Salah satu tugas perkembangan yang penting pada saat anak memasuki usia sekolah adalah membangun hubungan yang lebih dekat dengan teman sebaya. Anak yang mengalami kesulitan menjalin hubungan teman sebaya mengarah pada berbagai masalah emosi dan perilaku. Salah satu kunci untuk dapat membangun hubungan teman sebaya yang baik adalah memiliki keterampilan sosial. Defisit dalam keterampilan sosial berdampak negatif terhadap fungsi sosial, emosional, dan akademik anak. Social Skill Training (SST) merupakan intervensi yang mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalin interaksi sosial. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan sosial pada anak usia sekolah dengan menggunakan SST. Penelitian ini menggunakan single-subject study dengan pre-test dan post-test yang diterapkan pada seorang partisipan berusia 9 tahun 10 bulan yang dikeluhkan mengalami kesulitan membangun hubungan pertemanan di sekolah. Ia menunjukkan defisit dalam tiga komponen keterampilan sosial, yaitu memberikan dan menerima pujian, melakukan percakapan, dan menunjukkan empati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SST terbukti berhasil dalam meningkatkan keterampilan sosial pada ketiga komponen tersebut. Peningkatan keterampilan sosial sejalan dengan kemampuan menjalin hubungan teman sebaya yang lebih dekat dengan teman di sekolah. Pengukuran yang dilakukan tiga minggu setelah intervensi menunjukkan bahwa peningkatan tersebut dapat diterapkan dan digeneralisasikan dalam situasi kehidupan sehari-hari.
Mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Tidak sedikit mahasiswa yang berada dalam kondisi tertekan, sehingga dibutuhkan hardiness untuk dapat bertahan dalam situasi penuh tekanan. Hardiness adalah suatu karakteristik yang terdiri dari komitmen, kontrol, dan tantangan yang mempunyai fungsi dan strategi untuk dapat beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi keadaan stres. Salah satu faktor yang mempengaruhi hardiness adalah strategi koping dengan implementasinya yaitu religiositas. Adanya hubungan spiritual dengan orang lain dan mengakui campur tangan Tuhan, akan membantu dalam mengendalikan dan mengarahkan diri dalam mengatasi permasalahan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara religiositas dengan hardiness pada mahasiswa Katolik tingkat akhir di Surabaya. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 91 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu accidental sampling. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Hardiness dan skala Religiositas. Hasil analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment menghasilkan r=0,555 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan positif antara religiositas dan hardiness pada mahasiswa Katolik tingkat akhir di Surabaya. Semakin tinggi religiositas pada diri seseorang maka semakin tinggi pula hardiness seseorang dan begitu pula sebaliknya.
Remaja di Kelurahan Wedoro, Sidoarjo sebagaimana remaja lainnya menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya. Bila mereka tidak bisa mengatasi masalah maka mereka dapat menjadi stres dan menurunkan kualitas hidupnya. Guna membantu para remaja tersebut agar memiliki bekal bagaimana menghadapi masalah dan meningkatkan kualitas hidupnya maka dirancang sebuah program webinar sebagai sarana sharing pengetahuan bagaimana meningkatkan kualitas hidup. Melalui webinar ini individu diajak untuk melihat sisi positif dalam dirinya. Dengan demikian, individu akan melihat bahwa dirinya kuat dan mampu menghadapi segala tantangan atau masalah atau kejadian negatif yang datang padanya. Individu tidak lagi rentan terhadap depresi. Indvidu akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Program ini dilaksanakan pada tanggal 23 April 2022. Kegiatan ini dilaksanan secara daring yaitu via zoom Kegiatan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam berlangsung dengan baik. Hasil pre test dan post test menunjukkan peningkatan skor rata-rata peserta mengenai kualitas hidup.
Access to social media can encourage adolescents to make social comparisons, causing psychological distress. There are two emotion regulation strategies, namely cognitive reappraisal and expressive suppression. The cognitive reappraisal strategy weakens the relationship between social comparison on social media and psychological distress, while the expressive suppression strategy strengthens it. This study aimed to examine the role of emotion regulation as the moderating variable between social comparison and psychological distress. This study involved 562 participants aged 12-18 years in Indonesia. This study used Hopkins Symptoms Checklist-10 (HCL-10) to measure psychological distress in adolescents, Iowa-Netherlands Comparison Orientation Measure (INCOM), and the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ). The data underwent simple moderation analysis. The result showed that expressive suppression significantly predicted psychological distress in adolescents. However, cognitive reappraisal and expressive suppression were not proven as moderating variables in the relationship between social comparison and psychological distress (β = -.000, SE = .000, p > 0.05). Emotion regulation did not reduce psychological distress in adolescents, so emotion regulation was not proven to be able to act as a moderating variable. However, adolescents tend to compare themselves to social media to be vulnerable to psychological distress.
The current study aims to examine the effectiveness of functional communication training to increase asking behavior by exchanging pictures for children with an autism spectrum disorder. The participant in this study is a 6-years old girl with a diagnosis of Autism Spectrum Disorder with Intellectual Impairment. This study uses a single-subject design consisting of A-B-A phases. Functional communication training is implemented using the most-to-least prompting technique which is divided into 8 sessions. The result depicts that 84% of participants increase their ability to perform requesting behavior by exchanging pictures of the trials given. Furthermore, after the implementation of functional communication training, there is an increase in the frequency of requesting behavior by exchanging pictures at post-test (average 74%) and at follow-up (average 82%). Implications of this study indicate the importance of considering the function of problem behavior in training the appropriate communicative responses for children with an autism spectrum disorder.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.