Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gerakan Indonesia Tanpa Pacaran dalam perspektif resepsi al-Qur’an hadits dan Konstruksi Sosial Berger dan Luckman. Secara lebih rinci, penelitian ini menjawab tiga pertanyaan, yaitu bagaimana konsep Gerakan ITP, bagaimana resepsi al-Qur’an dan Hadis pendiri Gerakan ITP, dan bagaiman kontruksi pengetahuan atas gerakan tersebut. Sebagai sebuah gerakan, ITP memiliki lima elemen penting, elemen tersebut adalah people dan participant, goals dan agendas, serta targets. Sedangkan dalam kacamata konstruksi sosial, suatu realitas sosial mengalami tiga momen eksternalisasi-objektivasi-internalisasi yang berjalan secara simultan. Ayat larangan berzina dan hadis mengenai larangan berdua-duaan dengan yang bukan mahram diresepsi oleh La Ode sebagai larangan pacaran. Dialektika antara teks dan realita sekitar(di mana La Ode memiliki pandangan bahwa pacaran menimbulkan kerusakan yang besar bagi generasi muslim) menyebabkan terbentuknya gerakan Indonesia Tanpa Pacaran. Gagasan ini dieksternalisasi kepada masyarakat pada tanggal 7 September 2015. Setelah gerakan ITP mewujud dalam realitas masyarakat, lambat laun gerakan tersebut mendapat legitimasi. Akun-akun media sosialnya diikuti oleh jutaan masyarakat. Proses inilah yang disebut sebagai objektivasi. Selanjutnya, opini yang ditanamkan, baik melalui kampanye akbar maupun postingan di media sosial secara rutin dan berkala mengenai bahaya pacaran, diinternalisasi oleh para member dan simpatisannya. Internalisasi ini kemudian membentuk perilaku anti pacaran pada masyarakat.
This paper found that there is intertextuality in Ibn Kathir's Work, Al-Qur’an Al-Azim. When Ibn Katsir interpret Sab 'samawat in seven surahs, Qs. Al-Baqarah: 29, al-Isra ': 44, al-Mu'minun: 86, Fussilat: 12, at -Talaq: 12, al-Mulk: 3, and N h: 15, his interpretation has a correlation with previous texts. Related interpretations contained in the Al-Jami 'Li Ahkam al-Qur'an by Qurthubi, Jami' al bayan an ta'wil ay al-Quran by Thabari , and Ibn Mas'ud's exegesis. Furthermore, Al-Qur'an's Al-Azim's work, as a phenotext, has a lot of similarity with The Book of Enoch, as its genotext. The similarity is found in three points. First, the sky consists of seven layers, some of which are above the others. Second, every sky inhabit by the angels. Third, the angels in first sky give an honour to second sky habitant, the angels in second sky give an honour to third sky habitant, and so on. So, this paper attest Kristeva's theory that there is no independent text, one text with another is always related. And the other hand, this paper prove al-Quran as a cultural product, muntaj as-Saqafi.
Kajian tafsir Indonesia telah diteliti oleh banyak kalangan, baik dalam maupun luar negeri. Penelitian ini dikhususkan untuk melakukam pemetaan tafsir Indonesia dari periode 2011 hingga 2018. Studi terhadap tafsir Indonsia dipetakan menjadi dua, yaitu aspek internal dan aspek eksternal penulisan tafsir. Aspek internal menyangkut konten serta aspek teknis penulisan tafsir. Seperti nuansa tafsir, sistematika penyajian, serta bentuk penyajian tafsir. Sedangkan aspek eksternal teks menyangkut hal-hal yang berada di luar teks namun masih berhubungan erat. Seperti latar belakang mufasir, sifat mufasir, dan geografis penerbitannya. Berdasarkan aspek internalnya, tafsir indonesia periode 2011-2018 mayoritas disajikan secara tematik modern, baik plural maupun singular. Penyajian tematik dengan nuansa sains dan sosial kemasyarakatan menjadi ciri khas dalam karya-karya yang diterbitkan pada fase ini. Sedangkan berdasarkan aspek eksternalnya, karya tafsir Indonesia didominasi oleh penafsir individual daripada komunal, serta mulai berkembangnya para pengkaji al-Qur’an yang berasal dari berbagai disipilin ilmu, seperti tokoh-tokoh dalam bidang sains maupun sosial.
This study aims to analyze the meaning of Hukmullah (God's law) in the QS. Al-Maidah 49-50. This study is important considering the many efforts made by Islamic-Fundamentalist group to clash Pancasila’s law with God's law. This research answers two question: First, what is the meaning of God’s law and jahiliyyah’s law in the QS. Al-Maidah 49-50. And Second, how is the relevance of QS. Al-Maidah 49-50 with the current law in Indonesia. To answer this question, Abdullah Saeed's Contextual Tafsir is used. The result is that the Jahiliyyah law refers to discriminatory law based on lust and social status, while Allah's law refers to justice and egalitarianism. Thus, by using Abdullah Saeed's term, the verse has an instructional value, with universal message. It is not a specific command that obliges formal Islamic Law in the state system. In the current era, the existing law in Indonesia has been based on the principle of justice. This principle of justice is one of the points in the ideology agreed upon since the beginning of the founding of the Indonesian nation, namely Pancasila. The precepts is: Social Justice For All Indonesian People. This research is limited to the meaning of hukmullah in QS. Al-Maidah 49-50, so that this research can be developed further to find the meaning of hukmullah in other surah in the al-Qur’an.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.