Studi Intertekstual merupakan bagian dari pembelajaran Hermeunetik yang berusaha mengungkap hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Salah satu bentuk teks yang memuat hubungan intertekstual adalah pemakaian bagia Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru berupa kutipan. Seringkali penafsir hanya memperhatikan konteks Perjanjian Baru tanpa memperhatikan maksud penulis Perjanjian Lama. Penting bagi para penafsir kutipan PL dalam PB memahami teknik tafsir kutipan PL dalam PB agar tafsiran sesuai dengan maksud asli penulis.
Para penulis Injil mengonfirmasi materi perumpamaan dan menyusunnya dalam sebuah historiografi. Para penulis telah memiliki motif khusus dalam memilih materi perumpamaan untuk mendukung tema utama yang mereka tetapkan dalam historigrafinya. Kecenderungan yang dilakukan oleh penafsir adalah memisahkan materi perumpamaan dari kesatuan materi. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpaduan ajaran dari perumpamaan. Penelitian yang mengabaikan aspek bentuk akhir kitab menyulitkan penafsir menemukan nilai teologis yang ditetapkan. Meskipun telah muncul tafsir alegoris yang berkembang sejak abad permulaan, namun model itu tidak cukup relevan digunakan dalam konteks hermeneutik yang komprehensif. Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan tiga aspek penting. Pertama, analisis motif penulis. Kedua, analisis pendengar mula-mula. Ketiga, analisis terhadap respons pembaca yang diharapkan. Dengan demikian, penafsir dapat menemukan makna teologis perumpamaan Yesus yang alkitabiah serta mendorong pembaca menentukan sikap yang sesuai dengan harapan penulis kitab. Para penulis Injil memanfaatkan perumpamaan untuk meneguhkan makna teologis dalam kitabnya.The Gospel writers confirmed the parable material and arranged it in historiography. The writers have a special motive in choosing parable material to support the main theme they set in their historiography. The tendency of the interpreter is to separate the material of the parable from the unity of the material. This has the potential to cause dissonance in the teachings of the parable. Research that ignores aspects of the final form of the book makes it difficult for the interpreter to find the theological value assigned. Although there have been allegorical interpretations that have developed since the early centuries, the model is not relevant enough to be used in a comprehensive hermeneutical context. This research was conducted by observing three important aspects. First, an analysis of the author's motives. Second, analyze the initial audience. Third, analysis of the expected response of readers. Thus, the interpreter can find the theological meaning of the biblical parable of Jesus and encourage the reader to take an attitude that is by the expectations of the author of the book. The Gospel writers used parables to confirm the theological meaning of their books.
Studi tentang perumpamaan dalam Injil Sinoptik merupakan proses yang rumit. Matius 21:33-44 telah menyatakan suatu perumpamaan yang berpotensi membiaskan pemahaman para pembacanya. Tidak adanya penjelasan penulis terhadap makna perumpamaan menjadikan para pembacanya memahami perumpamaan tersebut secara berbeda, tergantung pada sudut pandang pembaca. Perumpamaan tersebut juga telah menimbulkan perdebatan pada kalangan sarjana Perjanjian Baru. Bahkan para sarjana injili pun tidak menemukan kesepakatan terkait pemaknaan perumpamaan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menemukan suatu rumusan makna teologis yang komprehensif dari perumpamaan yang telah dicatatkan dalam Matius 21:33-44. Tulisan ini memaparkan tiga analisis yang relevan dalam memahami perumpamaan tentang penggarap kebun anggur. Analisis latar belakang sejarah, analisis materi dan analisis teologi merupakan pendekatan yang relevan dalam menjembatani pemahaman antara penerima ajaran perumpamaan mula-mula dengan orang kristen abad pertama. Perumpamaan tentang penggarap kebun anggur tidak dapat ditafsirkan secara alegoris melainkan dengan mempertimbangkan konteks pengkompilasian materi. Selain memberikan makna kristologis yang kuat, perumpamaan ini merupakan argumentasi apologetis Matius untuk mengoreksi kesalahan orang Yahudi menolak Yesus serta meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Mesias yang telah dijanjikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama.The study of parables in the Synoptic Gospels is a complex process. Matthew 21:33-44 has stated a parable that has the potential to distort the understanding of its readers. The absence of the author's explanation of the meaning of the parable makes the readers understand the parable differently, depending on the reader's point of view. The parable has also generated debate among New Testament scholars. Even evangelical scholars have found no agreement on the meaning of the parable. The purpose of this study is to find a comprehensive theological meaning formulation of the parable that has been recorded in Matthew 21:33-44. This paper presents three analyzes that are relevant in understanding the parable of the vineyard cultivators. Historical background analysis, material analysis and theological analysis are relevant approaches in bridging understanding between the early recipients of parable teachings and the first century Christians. The parable of the cultivators of the vineyard cannot be interpreted allegorically but in light of the context in which the material is compiled. Apart from providing a strong Christological meaning, this parable is Matthew's apologetic argument to correct the mistake of the Jews in rejecting Jesus and to convince his readers that Jesus is the Messiah that God has promised in the Old Testament.
