Dengue hemorrhagic fever is an infectious disease caused by dengue virus and is transmitted by aedes aegypty mosquitoes. Puskesmas Blahbatuh I in 2016 is included in the top 10 cases of Dengue Fever which is 195 cases (Dinkes, 2017). The purpose of this research is to know the level of density of mosquito larvae Aedes aegypty as dengue fever vector in the working area UPT Kesmas Blahbatuh I Year 2018. Type of research used in this research is descriptive research type with cross sectional approach. This research was conducted in working area of UPT Kesmas Blahbatuh I which consists of five villages namely Medahan Village, Keramas Village, Pering Village, Belega Village and Bona Village.Obtained HI value (House of Indeks) : 16 %, CI (Container Indeks): 8 %, BI (Bruteu Indeks): 16 %, ABJ (Larva Free Rate) : 84% and DF (Density Figure ) : 3 as a medium density. The Prevention is do PSN or eradiation of mosquito breeding. The conclution is the area of UPT Kesmas Blahbatuh I has been moderate the mosquito larvae density.
Listriani Vet Care Jalan Tukad Balian No 882 Sidakarya, Denpasar ABSTRAK: Babesiosis merupakan salah satu penyakit yang menginduksi timbulnya anemia pada anjing. Anemia berat dapat ditangani melalui tranfusi darah. Gambaran hematologi darah harus dievaluasi pasca tranfusi untuk memastikan keberhasilam tranfusi. Anemia regenerative akan merespon tranfusi darah sekitar dua minggu pasca tranfusi dilakukan, ditandai dengan menurunnya indikator infeksi dan kembalinya jumlah sel darah merah mendekati normal. Kata kunci:anemia, babesiosis, tranfusi darah ■ PENDAHULUANBabesiosis adalah salah satu penyakit protozoa yang ditularkan melalui gigitan caplak. Penyakit ini ditandai dengan gejala klinis berupa anemia hemolytic, trombositopenia, demam, dan splenomegaly (Solano-Gallego dan Baneth 2011). Beberapa jenis spesies babesia yang secara klinis dapat menyebabkan munculnya gejala sakit pada anjing diantaranya adalah Babesia gibsoni, Babesia conradae dan Babesia vulpes (Eichenberger 2017). ■ ANAMNESIS DAN SINYALEMENSeekor anjing Golden Retriever jantan yang berumur 5 tahun dengan berat 30,5 kg datang ke klinik dalam kondisi yang sangat lemah, tidak bisa berdiri, tidak mau makan, dan banyak ditemukan caplak di seluruh badan. Hewan mulai menunjukkan tanda-tanda sakit sejak dua hari terakhir sebelum datang ke klinik dengan gejala awal berupa perut terasa panas saat diraba. Riwayat penggunaan antiparasit tidak dilakukan secara rutin pada anjing ini. Vaksinasi hanya dilakukan sekali saat anjing berumur muda. ■ GEJALA KLINISHewan dirawat inap di klinik karena kondisi lethargy, loss appetite, dan mukosa mata dan mulut pucat. Hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hewan mengalami anemia berat. Leukositosis terjadi ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel darah putih (29,81×10 3 /ul). Sel darah merah 2,89×10 6 /ul dan PCV10,76%, sementara nilai trombosit berada di angka 161×10 3 /ul. Selain itu dilakukan uji ulas darah untuk mengetahui morfologi sel darah. Hasil pemeriksaan ulas darah ditemukan adanya parasit darah Babesia sp. sebagaimana disajikan pada Gambar 1. ■ HASIL DAN PEMBAHASANBabesia hidup secara intraseluler, merusak sel darah merah hewan penderita dan mengakibatkan anemia hemolytic dan trombositopenia (Solano-Gallego dan Baneth 2011). Hewan dikategorikan anemia berat jika sel darah merah berada di bawah 3×10 6 /ul dan PCV di bawah 15%. Anemia menyebabkan timbulnya penurunan kadar oksigen darah (hypoxaemia) yang menginduksi kidney dan liver failure serta systemic inflammatory disease (Sodikoff 2001). Oleh sebab itu, transfusi darah harus dilakuan dengan cepat pada saat hewan terdiagnosa anemia.Gambar 1. Hasil ulas darah ditemukan parasit Babesia sp (pembesaran 1000× pada pewarnaan giemsa).
Latar Belakang: WHO mencatat telah terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada tahun 2014 di lingkungan pertanian. Di Indonesia menurut Data Sentra Informasi Keracunan Nasional pada tahun 2016 menunjukkan 771 kasus keracunan pestisida. Pestisida golongan organofosfat dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, ingesti, dan kontak dermal. Organofosfat memiliki efek toksik pada sistem pernapasan yaitu dapat menyebabkan gangguan fungsi paru obstruktif. Tujuan dari literature review ini untuk mentahui hubungan antara paparan organofosfat dengan gangguan paru obstruktif. Penelitian literature review ini menggunakan systematic literature review. Sampel penelitian berupa data sekunder berupa artikel yang diperoleh dari Google Scholar dan ResearchGate dengan kata kunci organofosfat, gangguan paru obstruktif, dan FEV1 yang dipublikasi pada tahun 2011-2021 dimana mendapatkan hasil 18 jurnal yang memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 4 jurnal nasional dan 14 jurnal internasional. Dari 18 jurnal didapatkan 16 jurnal menyatakan ada hubungan antara paparan organofosfat dengan gangguan paru obstruktif dan 2 jurnal mengatan tidak terdapat hubungan antara paparan organofosfat dengan gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil literature review ini didapatkan bahwa terdapat hubungan antara paparan organofosfat dengan gangguan paru obstruktif sebesar 88,9% dan 11,1% tidak berhubungan. Faktor yang mempengaruhi adalah lama paparan, arah angin saat penyemprotan, dan penggunaan alat pelindung diri..
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.