Pada umumnya masyarakat kelas menengah ke atas di Indonesia hampir tidak pernah menghabiskan jika mengkonsumsi nasi yang dihidangkan pada setiap kali makan. Jika saat ini jumlah penduduk indonesia dari kalangan menengah ke atas di Indonesia berjumlah 140 juta jiwa, dan bisa diasumsikan bahwa setiap kali makan dalam tiap harinya menghasilkan limbah nasi sebanyak 420 juta butir nasi. Nasi aking dapat didefinisikan sebagai istilah yang umum digunakan untuk menyebut makanan yang berasal dari nasi sisa yang tidak termakan. Umumnya nasi aking memiliki tampilan fisik berwarna agak kecoklatan, struktur kering, dan ditumbuhi jamur serta memiliki bau yang kurang sedap. Ternyata kandungan dalam nasi yang sudah menjadi basi (aking) masih terdapat 83,14 % karbohidrat, 29,70% amilosadan Protein 3,36 % . Dengan kandungan karbohidrat pada nasi aking maka berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan Plastik biodegradable. Plastik biodegradable ini berbahan dasar pati, pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Tujuan dari kegiatan ini antara lain mengaplikasikan teknik pembuatan plastik biodegradable dari limbah nasi aking yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Biodegradableplastik adalah plastik yang mudah terurai di alam dengan adanya bantuan dari mikoorganisme. Saat ini perkembangan teknologi kemasan plastik biodagradable merupakan alternatif untuk mengatasi permasalahan dari penggunaan plastik non degradable. Plastik biodegradable hasil uji coba tim abdimas menghasilkan plastik yang dapat terdegradasi 100% dalam waktu 14 hari, dengan sifat plastik mempunyainilai kuat tarik sebesar 6,9 N, dan elongasi 19,85 %
Biobriquette can be used as an alternative fuel because it is made from inexpensive materials and uses simple technology, and it is expected to help overcome the energy (fossil) crisis. The problem is determining how to boost the calorific value of briquettes made from waste biomass materials. Cabbage contains approximately 18.80% fiber, so there is cellulose content that can be processed into high-value products such as briquettes, and using rice husks as fuel can increase the calorific value. The goal of this study is to determine the best calorific value of biobriquettes by varying the method of adding coconut oil and the composition of rice husks and cabbage. The stages of making cabbage and rice husk biobriquettes are raw material preparation, carbonization, adhesive manufacture, briquetting, and quality testing. The variables used are variations in the composition of rice husks: cabbage in ratios of 40:60, 50:50, 60:40, 70:30, and 80:20, as well as the variable method of giving palm oil by mixing with ingredients and dyeing after it becomes briquettes. According to the findings of this study, the best biobriquette mixing ratio resulted in the highest calorific value found in a mixture of 40% rice husk and 60% cabbage with the method of adding palm oil by dipping, with a calorific value of 6.283 kcal/g, a combustion rate of 0.0616 g/minute, and the duration of the flame is 60.26 minutes.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.