Latar belakang: Pseudoaneurisma arteri karotis interna merupakan kasus yang jarang dijumpai, dengan gejala berupa perdarahan masif yang dapat terjadi secara lambat dan berulang. Pemeriksaan arteriografi merupakan prosedur standar untuk mengetahui sumber perdarahan. Tindakan embolisasi efektif untuk menghentikan perdarahan. Tujuan: Melaporkan kasus epistaksis masif pada pseudoaneurisma traumatik arteri karotis interna. Kasus: Pasien laki-laki berumur 19 tahun dengan trauma sinus sfenoid pasca kecelakaan, mengalami epistaksis masif berulang selama 7 bulan. Hasil nasoendoskopi didapati bekuan darah pada meatus superior, hasil CT scan menunjukkan lesi isodens pada sinus frontalis dan etmoid kanan, serta sinus sfenoid dan maksila bilateral, disertai gambaran arteri karotis komunis interna segmen kavernosus masuk ke sinus sfenoid melalui celah fraktur di sfenoid. Penatalaksaan berupa embolisasi dengan balloon. Pasca embolisasi tidak didapatkan perdarahan aktif. Metode: Penelusuran kepustakaan menghasilkan 33 jurnal, dan terdapat 10 jurnal yang relevan. Hasil: Dari 10 jurnal yang didapatkan, ditemukan 6 laporan kasus dan 4 hasil penelitian pseudoaneurisma traumatik arteri karotis interna yang ditatalaksana dengan embolisasi, mendapat keberhasilan yang tinggi, dan angka komplikasi yang rendah. Kesimpulan: Pseudoaneurisma traumatik karotis interna menimbulkan epistaksis masif berulang, yang membutuhkan ketepatan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Penatalaksanaan dengan embolisasi merupakan pilihan yang efektif untuk mencegah mortalitas.Kata kunci: Pseudoaneurisma karotis interna, trauma sinus sfenoid, epistaksis masifABSTRACT Background: Post injury internal carotid artery pseudoaneurysm is a rare case, mostly caused by head trauma. The symptoms are delayed and recurrent massive epistaxis. Angiography is the gold standard for confirming the diagnosis and visualizing the bleeding point. Endovascular interventions with depleted balloons and coils are effective treatment. Purpose: To report a case of massive epistaxis related to traumatic pseudoaneurysm of internal carotid artery. Case: A nineteen-years old male with sphenoid sinus injury caused by vehicle accident, which subsequently developed recurrent episodes of massive epistaxis for seventh month afterwards. He had undergone blood transfusion and nasal packing to control the bleeding. Nasal endoscopic examination showed blood clot in the superior meatus, while paranasal sinuses CT Scan showed isodense lesion in the right frontal and ethmoid sinuses, and bilateral sphenoid and maxillary sinuses. Cavernous segment of carotid communis artery entered into sphenoid sinus through a fracture line in the superior part of the sinus. Post arteriography and balloon embolization, there was no active anterior and posterior bleeding. Method: Searching for evidence produced 31 journals, and 10 journals were relevant to our clinical question. Result: From the 10 journals, 6 were case reports and 4 were researches of traumatic pseudoaneurysm of internal carotid artery which were treated by embolization. The results were good and complications were minimal. Conclusion: Traumatic pseudoaneurysm of internal carotid artery could cause massive epistaxis that requires a right clinical setting to diagnose, and embolization is the effective treatment to prevent mortality.Keywords: Internal carotid artery pseudoaneurysm, sphenoid sinuses trauma, massive epistaxis
LATAR BELAKANG: Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki hubungan dua arah dengan stroke iskemik. OSA yang tidak diobati dapat menyebabkan stroke berulang. Penanganan OSA adalah kunci untuk preventif pada pasien stroke. TUJUAN: Mengetahui bahwa IMT, lingkar leher besar, deviasi septum, hipertrofi konka, hipertrofi tonsila palatina, makroglosia, obstruksi saluran nafas atas merupakan faktor risiko kejadian OSA pasien stroke iskemik. METODE: Penelitian observasional dengan desain cross sectional, subjek sebanyak 86 pasien stroke iskemik di Poli Neurologi dan THT-KL RSUP Kariadi Semarang bulan Desember 2021-Juli 2022. Data diperoleh melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan nasolaringoskopi fleksibel. Analisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi multivariat. HASIL: Didapatkan 86 subjek terdiri dari 42 laki-laki(48,8%) dan perempuan 44 (51,2%), usia rerata 54 th, dan 61 subjek (70,9%) stroke iskemik pertama. IMT (p= 0,191), lingkar leher (p= 0,402), septum deviasi (p= 0,020), hipertrofi konka inferior (p= 0,021), makroglosia (p= 0,012), hipertrofi tonsila palatina (p= 0,013), dan obstruksi saluran nafas atas (p= 0,035) berisiko terhadap kejadian OSA pada pasien stroke iskemik. Septum deviasi berisiko 6,1x, konka inferior hipertrofi berisiko 4,1x, dan hipertrofi tonsila palatina berisiko 8,8x terhadap kejadian OSA pada pasien stroke iskemik. KESIMPULAN: Septum deviasi, konka inferior hipertrofi, makroglossia, hipertrofi tonsila palatina, makroglosia, dan obstruksi saluran nafas atas merupakan faktor resiko terhadap kejadian OSA pasien stroke iskemik. Hipertrofi tonsila palatina merupakan faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian OSA pasien stroke iskemik. Kata Kunci: OSA, faktor risiko, stroke iskemik.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.