Romans 11:25-27 is part of the New Testament which is quite difficult to interpret. Many debates have arisen from biblical scholars in interpreting this passage. Theological pre-assumptions can divert the interpretation of the text. The systematic theological approach can lead the interpreter's understanding not intended by the author of the book. Biblical theology must be produced through an interpretive process that pays attention to the elements of biblical texts. In interpreting Romans 11:25-27, an interpreter needs to pay attention to textual, contextual, intertextual and theological elements. Thus Romans 11:25-27 is not interpreted in the lens of systematic theology (soteriology, ecclesiology and eschatology), but pays attention to the text and the final format of the book. Thus, there is no need to continue the debate on predestination and the nature of the church in relation to Israel in both a pastoral and academic context. Understanding Romans 11:25-27 makes believers active in preaching the gospel to implement God's great plan for the church and Israel. Ultimately, God is glorified by the two communities that God has chosen.
The event of the crucifixion of Jesus Christ has caused controversy for some circles. For Christians, this event marks a major change in human life in obtaining eternal life. For non-religious historians, these events are ordinary events that do not have any meaning in history. But they admit that the crucifixion of Jesus is considered a major event for mankind. His example influences mankind to become civilized human beings. In addition, there are some people who do not believe that the crucifixion of Jesus is a factual event and can be trusted. The assumption is, Jesus was released from the punishment of the cross and went to other areas to preach the gospel. Although the latter opinion is not supported by valid data and has received opposition from Christian historians and theologians, it is still believed by several groups of people. This study seeks to assess historical facts about the crucifixion of Jesus Christ from a historical and theological perspective so that the validity of the events of Jesus' death cannot be doubted and increases Christian belief in the event not only at the faith level, but also at the academic level. The author will present historical data from leading historians and literary analysis of the Gospel of John 11:1-12:36 to find the historical factuality of the crucifixion of Jesus and the theological meaning behind the event. In his study, the author will compare the opinions of historians who lived close to the time of Jesus and John as narrators and witnesses of the death of Jesus. Finally, readers can believe in the factuality and history of Jesus' crucifixion which is interpreted as a glory for the Son of God and has an impact on the lives of believers.AbstrakPeristiwa penyaliban Yesus Kristus telah menimbulkan kontroversi bagi beberapa kalangan. Bagi orang Kristen, peristiwa tersebut menandai perubahan besar dalam kehidupan manusia dalam memperoleh kehidupan kekal. Bagi sejarahwan non keagamaan, peristiwa tersebut merupakan peristiwa biasa yang tidak memiliki makna apapun dalam sejarah. Tetapi mereka mengakui bahwa peristiwa penyaliban Yesus dianggap sebagai peristiwa besar bagi umat manusia. Keteladan-Nya memberikan pengaruh bagi umat manusia agar menjadi manusia yang beradap. Selain itu, ada beberapa kalangan yang tidak meyakini peristiwa penyaliban Yesus sebagai peristiwa yang faktual dan dapat dipercayai kebenarannya. Asumsinya, Yesus dilepaskan dari hukuman salib dan pergi ke daerah lainnya untuk memberitakan injil. Meskipun pendapat terakhir tersebut tidak didukung dengan data-data yang valid dan memperoleh pertentangan dari sejarahwan dan teolog Kristen, namun pendapat tersebut masih diyakini oleh beberapa kelompok orang. Penelitian ini berusaha untuk menilai fakta sejarah tentang penyaliban Yesus Kristus dari perspektif sejarah dan teologi sehingga validitas peristiwa kematian Yesus tidak dapat diragukan dan meningkatkan keyakinan orang Kristen terhadap peristiwa itu bukan saja pada tingkat iman, melainkan juga pada tingkat akademis. Penulis akan memaparkan data-data sejarah dari sejarahwan terkemuka dan analisis sastra Injil Yohanes 11:1-12:36 untuk menemukan faktualitas sejarah penyaliban Yesus dan makna teologis di balik peristiwa tersebut. Dalam kajiannya, penulis akan membadingkan pendapat sejarawan yang hidup dekat dengan masa Yesus dan Yohanes sebagai narator dan saksi peristiwa kematian Yesus. Akhirnya, pembaca dapat meyakini faktualitas dan historitas penyaliban Yesus yang dimaknai sebagai kemuliaan bagi Anak Allah dan berdampak pada kehidupan orang percaya.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.