Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara sensitivitas dan sekresi insulin. Pada DMT2 kadar insulin tidak cukup untuk mengatasi resistensi insulin perifer yang terjadi.1 Prevalensi dan insidens DMT2 pada anak terus mengalami peningkatan di seluruh dunia. Studi di Arizona menunjukkan prevalensi DMT2 pada anak 2%-3% pada tahun 1987 dan meningkat menjadi 4%-5% pada tahun 1996.2 Data di Indonesia menunjukkan prevalensi diabetes pada anak di daerah perkotaan Jakarta meningkat dari 1,7% pada Prevalens dan insidens diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) pada anak terus mengalami peningkatan di seluruh dunia. Data di Indonesia menunjukkan prevalens diabetes pada anak di daerah perkotaan Jakarta meningkat dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1995, namun sayangnya tidak ada data lebih lanjut mengenai prevalens DMT2. Sampai saat ini, obat anti diabetik oral yang sudah disetujui penggunaannya pada anak oleh oleh Food and Drug Administration (FDA) hanya metformin. Sedangkan obat anti diabetik oral golongan lain masih dalam perdebatan. Dari penelusuran literatur didapatkan bahwa secara umum mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam mengontrol kadar gula darah yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin seperti obat golongan sulfonylurea, menurunkan resistensi insulin seperti obat golongan biguanid dan menurunkan absorpsi glukosa postprandial seperti obat golongan inhibitor -glucosidase. Keberhasilan terapi dinilai berdasarkan kadar glukosa darah, kadar HbA1c, dan sindrom metabolik yang menyertainya seperti obesitas, hipertensi dan hiperlipidemia. Sampai saat ini belum ada data mengenai efektifitas dan keamanan penggunaan obat anti diabetik oral selain biguanid metformin. Uji klinis mengenai penggunaan obat-obatan anti diabetik oral selain metformin pada anak dengan DMT2 masih perlu dilakukan untuk dapat dijadikan suatu rekomendasi terapi. Selain mengontrol kadar gula darah, tata laksana DMT2 juga meliputi modifikasi gaya hidup dan mengatasi gejala sindrom metabolik yang menyertainya. (Sari Pediatri 2010;11(6):395-400).
Latar belakang. Tuberkulosis (TB) anak merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang sering dijumpai di negara berkembang. Anak mendapatkan infeksi TB dari orang dewasa di lingkungan sekitar mereka. Risiko infeksi TB meningkat pada anak yang tinggal dalam satu rumah dengan pasien TB dewasa. Belum ada studi mengenai proporsi dan faktor risiko transmisi infeksi TB anak di Indonesia. Tujuan. Mengetahui proporsi dan gambaran faktor risiko infeksi TB pada balita yang tinggal dalam satu rumah dengan pasien TB paru dewasa. Metode. Uji potong lintang deskriptif di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta-Selatan selama Juli-Agustus 2010. Subjek adalah balita yang tinggal dalam satu rumah dengan pasien TB paru dewasa. Pada setiap subjek dilakukan pemeriksaan antropometri, uji tuberkulin, dan pencatatan data sesuai formulir data penelitian. Hasil. Dilaporkan 85 subjek, terdiri dari 42 perempuan dan 43 lelaki ikut serta dalam penelitian. Uji tuberkulin positif ditemukan pada 36 dari 85 anak (42,4%). Pada gambaran karakteristik subjek, didapatkan sebagian besar subjek hanya memiliki 1 orang sumber penularan, intensitas kontak dengan sumber penularan yang lebih dari 8 jam/hari dengan sputum BTA positif 1 (48,2%). Persentase antara kepadatan populasi/hunian yang tidak memenuhi syarat dengan memenuhi syarat hampir berimbang (55,3% dan 44,7%). Mayoritas subjek memiliki status sosioekonomi menengah rendah dan status gizi baik. Didapatkan 67,1% subjek tinggal dalam rumah dengan ventilasi buruk. Infeksi TB lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek dengan jumlah sumber penularan lebih dari 1, sputum BTA positif 3, kepadatan populasi yang tidak memenuhi syarat, ventilasi buruk, intensitas kontak <8 jam/hari dan status sosioekonomi menengah tunggi-rendah. Persentase infeksi TB banyak dijumpai pada kelompok subjek dengan status gizi buruk yang memiliki pajanan terhadap asap rokok. Sebagian besar pasien TB paru dewasa dengan sputum BTA positif 3 tinggal dengan subjek berstatus gizi baik. Kesimpulan. Proporsi infeksi TB pada anak balita yang tinggal dalam satu rumah dengan pasien TB paru dewasa 42,4%. Faktor risiko pajanan yang kemungkinan berperan adalah jumlah sumber penularan, sputum BTA dan kepadatan populasi/hunian. Faktor risiko infeksi yang kemungkinan berperan sirkulasi udara/ ventilasi dan pajanan terhadap asap rokok. Sari Pediatri 2011;13(1):62-9.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.