Peningkatan prevalensi penyandang Diabetes melitus (DM) dari tahun ke tahun berdampak terhadap peningkatan prevalensi retinopati diabetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi retinopatidiabetik yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pencegahan dan penatalaksanaan retinopatidiabetik yang lebih baik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode penelitian potong lintangyang menggunakan data sekunder yaitu data dari 1.835 pasien DM yang mengikuti skrining retinopati diabetikdi puskesmas di Bandung Raya periode Januari 2019-Desember 2020. Variabel yang dinilai pada penelitian iniadalah prevalensi retinopati diabetik dan vision threatening diabetic retinopathy (VTDR) , usia, jenis kelamin,durasi DM Gula Darah Sewaktu (GDS), Gula Darah Puasa (GDP), Tekanan Darah Sistolik (TDS), TekananDarah Diastolik (TDD). Penelitian ini menunjukkan prevalensi retinopati diabetik dan VTDR sebesar 19,46%dan 7,68% secara berurutan. Prevalensi lebih tinggi pada perempuan. Pasien dengan durasi DM 10 tahunserta kadar GDS dan GDP 200 mg/dl memiliki prevalensi tertinggi. Berdasarkan pemeriksaan tekanan darah,prevalensi tertinggi terdapat pada pasien dengan nilai TDS 140 mmHg dan TDD < 90 mmHg. Pada penelitianini didapatkan bahwa kurang lebih 1 dari 4 pasien diabetes pada populasi ini menderita retinopati diabetik.
Pendahuluan: Surgically induced necrotizing scleritis (SINS) merupakan komplikasi yang jarang dan terjadi setelah operasi okular. Sebagian besar kasus SINS berkaitan dengan penyakit autoimun sistemik. Skleritis setelah eksisi pterygium dapat terjadi akibat penggunaan iradiasi-?, mitomicin-C, dan kauterisasi berlebihan. Metode bare sclera pada eksisi pterygium dapat meningkatkan risiko terjadinya skleritis. Tujuan: Mendeskripsikan dua kasus SINS setelah eksisi pterygium dengan metode bare sclera. Presentasi kasus : Kasus pertama, pria berusia 44 tahun mengeluh terdapat bercak cokelat di area putih mata kirinya sejak 1 minggu sebelumnya. Pasien memiliki riwayat eksisi pterygium tanpa jahitan 3 minggu yang lalu. Tekanan intraokular sebesar 45 mmHg. Pasien diterapi dengan metilprednisolon oral, tetes mata fluorometolon, dan obat antiglakukoma. Kasus kedua, pria berusia 30 tahun mengeluh terdapat bercak cokelat pada area putih mata kanan sejak 1 minggu sebelumnya. Terdapat riwayat eksisi pterygium tanpa jahitan 3 minggu yang lalu. Pasien mendapat terapi metilpredinolon oral dan tetes mata prednisolon asetat. Kedua pasien menunjukkan perbaikan klinis setelah pemberian steroid. Kesimpulan: Etiologi infeksi perlu disingkirkan sebelum mendiagnosis SINS dengan terapi superinfeksi yang adekuat. Penanganan SINS berupa pemberian kortikosteroid dan agen imunosupresif. Tectonic grafting diperlukan untuk kasus berat.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.