Pemisahan unsur radioaktif dan logam tanah jarang yang dilakukan di PLUTHO menghasilkan limbah yang masih mengandung torium dan uranium. Limbah yang dihasilkan memerlukan pengolahan lanjutan agar ramah lingkungan. Tujuan penelitian adalah menurunkan kadar torium dan radioaktivitas dalam limbah cair proses pengolahan monasit pilot plant PLUTHO menggunakan koagulan fero sulfat. Pilot Plant PLUTHO merupakan suatu fasilitas yang didirikan untuk untuk memisahkan uranium, torium, dan logam tanah jarang (LTJ) dari mineral monasit dan mineral lainnya dalam skala pilot. Perlakuan variasi yang dilakukan pada penelitian adalah dosis koagulan dan pH. Pengukuran kadar torium dilakukan dengan metode Spektrofotometer UV-Vis, sedangkan pengukuran radioaktivitas dilakukan dengan alat ukur radiasi Ludlum Model 1000 Scaler. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum koagulasi pada pH 8,0 dengan dosis koagulan FeSO4 225 mg/L yang dapat menurunkan kadar torium sebesar 45,20 % dan menurunkan radioaktivitas sebesar 100 % dari kadar torium dan radioaktivitas awal yaitu 0,73 mg/L dan 1,35 Bq/g. The separation of radioactive and rare earth mineral carried out in PLUTHO produces waste that still contains thorium and uranium. The resulting waste requires further processing to be environmentally friendly. The purpose of study is to reduce thorium content and radioactivity in liquid waste of PLUTHO monazite treatment process using ferro sulphate coagulant. PLUTHO Pilot Plant is one of facility that built to dissociate uranium, thorium and light rare earth from mineral of monazite. Variations of treatments applied in the research are coagulant dosage and pH. Thorium content is measured by Spectrophotometer UV-Vis method, whereas radioactivity is measured by radiation counting meter Ludlum Model 1000 Scaler. The result shows that the optimum condition of coagulation is in pH 8,0 with concentration of ferro sulphate 225 mg/L which may reduce thorium content up to 45,20 % and reduce radioactivity to 100 % out of its initial thorium content and radioactivity as much as 0,73 mg/L and 1,35 Bq/g, respectively.
ABSTRAK Limbah torium (Th) merupakan limbah radioaktif pemancar alfa yang berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah yang efektif dengan fitoremediasi. Fitoremediasi adalah kemampuan tumbuhan untuk mengurangi bahan pencemar yang ada dalam lingkungan. Tujuan penelitian adalah menguji kemampuan tumbuhan kayu apu dalam menurunkan kadar Th dari limbah yang terkontaminasi Th. Kadar Th pada tumbuhan kayu apu dan limbah cair dianalisis dengan Spektrofotometer UV-VIS sementara radioaktivitasnya diukur dengan Ludlum Model 1000 Scaler. Parameter terjadinya fitoremediasi antara lain kondisi fisik tumbuhan yang menurun, pH limbah yang mendekati netral, dan suhu yang fluktuatif mengikuti suhu lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan biomassa tumbuhan kayu apu mengalami penurunan setelah fitoremediasi menjadi 96,2% dengan efisiensi remediasi sebesar 97,4% dari konsentrasi awal limbah radioaktif cair Th sebesar 10 ppm. Hal ini disebabkan karena terjadinya penyerapan Th sehingga mengakibatkan akumulasi Th pada tumbuhan kayu apu sebesar 4069,4 mg/kg. Tumbuhan kayu apu juga mampu menurunkan radioaktivitas limbah cair Th menjadi 0,631 Bq/L dari radioaktivitas awal sebesar 2,819 Bq/L. Tingkat radioaktivitas sudah di bawah Tingkat Klierens dan limbah dapat dilepas ke lingkungan dengan aman.ABSTRACT Thorium (Th) waste is an alpha-emitting radioactive waste that is harmful to the environment and living things so it is necessary to treat the waste effectively with phytoremediation. Phytoremediation is a plant ability to reduce pollutants presence in the environment. This research aim is examining apu wood plant ability to reduce Th contents from Th-contaminated waste. The UV-VIS spectrophotometer analysed Th level in apu wood plant and liquid waste while the Ludlum Model 1000 Scaler measured their radioactivity. The parameters for phytoremediation occurrence include the decreasing physical condition of the plants, the pH of the waste that is close to neutral, and the temperature that fluctuates with the ambient temperature. The results showed that the plant biomass of apu wood decreased after phytoremediation to 96.2% with a remediation efficiency of 97.4% from the initial concentration of Th liquid radioactive waste of 10 ppm. This is due to thorium absorption resulting in thorium accumulation in apu wood plants of 4,069.4 mg/kg. Apu wood was also able to reduce Th liquid waste radioactivity to 0.631 Bq/L from the initial radioactivity of 2.819 Bq/L. The radioactivity level is below the Klierens Level and it is safe to release the waste into the environment.
ABSTRAK Dampak dari pemisahan logam tanah jarang pada monasit adalah limbah cair yang mengandung unsur radioaktif torium yang berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup. Metode standar dalam pemisahan torium dari limbah cair adalah dengan menggunakan resin penukar anion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis resin penukar anion, massa resin, dan waktu kontak yang optimum untuk menurunkan kadar torium dalam limbah cair monasit. Hasil menunjukkan bahwa laju penukaran optimum terjadi pada resin Amberlite IRA402 dengan waktu kontak 60 menit dan massa 1 gram yaitu sebesar 57,7%. Sementara itu, pada resin Tulsion A23, laju penukaran optimum sebesar 50,7% terjadi pada waktu kontak 50 menit dan massa resin 1 gram. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada variasi jenis resin dan waktu kontak yang menunjukkan nilai signifikan >0,05. Pada waktu yang sama, terdapat perbedaan nyata pada variasi massa resin dengan hasil nilai signifikan <0,05. Uji Duncan menyatakan massa resin kecil (0,25 dan 0,5 gram) cocok untuk Tulsion A23 dan massa resin besar (0,75 dan1 gram) cocok untuk resin Amberlite IRA402.ABSTRACT The effect of separating rare earths from monazite is wastewater containing the radioactive element thorium which is harmful to the environment and living things. A standard method of separating thorium from wastewater is with anion-exchange resin. This study determines the optimum type of anion-exchange resin, resin weight, and contact time to reduce thorium levels in monazite wastewater. The results showed that the optimum exchange rate that occurred in Amberlite IRA402 resin is 57.7%, at 60 minutes and 1 gram. Meanwhile, the optimum exchange rate for Tulsion A23 resin is 50.7%, at 50 minutes and 1 gram. The statistical test showed that there was no significant difference in the resin type and contact time variation, which showed a considerable value >0.05. At the same time there was a substantial difference in resin mass variation with a significant value <0.05. The Duncan test stated that lighter resin masses (0.25 and 0.5 gram) are suitable for Tulsion A23 and heavier resin masses (0.75 and 1 gram) are ideal for Amberlite IRA402.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.