Spontaneous retrobulbar hemorrhage is a rare yet vision-threatening condition. We reported a 5-month-old male infant with sudden onset of left eye proptosis with no prior history of getting vitamin K injection after birth. Head computed tomography scan revealed retrobulbar and intracranial hemorrhages. Laboratory results showed anemia, prolonged prothrombin and activated partial thromboplastin time, supporting the diagnosis of vitamin K deficiency bleeding. After the bleeding and clotting profile were stabilized, lateral canthotomy and cantholysis; and drainage following orbital decompression were successfully performed, yielded in a completely resolved proptosis. The right timing for surgery with the goal of releasing intraorbital pressure represent the merit of this paper. Our case also led to a crucial emphasis on vitamin K prophylaxis at birth.

No abstract

Objective: Leprosy is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium leprae, which has a high incidence of ocular involvement. Due to the need for good vision for leprosy patients, visual acuity becomes an essential early screening examination. The Snellen Chart has been commonly employed as the standard for measuring visual acuity. Nevertheless, it is immobile and time-consuming. A smartphone-based application, Portable Eye Examination Kit (Peek Acuity), is already known to be

Miopia adalah kelainan refraksi dengan prevalensi kasus tertinggi secara global terutama pada anak usia sekolah. Dalam jangka panjang, miopia dapat meningkatkan risiko gangguan visus permanen dan mempengaruhi kualitas hidup anak di masa dewasa sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Selama pandemi COVID-19, pemerintah telah menetapkan pembatasan kegiatan masyarakat, salah satunya dengan memberlakukan kebijakan belajar dari rumah bagi anak usia sekolah. Kegiatan belajar dari rumah tentu akan meningkatkan penggunaan gawai pada anak serta mengurangi pajanan anak terhadap sinar matahari alami sehingga berkaitan erat dengan peningkatan kasus miopia. Padahal, lamanya anak melakukan aktivitas di luar rumah berperan dalam membatasi pertambahan elongasi aksial bola mata dan perubahan miopia dalam refraksi. Sebaliknya, aktivitas jarak dekat serta paparan terhadap gawai secara intens dapat meningkatkan kondisi asthenopia dan berisiko menimbulkan ledakan kasus miopia. Masalah ini dapat menambah beban peningkatan kasus miopia terutama di dalam masa pandemi COVID-19 yang belum dapat diketahui akhirnya. Oleh karena itu, diperlukan langkah pencegahan miopia selama masa pandemi yang tepat dan efektif. Hal tersebut menjadi fokus pembahasan telaah pustaka ini. Para orang tua, guru, tenaga kesehatan dan pemerintah harus bersama-sama mempromosikan gaya hidup sehat serta mewujudkan upaya pencegahan miopia pada anak usia sekolah.