Yogyakarta has several traditional markets, one of which is Beringharjo. This market has been long established in conjunction with the construction of the Sultan Palace and became the economic center in the city of Yogyakarta. Beringharjo located on Jenderal Ahmad Yani street which is the trade area. The purpose of this study is to investigate and understand the elements of the spatial structure of Yogyakarta which support functions as well as to understand and decipher the links between these elements in creating an environment that supports the function of Beringharjo market. Object of observation is a function of the mass and shape of the building is to be around Beringharjo, pedestrian and vehicle lanes to be around Beringharjo Traditional Market, and the types of public transportation are located around Beringharjo Traditional Market. The method used is the observation, and literature. Figure ground theory is used to analyze the function and mass building around Beringharjo. Linkage theory is used to classify characters based on the function and activity, whereas the comparison between theory building height and street width to analyze the convenience of road space for pedestrians. The results of this study are character functions and activities along Jendral Ahmad Yani street can be divided into three segments, that is opening, core and cover. Based on the distribution of the three segments, figure ground analysis that shows the shape and composition of mass transportation lines shows that the public transportation network, namely the Trans Jogja stop there on the third segment. The existence of Trans Jogja buses as public transportation support functions and activities that take place on Jendral Ahmad Yani street, who also supports the sustainability of activities in Beringharjo. Keywords: market, function, form, pedestrian, vehicle, transportationAbstrak: Kota Yogyakarta memiliki beberapa pasar tradisional, salah satunya adalah Pasar Beringharjo. Kegiatan di pasar ini sudah berlangsung tak lama setelah pembangunan Keraton Yogyakarta.Pasar Beringharjo terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani yang merupakan kawasan perdagangan. Dalam perkembangan selanjutnya, pasar ini menjadi pusat perekonomian di Kota Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami unsur-unsur struktur ruang Kota Yogyakarta yang mendukung fungsi Pasar Beringharjo serta untuk memahami dan menguraikan keterkaitan antara unsur-unsur tersebut dalam menciptakan lingkungan Kota Yogyakarta yang mendukung fungsi Pasar Beringharjo. Obyek pengamatan adalah fungsi dan bentuk massa bangunan yang berada di sekitar Pasar Beringharjo, jalur pedestrian dan kendaraan yang berada di sekitar Pasar Tradisional Beringharjo, dan jenis sarana transportasi umum yang terletak di sekitar Pasar Tradisional Beringharjo. Metode yang digunakan adalah pengamatan dan studi pustaka. Figure ground theory digunakan untuk menganalisis fungsi dan bentuk massa bangunan di sekitar Pasar Beringharjo. Linkage theory digunakan untuk mengelompokkan karakter berdasarkan fungsi dan aktivitas, sedangkan teori perbandingan antara tinggi bangunan dan lebar jalan untuk menganalisis kenyamanan ruang jalan bagi pedestrian. Hasil dari penelitian ini adalah karakter fungsi dan aktivitas di sepanjang Jalan Jenderal Ahmad Yani dapat dibagi dalam tiga segmen, yaitu segmen pembuka, inti dan penutup. Berdasarkan pembagian ketiga segmen tersebut, analisis figure ground yang menunjukkan bentuk gubahan massa dan jalur transportasi memperlihatkan bahwa jaringan alat transportasi umum, yaitu Halte Trans Jogja terdapat pada ketiga segmen tersebut. Adanya bus Trans Jogja sebagai alat transportasi umum mendukung fungsi dan kegiatan yang berlangsung di Jalan Jenderal Ahmad Yani, yang juga mendukung keberlangsungan kegiatan di Pasar Beringharjo.Kata kunci: pasar, fungsi, bentuk, pedestrian, kendaraan, transportasi
Pentingnya upaya konservasi lanskap ruang kota agar tetap memiliki identitas menjadi latar belakang dikembangkannya metode PlaceMaker. Tujuan penulisan artikel ini adalah mengeksplorasi penerapan metode PlaceMaker untuk analisis dan desain lanskap ruang kota di Indonesia dengan 1) menjelaskan tahap-tahap analisis dan desain lanskap ruang kota dengan menggunakan metode PlaceMaker, 2) mengenal kelebihan dan kelemahannya, serta 3) menerapkan metode ini bagi analisis dan desain lanskap ruang kota di Indonesia dengan Kawasan Jeron Beteng Yogyakarta sebagai studi kasus. Metode yang digunakan di dalam artikel ini adalah deskriptif, yaitu diawali dengan menjelaskan secara singkat pertimbangan kesesuaian metode ini untuk diterapkan pada konservasi lanskap ruang kota, menguraikan perkembangan dari konservasi lanskap ruang kota berkaitan dengan upaya memelihara identitas tempat, serta menguraikan kerangka metodologi dan tahap-tahap pelaksanaan metode PlaceMaker. Pembahasan diakhiri dengan penjelasan mengenai prospek penerapan metode ini pada lanskap ruang kota di Kawasan Jeron Beteng Yogyakarta. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa kondisi-kondisi tertentu diperlukan untuk dapat menerapkan metode PlaceMaker pada analisis dan desain lanskap ruang kota di Indonesia. Kondisi pertama yang harus dipenuhi berkaitan dengan signifikansi daerah studi, sehingga diperlukan pemahaman sejarah dan budaya di masing-masing kota atau bagian kota yang menjadi daerah studi. Kondisi lainnya yang perlu diperhatikan adalah tersedianya sumber daya manusia yang dapat melaksanakan penelitian dengan teknik pengumpulan data yang bervariasi dengan proses yang kompleks, kerjasama yang baik dengan responden dan pihak terkait, ketersediaan dan kelengkapan peta tradisional, serta keterampilan dalam membuat peta yang kompleks.
Jeron Beteng in Yogyakarta have evolved throughout history in relation to the existence of the Palace of Yogyakarta. Inhabitants of Jeron Beteng have been livingthere for generations and their activities are reflecting the support to the preservation of court culture. Some inhabitants are still dedicating their life as court servants (abdi dalem) and some are still performing the traditional art of dancing, batik and wood puppets. Jeron Beteng is under pressure of the modern art of living, yet inhabitants are eager to preserve the inherited culture. The purpose of this paper is to explore the sense of place from the perspective of residents that makes Jeron Beteng appealing as a well-preserved historic place. The study is qualitative in its approach, and conducted through field observation and unstructured interviews with residents who are court servants and engaged with cultural activities. The locus of the study is distinct settlements in Jeron Beteng: Kampung Kadipaten, Kampung Nogosari, Kampung Taman, Kampung Patehan, Kampung Gamelan, and Kampung Mantrigawen. The results of the study indicated that Jeron Beteng is sustained as a historical place because residents are continuing cultural activities that are related to the court culture. Besides that, history of place, spirituality, cultural values, and social life of residents are significant factors that have created the sense of place in Jeron Beteng.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.