Miskonsepsi merupakan ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh mahasiswa dengan konsep yang dimiliki para ahli. Kesalahan dalam pemahaman konsep oleh mahasiswa memiliki dampak yang tidak sedikit dalam proses dan hasil belajar. Beberapa konsep dalam biologi seperti konsep-konsep yang berkaitan dengan evolusi sering terjadi kesalahan dalam memahaminya. Teori-teori dalam evolusi merupakan salah satu sub konsep evolusi yang sering terdapat perbedaan dan perdebatan. Hal ini menimbulkan berbagai persepsi bagi mahasiswa sehingga tidak jarang banyak yang salah dalam memahaminya. Untuk menganalisis terjadi miskonsepsi pada mahasiswa digunakan metode Certainty of Response Index (CRI). Instrumen yang digunakan adalah tes yang dilengkapi dengan tingkat keyakinan dalam menjawabnya. Analisis miskonsepsi menggunakan CRI dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan miskonsepsi yang dialami mahasiswa. Kemudian juga untuk mengidentifikasi pada sub konsep apa saja miskonsepsi tersebut terjadi. Data diperoleh menggunakan instrumen tes miskonsepsi pada 42 orang mahasiswa yang mengambil matakuliah evolusi semester genap 2018/2019. Berdasarkan hasil tes yang dilakukan dan analisis menggunakan CRI diperoleh sebaran rata-rata tingkat pemahaman mahasiswa. Hasil sebaran tersebut yaitu paham konsep 24,27%, menebak 4,1, tidak paham konsep 17,13% dan miskonsepsi 58,33%. sub konsep mekanisme evolusi menjadi sub konsep yang paling banyak terjadi miskonsepsi yaitu sebanyak 73,81%. sedangkan yang paling sedikit terjadi pada sub konsep evolusi plantae dan animalia 42,86%. Agar proses identifikasi miskonsepsi dapat dilakukan dengan lebih spesifik dan akurat, maka diperlukan kombinasi teknik lainnya di samping penggunaan tes dalam melakukan analisis miskonsepsi lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan proses sains awal mahasiswa pendidikan biologi pada matakuliah biologi umum. Data pada penelitian ini diperoleh melalui instrumen tes keterampilan proses sains. Indikator keterampilan proses sains yang diukur meliputi beberapa indikator yaitu: keterampilan mengamati, merencanakan percobaan, berkomunikasi, mengklasifikasi, memprediksi, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, dan menginterpretasi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata skor kemampuan KPS awal mahasiswa pendidikan biologi adalah 43. Hasil ini menunjukkan bahwa KPS awal mahasiswa pendidikan biologi termasuk pada kategori sangat kurang. Keterampilan menginterpretasi data merupakan indikator KPS dengan skor tertinggi yaitu 75 yang termasuk kategori cukup. Sedangkan indikator terendah adalah kemampuan memprediksi dengan skor 11,67 termasuk kategori sangat kurang. Berdasarkan hasil ini maka perlu didesain sebuah proses pembelajaran yang dilengkapi dengan perangkat pembelajaran, asesmen serta kegiatan yang dapat membantu mengembangkan KPS mahasiswa pendidikan biologi.
Siswa sebagai agen perubahan masa depan perlu diberikan edukasi tentang pelestarian lingkungan khususnya ekosistem mangrove. Kegiatan dilakukan dalam bentuk pemberian edukasi dan pengenalan melalui seminar konservasi mangrove. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menanamkan sikap peduli lingkungan sejak dini sehingga dapat membantu membentuk karakter cinta lingkungan pada siswa. Kegiatan ini diikuti oleh siswa- siswi sekolah menengah yang ada di kota Tanjungpinang dan kabupaten Bintan. Evaluasi dilakukan melalui metode observasi secara langsung kepada siswa-siswi yang telah mengikuti kegiatan ini. Observasi bertujuan untuk melihat keterlibatan siswa dalam aksi peduli lingkungan yaitu pada kegiatan menanam bibit mangrove yang diikuti oleh siswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan berjalan dengan baik dan siswa-siswa terlibat secara aktif dalam aksi penanaman sebagai bentuk sikap peduli lingkungan. Mulai dari kegiatan seminar konservasi kemudian dilanjutkan pada aksi penanaman mangrove secara langsung siswa menunjukkan ketertarikan dengan terlibat dalam proses pengambilan bibit, penancapan pancang serta penanaman bibit mangrove.
A B S T R A KPembelajaran menjadi aspek yang sangat menentukan dalam penilaian adiwiyata. Namun, merancang pembelajaran terintegrasi adiwiyata masih menjadi kendala bagi guru. Sehingga sebagian besar sekolah tidak dapat mencapai batas minimum untuk lolos menjadi sekolah adiwiyata baik tingkat kota, provinsi, maupun nasional. Selain lemah dalam merancang pembelajaran berupa RPP, guru juga kurang mampu mengangkat isu lokal. Sedangkan sekolah adiwiyata di Tanjungpinang baru mencapai tidak lebih dari 20%. Peningkatan kemampuan guru Tanjungpinang dalam menyusun RPP terintegrasi adiwiyata yang berbasis kearifan lokal mutlak diperlukan agar sekolah adiwiyata di Tanjungpinang semakin meningkat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) ini dilakukan bagi guru-guru calon sekolah adiwiyata tingkat kota, sekolah adiwiyata tingkat kota, dan sekolah adiwiyata tingkat provinsi di Tanjungpinang. Kegiatan dilakukan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan penyusunan RPP. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan menyusun RPP terintegrasi adiwiyata berbasis isu-isu kritis lokal bagi guru-guru di Kota Tanjungpinang. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk pelatihan tatap muka dan daring mulai tanggal 10-17 Oktober 2018. Evaluasi dilakukan dengan teknik observasi, unjuk kinerja, serta pretes dan postes. Observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan. Hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan PKM bagi guru-guru terlaksana dengan baik. Guru-guru antusias dan terlibat aktif dalam mengikuti kegiatan. Hasil unjuk kinerja berupa penyusunan RPP Adiwiyata, menunjukkan bahwa 83% guru sudah mampu meningkatkan kemampuannya dalam menyusun RPP. Berdasarkan hasil analisis pretes-postes menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan guru dalam menyusun RPP Adiwiyata. RPP yang digunakan oleh sekolah adiwiyata sebenarnya sama dengan RPP sesuai regulasi kurikulum Kemendiknas, karena regulasi kurikulum sudah memuat pelestarian lingkungan. Dengan demikian tidak ada istilah khusus untuk RPP dan kurikulum sekolah yang melaksanakan adiwiyata..
Inquiry enables the student to learn through many activities that can improve student attitudes, processes, and thinking skills. Inquiry learning helps students develop their ability to solve the problem, think critically and reflectively. Applying inquiry-based activities in laboratory courses is one way to prompt the student-centered learning in general biology courses. The research aimed to develop a valid and practical inquiry-based laboratory manual for biology education students. This study used the ADDIE model to develop the product, the stages involve analysis, design, development, implementation, and evaluation. The implementation was conducted on 30 biology education students who take general biology courses. The data were collected by the validation sheet and questionnaire of student responses. The inquiry-based laboratory manual that has been developed gets a very decent category as a validation result. Practical of inquiry-based laboratory manual obtained from student response and it got a very practical category. The product is expected able to guide the student to do an inquiry process in laboratory activities.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.