Abstrak. Sulitnya mencari literatur bahasa asing di perpustakaan menjadi masalah bagi mahasiswa departemen bahasa asing dalam memenuhi kebutuhan informasi akademiknya. Tujuan dilakukannya penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui perilaku pencarian informasi mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa Asing Universitas Pendidikan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui informasi apa yang diperlukan mahasiswa Departemen Pendidikan Bahsa Asing (DPBA), (2) untuk mengetahui asal sumber informasi mahasiswa DPBA, (3) untuk mengetahui perilaku pencarian informasi mahasiswa DPBA, dan (4) untuk mengetahui hambatan yang timbul dalam melakukan pencarian informasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan model studi kasus. Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Informan dalam penelitian ini adalah 12 mahasiswa dari enam departemen bahasa asing yang berbeda yakni Departemen Pendidikan Bahasa Arab, Departemen Pendidikan Bahasa Jepang, Departemen Pendidikan Bahasa Jerman, Departemen Pendidikan Bahasa Perancis, Departemen Pendidikan Bahasa Korea, dan Departemen Pendidikan Bahasa Inggris. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa membutuhkan informasi berupa buku penunjang seperti buku teks, modul, video, dan rekaman, literatur mengenai kebudayaan, kesusastraan, dan tata bahasa. Sumber informasi yang digunakan mahasiswa adalah ruang baca, buku, internet, dan sumber manusia. Kemudian, perilaku pencarian informasi mahasiswa adalah dengan starting, chaining, browsing, differentiating, extracting, verifying, dan ending, serta hambatan internal dan eksternal yang dialami mahasiswa.
AbstrakPlagiarisme secara “tak sengaja” bisa terjadi hanya karena “lupa” menyitat. Isi sebuah paragraf bisa tampil sama sekali berbeda dalam hal penggunaan kata tetapi masih bermakna sama (stylish plagiarism) untuk mengantarkan seseorang masuk ke kategori plagiaris. Pada peradaban kuno Yunani, banyak master piece dijiplak begitu saja tanpa sanksi berarti. Di daratan Eropa pada tahun 1601 dikenal isitilah plagiarius yang dijulukkan kepada kegiatan melakukan praktik plagiarisme. Sementara sekarang, 412 tahun kemudian, di kalangan Mahasiswa sangat populer istilah “kopas” atau kopi paste (copy and paste) untuk menyiasati menumpuknya tugas dari Dosen untuk mata kuliah tertentu. Terlepas dari ancaman hukuman yang diberlakukan, plagiarism tetap terus berkibar. Sebesar 40% staf pengajar di Jerman terlibat skandal plagiarism. Sebesar 70% Mahasiswa di Amerika Serikat menjiplak karya orang lain untuk penyelesaian tugas-tugas (THA –Take Home Assignment) yang sarat dibebankan Dosen. Karena ada kesamaan antara plagiarisme dengan korupsi, maka harus ada pemberantasannya. Salah satu garda terdepan yang handal untuk menyudahi praktik plagiarism adalah Pustakawan. Sebagai professional, Pustakawan mengagungkan nilai kejujuran (academic honesty). Pustakawan sudah saatnya diberi peran yang lebih dari porsi yang sekarang didapat. Berkeahlian didalam literasi informasi melalui liaison, Pustakawan perlu diberi peran yang strategis agar dapat membantu staf pengajar dalam menyediakan segala bentuk sumber informasi melalui web dan menyediakan software pendeteksi plagiarisme untuk meneliti keaslian karya tulis ilmiah Mahasiswa yang ditengarai sebagai bukan hasil karya sendiri. Peran baru Pustakawan di era keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi dimana informasi tersedia dengan bebas di dunia maya dan dengan mudah di”kopas”, sudah selayaknya diberikan oleh pihak universitas. Pustakawan sebagai pemeran yang berdiri di garda terdepan dalam penyediaan dan pelayanan jasa informasi dapat bersumbangsih besar didalam dunia akademik karena Pustakawan adalah kaum profesional yang berdiri netral dan tidak pernah mempunyai kepentingan apapun selain memberikan pengabdian yang terbaik dalam dunia pendidikan, yang salah satunya, dengan turut serta aktif dalam menyudahi plagiarism dalam segala bentuk dan gayanya. Kata Kunci : Plagiarism, Mahasiswa, Pustakawan, Kejujuran. Abstract Plagiarism done “unintentionally” might take place because of “being unaware” to cite. Content of a paragraph can be perfectly different in terms of the wording used yet still remains the same in meaning (stylish plagiarism) to lead someone to a category of a plagiarist. In the era of ancient Greece, there were a bunch of Master Piece being plagiarized without any significant sanctions. Throughout Europe in the year of 1601 was spread out a term of plagiarius labeled to a practice of plagiarism. Today, though, 412 years afterwards, students are familiarized with the term “kopas” or kopi paste (copy and paste) to ameliorate abundant of take-home assignments (THA) to be written by the instruction of lecturers from certain courses. Aside from the penalty imposed, plagiarism flourishes. As much as 40 percent faculty members in Germany were involved in the scandal of plagiarism. Even more impressive was some facts that 70% students in the United States of America copy someone else’s