Begonia hirtella leaf are commonly used by people in mountainous areas to treat itchy due to insect bites and skin infection. This study aims to (1) determine proper solvent extract of B. hirtella leaf on antibacterial activity of S. aureus and E. coli and on antifungal activity of C. albicans (2) determine the lowest concentration of leaf extract of B. hirtella that indicate the formation of inhibition zone (3) know the content of bioactive compounds contained in each leaf extract of B. hirtella. The method used in this study is experimental with completely randomized design (CRD). The treatments were type of solvents (n-hexane, ethyl acetate, ethanol and water) and a serie of the ethyl acetate extract concentration of 500 ppm, 450 ppm, 400 ppm, 350 ppm, 300 ppm and 250 ppm against S. aureus, E. coli and C. albicans. Data were analyzed using analysis of variance (Anova) and the significant differences between the treatments were analyzed by Duncan test at 95% confidence level. The result showed that each solvent extracts affect microbes growth with a highly significant difference p <0.05. Solvent extracts that have the best inhibitory zone is ethyl acetate against S. aureus with an average diameter of inhibitory zone 13.75 ± 1.26 mm. Increasing concentrations of ethyl acetate extract of 250 ppm to 500 ppm increase inhibition zone against microbes. The lowest concentration that show inhibition zone was 300 ppm. The formation inhibition of zone on microbes growth happened due to their compounds in the extract. Extract of n-hexane contains stigmasterol, ethyl acetate contains neophytadiene, while the ethanol extract contains ethyl palmitate.Keywords: Antibacterial, Antifungal, Begonia hirtella, inhibition zone, bioactive compounds. AbstrakDaun Begonia hirtella biasa digunakan masyarakat di daerah pegunungan untuk mengobati gatal karena digigit serangga dan gatal karena infeksi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui jenis pelarut ekstrak daun B. hirtella terbaik terhadap aktivitas antibakteri S. aureus dan E. coli serta antifungi C. albicans (2) mengetahui konsentrasi ekstrak daun B. hirtella minimal yang menunjukkan terbentuknya zona hambat (3) mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada masing-masing ekstrak daun B. hirtella. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dicobakan adalah jenis pelarut (n-heksan, etil asetat, etanol dan air) dan variasi konsentrasi ekstrak etil asetat 500 ppm, 450 ppm, 400 ppm, 350 ppm, 300 ppm dan 250 ppm terhadap S. aureus, E. coli dan C. albicans. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova) dan perbedaan nyata antara perlakuan dianalisis dengan uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing pelarut ekstrak berpengaruh terhadap mikroba uji dengan perbedaan yang nyata p<0,05. Pelarut ekstrak yang mempunyai zona hambat terbaik adalah etil asetat terhadap S. aureus dengan diameter rata-rata zona hambat 13,75 ±1,26 ...
Aktivitas Antifungi Infusa Umbi Bawang Putih (Allium Sativu, Linn), Daun kumis kucing (Orthosiphon Aristatus, Linn) dan kombinasi keduanya terhadap Candida Albicans menggunakan metode cakram kertas.Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui efek yang terjadi jika umbi bawang putih (Allium Sativum Linn) dan daun kumis kucing (Orthosiphon Aristatus) di kombinasikan sebagai antifungi untukCandida albicans. Uji antifungi ini dilakukan dengan mengkombinasikan infusa umbi bawang putih dan daun kumis kucing pada konsentrasi 10% :10%, 5%:10%, 2,5%:10%, 1,25%:10%, 10%:1,25%, 10%:5% dan 10% b/v:2,5% b/v. Dari hasil penelitian uji antifungi infusa umbi bawang putih, infusa daun kumis kucing dan kombinasi keduanya mampu menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa dari hasil percobaan tunggal untuk umbi bawang putih dan daun kumis kucing yang efektif dalam menghambat jamur candida albicans adalah daun kumis kucing (Orthosiphon Aristatus) dengan konsentrasi 10% b/v dan diameter hambatnya sebesar 20,25 mm, untuk uji pengamatan visual umbi bawang putih dan daun kumis kucing dalam menghambat jamur candida albicans dari hasil yang didapatkan bahwa pada uji pengamatan visual didapatkan hasil yang bersifat antagonis dari masing-masing konsentrasi dalam menghambat jamur candida albicans.Kata Kunci : Antifungi, bawang putih, daun kumis kucing, Candida albicans, Cakram kertas
Salah satu jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat di Kalimantan tengah khususnya suku dayak adalah Akar Kaik Kaik (Uncaria cordata (Lour) Merr). Tumbuhan ini mempunyai senyawa aktif yang terkandung antara lain polifenol seperti terpenoid, steroid, tannin, alkonoid, fenolik, saponin, yang dapat berpotensi sebagai anti bakteri. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit adalah Staphylococcus aureus. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya timbul dengan tanda-tanda khas yaitu peradangan, nekrosis, pembentukan abses, serta dapat menyebabkan berbagai macam infeksi seperti pada jerawat, bisul atau nanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi yang dihasilkan oleh infusa U. cordata terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus pada berbagai konsentrasi. Uji anti bakteri dilakukan dengan metode kertas cakram. Uji anti bakteri ditandai dengan terentuknya zona bening di sekitar kertas cakram yang disebut dengan zona hambat. Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan konsentrasi yaitu 100%, 80%, 60%, 40%, 20%. Berdasarkan hasil uji One Way ANOVA, menunjukan adanya pengaruh infusa U. cordata terhadap S. aureus dengan nilai signifikan (α < 0.05). Diameter hambatan rata-rata 100% = 15.7 mm, 80% = 14 mm, 60% = 12 mm, 40% = 10 mm dan 20% = 9 mm. Konsentrasi 100% paling baik dalam bentuk zona hambat yaitu dengan diameter 15.7 mm.
Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk antibakteri adalah bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.), merupakan tanaman herbal Kalimantan yang memiliki kandungan senyawa kimia flavonoid, alkaloid, glikosida, fenolik, kuinon, steroid, dan tannin. Senyawa tersebut memiliki kemampuan menghambat dan mematikan aktivitas bakteri. Salah satunya adalah bakteri Escherichia coli. E. coli biasanya hidup di usus manusia dan hewan. Uji antibakteri E. palmifolia dilakukan secara infusa menggunakan pelarut air. Metode ini dilakukan dengan cara menyari simplisia pada suhu 90°C selama 15 menit. Selanjutnya membuat variasi konsentrasi infusa 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%. Pengujian dengan zona hambat infusa E. palmifolia terhadap pertumbuhan bakteri E. coli dilakukan dengan metode difusi menggunakan kertas cakram, adanya zona hambat ditandai dengan daerah bening di sekitar cakram. Hasil penelitian menunjukan infusa E. palmifolia mempunyai aktivitas menghambat bakteri E. coli dengan diameter zona hambat masing- masing konsentrasi 100%= 0,94 mm, 50% = 0,9 mm, 25% = 0,82 mm, 12,5% = 0,8 mm dan 6,25%= 0,3 mm. Konsentarasi 100% memiliki diameter zona hambat tertinggi dibandingkan dengan konsentasi lainnya. Hal ini menandakan bahwa aktivitas antibakteri pada konsentrasi 100% pada infusa simplisia E. palmifolia lebih tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli meskipun perbandingan nilai nya tidak jauh berbeda dengan konsentrasi lainnya.Kata Kunci : E. palmifolia, E. coli, Zona Hambat
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.