%), karbohidrat (laki-laki= 50,15%; Perempuan= 50,25%), dan serat (laki-laki= 17,16%; Perempuan= 17,02%). Rata-rata tingkat kecukupan lemak sudah baik yaitu termasuk pada kategori cukup (laki-laki= 56,89%; Perempuan= 56,47%). Tingkat kecukupan zat gizi mikro yaitu natrium (laki-laki= 53,68%; Perempuan= 54,06%) dan kalsium (laki-laki= 30,69%; Perempuan= 31%), berada pada kategori kurang. Kesimpulan: Rata-rata tingkat kecukupan energi, zat gizi makro (protein, karbohidrat, serat) dan zat gizi mikro (Na dan Ca) termasuk pada kategori kurang. Rata-rata tingkat kecukupan lemak sudah baik karena tergolong cukup.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.