work to produce THAs as required by faculty members. For the reason that plagiarism is considered equal to corruption to some extent, an act of elimination must be taken. One of the frontiers in terms of eliminating the plagiarism is librarians. As professionals, librarians hold in high esteem a value of academic honesty. It is high time the librarians were given a chance to play the role more that they have been holding. Being expert in the field of information literacy through a liaison mode, librarians should be awarded strategic roles to empower them to assist faculty in providing various kinds of information sources through the Web and software available. This, will in turn enable a team in working harmoniously to detect plagiarism and examine students’ work giving signals of acclaiming someone else’s work. A new role in the era of openness of information and the advancement of technology where information is freely accessed copied in today’s virtual world is given by schools and departments. Librarians who stand in the frontlines in giving services of information will remain neutral in terms of judging swerves which may take place in work produced by students or any other prospectus writers. Librarians would have no other interest but giving their best concerns in education, which, one of them is getting involved actively in bringing plagiarism to an end in its various styles and forms. Key words: librarian, honesty, information, work, plagiarism.
Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena implementasi brand positioning sebagai suatu keunggulan di Perpustakaan Sekolah Bina Persada yang mampu meningkatkan sense of belonging dan minat kunjung pemustaka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawanara dan studi dokumentasi. Temuan hasil penelitian mencakup: (1) alive library sebagai brand positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada dilandasi oleh keprihatinan Pustakawan terhadap pembatasan waktu kunjungan siswa ke perpustakaan. (2)
Abstrak. Proses transfer ide dalam bentuk tulisan yang dilakukan oleh mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan dan informasi sebagai mahasiswa jurusan non Bahasa Inggris (SNED) yang mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL) perlu diinvestigasi. Ketidakmampuan untuk menjembatani kesenjangan antara ide dalam bahasa ibu (Bahasa Inggris) dengan ide dalam bahasa pembaca (BahasaTo obtain a positive impact from the learning process through English I and English II lectures to the students of this category, for instance, a developed learning method through an appropriate approach is imperative. Not being "at home" in both cultures, this category of students write a bit less comprehensible paragraphs. They are beyond awareness of the target language as a living phenomenon when transferring their ideas expressed in a written form. Thus, being familiarized with the target readers exists very little in terms of meanings: it communicates only the names of objects and different kinds of action but lacks in feelings, attitudes and beliefs. The culture of the foreign language does not really exist with adequacy in their written work.One student, for example, wrote "The circle way is Difficult for explain, but in a side of picture, This way used for take the key words or conclusing this paragraph" brings no meaningful message to especially a native speaker of English, both in terms of syntax and semantics. The student writing the sentence was probably trying to write something like "It is difficult to explain how the circle way works when reading. The illustration below shows the use of key words to make a conclusion of the paragraph". The student does not seem to be familiar with the culture in which the language is used with the people who use it, their ways, manners, beliefs and all that goes into making a culture (Sofer, 1996:24).ELLs should learn how to express their ideas when writing by involving themselves thoroughly. Hill and Flynn (2006:2) Acquisition of English words as a foreignlanguage by the ELLs is also worth investigating through the use of multiple sources of evidence (Yin, 1981:91).Reasons and the way chosen in terms of writing with quality are discussed in an inductive mode of explanation to generate understanding. B. Discussion 1 . P o t e n t i a l s o f P r o d u c i n g InappropriatenessesThe less comprehensible part of the student's ideas expressed in writing might happen without their being aware. Efforts of generating betterments by the facilitators should always prevent the students from being exposed to an atmosphere that possibly reveals some embarassement especially a very personal one as discouragement could emerge. The ELLs would feel secure and, as a result they are sure that they are freed from any kinds of intimidation. They will therefore see a big chance to have an access to an enlightenment pleasing their hearts lead- (1994:51) and Nababan (2003:94) contend that purely linguistic equivalence
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.