AbstrakSeni pewayangan telah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage Humanity. Dan wayang kulit purwa sebagai salah satu jenis pertunjukan wayang muncul sebagai primadona yang paling hegemonic, mendapatkan perhatian sangat luas dari berbagai kalangan nasional maupun internasional, dan mampu bertahan hingga masa sekarang. Sehingga ada anggapan bahwa the real wayang adalah wayang kulit purwa. Globalisasi, komersialisasi, dan perkembangan teknologi komunikasi budaya populer sangat mempengaruhi perkembangan pertunjukan wayang kulit purwa ataupun wayang-wayang lainnya. Kemampuan adaptif yang kreatif sangatlah diperlukan dari segenap stake holders seni pewayangan agar dapat tetap lestari pada masa yang akan datang.Kata kunci: Wayang kulit purwa, hegemoni, komersialisasi. Abstract The art of shadow puppets or wayang has been established as a Masterpiece of Oral and Intangible PendahuluanKetika Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan kumpulan dari puncak-puncak kebudayaan daerah, salah satu puncak itu pastilah seni pertunjukan wayang. Wayang adalah ikon terpenting dari apa yang dibayangkan dan dibanggakan sebagai produk budaya adiluhung Jawa yang tentunya menjadi ikon terpenting pula bagi representasi ekspresi budaya nasional Indonesia sebab dalam peta demografis Indonesia, etnis Jawa menjadi etnis dominan yang paling hegemonik sebagai pemegang otoritas tafsir budaya dari Indonesia (sebuah komunitas anggitan yang tidak pernah selesai mencari format dan bentuknya sebagai suatu bangsa). Hegemoni seni pewayangan sebagai produk kreativitas budaya paling "dibya" dari keindahan, kecanggihan, dan keadiluhungan Jawa, pada sisi lainnya dapat berakibat terjadinya pemasungan, pembekuan, ataupun pengkerdilan secara involutif kebudayaan Jawa itu sendiri. Sebagai suatu paradok nyaris selama 11 abad masyarakat Jawa hidup, bangga, dan besar dengan wayang, tetapi nyaris mati, beku, dan habis dengan wayang karena nyaris tanpa satu pun produk kreativitas budaya yang mampu dihasilkan yang dapat menyamai atau menandingi kebesaran wayang. Kebanggaan semu itu terus dipelihara, dipertahankan, dilestarikan sejak masa kolonial sampai masa pasca kolonial tanpa ada suatu keberanian yang berarti untuk mendekonstruksi, mensubversi, merekreasi atau melakukan penjelajahan kreatif yang lebih mengakar dan mendalam untuk lepas dari kungkungan hegemoni wayang. Seolah-olah tanpa wayang kita
A puppet as a creative art is often interpreted narrowly only in the art of wayang purwa performances which is in the evolutionary span for the centuries has shown as its most adaptive ability. Hegemony of a puppet, as one of Javanese's most valuable cultural creativities, on the other hand, has a negative impact on the evolution of Javanese culture itself. The process of wayang refi nement, as a classical art in the exclusive of cultural sites of the palace, at the same time, faced challenges from the outside which has brought the puppet as a popular cultural product categorized as 'kitch' which was considered merely as invaluable art. The emergence of contemporary puppet works from Indonesian artists signifi es the development of movement in the eff ort to interpret, explore, and develop traditional puppets entering the wider fi eld of arts so that the puppet does not become a static art.
The focuses of this research are the visual style reconstruction of cigarette advertisements published in magazines during the colonial era of the Dutch East Indies and the expressions of lifestyle recorded in them. This study examines the visualization and visual style of cigarette advertisements published in magazines in Indonesia from 1925 to 2000. This study also aims to reconstruct the lifestyle in the visual representation of cigarette advertisements as a reflection of the process of social change in Indonesian society during the colonial to the post-colonial period (1925 - 2000). This research employed descriptive analytical methodology, with the main theory of the social history of Art and David Chaney’s lifestyle theory. The visual style of Oriental Modern Eclecticism captures the Indies’ hybrid lifestyle expression, namely: a pseudo-modernity lifestyle as a result of the integration among the colonized communities which were spread across the Dutch East Indies (1925-1942). The cigarette advertisements of that era presented an imaginary world that depicted the harmonious social interactions of various social layers which is contrary to the social reality of the segregated colonial life.
The Earth Day is commemorated every April 22nd to remind the importance of environmental protection. The environment that sustains our lives is getting weary over time. A group of filmmakers compiled a video clip consisting of environmental destruction events. This video clip is used as the background of a song entitled Circle of Worry. The purpose of this song clip production is to campaign for environmental protection. The video clip was made using creative collaboration method. The video was then distributed through social media and online platforms to reach broader audience, especially the younger generation. Through this media, it is hoped that the younger generation’s attention and awareness will emerge to better protect their environment.
Pandemi covid 19 memberi dampak bagi semua aspek termasuk bidang Usaha Mikro, termasuk penjualan menurun,permodalan, pesanan menurun. Dari sisi supply banyak UMKM mengalami pengurangan aktivitas dikarenakan adanya kebijakan pembatasan interaksi sosial yang berujung pada terhentinya proses produksi. Dari sisi demand, berkurangnya permintaan atas barang yang dijual mengakibatkan banyak yang tidak mendapatkan keuntungan. Terganggunya usaha mikro akan berakibat pada masyarakat pemilik usaha rumahan, mengalami kehilangan pendapatan.Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan bentuk ekosistem digital, digitalisasi dilakukan dengan melakukan proses pemasaran secara online. Tujuan kegiatan ini memberi pelatihan dan pendampingan dalam strategi visual branding dengan membuat logo, merek, kemasan membuat promosi melalui Instagram untuk Geblek Yu lastri. Metode yang digunakan adalah pelatihan serta pendampingan dengan pendekatan partisipatif dan kolaboratif dalam pengembangan inovasi pemilik Geblek. Kedua, memberikan pengarahan, bimbingan dan pembinaan kepada pemilik usaha Geblek agar bisa dikembangkan secara lebih professional. Misalnya dalam hal standarisasi mutu, kualitas dan higienitas produk. Hasil dari kegiatan PKM CSR ini adanya kemasan, logo serta desain instagram untuk Geblek Yu lastri. Hasil dari kegiatan PKM CSR ini meningkatkan jumlah penjualan geblek mentah siap goreng Yu lastri menjadi 10 bungkus/ hari, menjadi lebih dikenal di masyarakat sekitar dan bisa memasarkan secara online, serta memperluas pemasaran di daerah Kab Kulon Progo, Yogyakarta . Dampak Digital sosial media yang dilakukan dengan membuat visual branding Geblek Yu Lastri dan sudah membuat promosi untuk diposting di Instagram. Promosi yang dilakukan melalui Media Sosial, sebagai makanan khas tradisional dan sebagai Oleh-oleh Khas Kab.Kulon Progo bisa bertahan untuk dipasarkan. Hasil evaluasi dari pengabdian masyarakat ini,membuat pemilik usaha geblek Yulastri bisa mempromosikan produknya melalui media sosial instagram maupun Whatsapp, untuk mendukung pemasaran online.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.