Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung meminimalkan dan melakukan alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH). Penghijauan diperlukan untuk peningkatan kualitas ekosistem perkotaan, dengan menciptakan iklim mikro yang sehat dan nyaman melalui peningkatan luasan hijau sebagai penyerap emisi CO2 dan polutan udara.Melalui penelitian perumahan berdasarkan karakter lokasi, aktivitas penduduk, dan potensi pengembangan RTH, maka dilakukan pemilihan sampel perumahan di Bandung dan Cirebon, yang menunjukkan perbedaan karakteristik RTH. Pendekatan analisis untuk pengembangan RTH dilakukan berdasarkan kebutuhan luasan hijau dan potensi penyerapan CO2. Di Perumnas Sarijadi, Bandung, menunjukkan tingkat penanaman tanaman dengan luas lahan hijau per rumah sekitar 2,46 m2/orang, dengan luas lahan hijau di setiap rumah berkisar antara 0-20 %. Sementara di Perumnas Burung-Gunung dan GSP mempunyai tingkat luasan hijau per rumah yaitu 1,02 – 1,84 m2/orang, dengan prosentasi luas lahan hijau setiap rumah sekitar 0-20 %. Di lokasi RW 08 dan RW 09, Perumnas Gunung, saat ini RTH yang ada hanya 7 -10 % dari luas kawasan dengan luasan hijau sekitar 3,33 - 4,25 m2/orang. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan di permukiman, maka selain peningkatan luasan hijau, juga diperlukan keanekaragaman sesuai fungsi serapan, kondisi tanah, ataupun segi sosial. Penataaan bangunan dengan rumah susun harus mulai digalakkan sehingga untuk ruang terbangun yang dialokasikan 60 % di Perumnas Sarijadi agar dapat mememuhi standar kebutuhan lahan hijau dengan minimum RTH sekitar 33 %. Sementara di Perumnas Gunung, penerapan konsep ‘roof garden’ atau penghijauan vertikal dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan lahan hijau penduduk dan penyerapan polutan kendaraan karena peningkatan luas RTH tidak mencukupi dari sisa lahan yang ada jika area terbangun dialokasikan 65 %, maka kebutuhan RTH mencapai lebih dari 35 %.
Permukiman di kawasan daerah aliran sungai (DAS) terutama sungai-sungai yang melintasi kota-kota besar pada umumnya merupakan kawasan padat yang minim pelayanan air minum dan sanitasi. Adanya peningkatan dalam pencapaian akses air minum dan sanitasi dibeberapa kawasan belum dapat meningkatkan kualitas lingkungan, diantaranya karena teknologi belum sesuai persyaratan dan ekosistem DAS. Tujuan penelitian adalah mengkaji kinerja, keandalan serta pengelolaan teknologi pengolahan air dan sanitasi secara terpadudi kawasan yang memiliki ketergantungan air tanah dan tingginya pencemaran air limbah ke sungai. Pada penelitian ini digunakan metoda eksperimen skala lapangan, dan metoda deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk analisis kinerja teknologi serta pengelolaannya. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan terintegrasi potensi air permukaan dan penerapan sanitasi yang berorientasi daur ulang dapat meningkatkan upaya minimasi pencemaran dan peningkatan kualitas air sungai serta ekonomi masyarakat.Kinerja unit proses pengolahan air sungai pada kondisi stabil, dapat menghasilkan air olahan di kran umum sesuai bakumutu Permenkes 492/IV/2010. Sementara itu pada unit usaha air, menghasilkan airkemasan, diantaranya kualitas rata rata TDS 24 mg/L, kekeruhan 0,32 mg/L. Sedangkan kinerja unit proses pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal yang terdiri dari biofilter dan pengolahan lanjutan sistem lahan basah buatan, hibrid dan filtrasi pasir, menunjukkan kualitas air olahan yang dapat digunakan untuk kebutuhan kolam ikan, irigasi pertanian atau operasional bank sampah.
The change in morphological patterns upstream of Ogan River were investigated to analyze land-use and climate change impact on the river meandering. This study aimed to investigate morphological changes of Ogan River in Lengkiti area between 1996 and 2019. Two sets of Landsat areal (1990 and 2016) were used to identify the morphological changes during flood periods. Data analysis used the maximum likelihood approach, t-test and Spearman correlation analysis. The morphometric indicators such as river width (W), meander neck length (L), axis length (A), curvature radius (R), water flow and sinuosity of meander (C) were extracted to identify the morphological pattern of river meandering. Analysis of land-use change used Support Vector Machine (SVM) and kernel function method to interpret the meander parameter change. Ogan River in Lengkiti, such as Batu Kuning and Marga Jaya segments, which have rice field and settlement cover from 1996 to 2019, had been cut off. Cut-off occurred due to landslides that entered river’s body and narrowed riverbed. This fasted river flow even though river discharge was same, caused intensive erosion and sedimentation. The increase in water velocity increased flow power, shortened flow distance and cut-off caused reduced meander’s sinuosity (C).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.