ABSTRAK Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronik dengan prevalensi nasional 6,9% pada tahun 2013. Hiperglikemia merupakan karakteristik dari penyakit DM. Pengobatan antidiabetes memiliki beberapa efek samping, seperti peningkatan berat badan, hipoglikemia, toksisitas hepar dan ginjal. Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak etanol lidah buaya dapat menurunkan kadar glukosa darah, namun mekanisme penurunan glukosa darah masih belum jelas. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, menggunakan 35 ekor hewan coba, dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol normal, kontrol hiperglikemia, kelompok perlakuan yang diberi dosis ekstrak etanol lidah buaya bertingkat, diadaptasikan selama 14 hari kemudian diinduksi dengan injeksi STZ. Kelompok perlakuan diberikan ekstrak etanol lidah buaya sesuai dengan dosis tiap kelompok selama 21 hari personde intragastrik. Pemeriksaan BSN dan GD2PP menggunakan glukometer terkalibrasi. Data dianalisa dengan Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan Mann-Whitney. Hasil uji komparasi meunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok (p<0,05) pada variabel Δ BSN-2PP. Dosis 250mg/kgBB memiliki efek yang lebih baik terhadap penurunan kadar glukosa darah. Kata kunci : Ekstrak etanol lidah buaya, kadar glukosa darah, streptozotocin, sel otot rangka.
Kebutuhan alat pelindung diri (APD) berupa pelindung wajah mengalami kenaikan yang tajam semenjak penyebaran covid-19 . Virus yang dapat menular melalui media droplet tersebut dapat membahayakan tenaga kesehatan atau personal yang berinteraksi langsung dengan penderita penyakit yang disebabkan covid-19. Keberadaan pelindung wajah, meskipun bukan alat pelindung satu-satunya sangat diperlukan untuk menunjang peralatan yang lain. Tanpa adanya pelindung wajah tersebut maka akan memperbesar kemungkinan penularan virus covid-19. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan proses pembuatan, serta rencana distribusi APD ke masyarakat. Dari proses yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses produksi melalui beberapa tahapan yang melibatkan beberapa dosen da n beberapa mahasiswa kedokteran yang memiliki kreatifitas dalam pembuatan face shield sehingga menghasilkan produk yang maksimal.. Dari segi distribusi, pengiriman alat dilakukan dengan langsung datang ke tempat yang membutuhkan dan menerapkan physical distancing, memakai masker, cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer serta menggunakan jasa kurir
Background: Oseltamivir is an antivirus for the corona virus which is currently used as part of the therapy regiment for COVID-19 patients. This is because the definite antivirus of choice for COVID-19 is yet to be found. The combined administration of oseltamivir and antibiotics compared with oseltamivir alone is known to shorten the hospitalization length of patients with severe respiratory infections in the ICU. However, there is no solid data explaining the effectiveness of oseltamivir, both alone or as part of a combination therapy, in the prevention and treatment of COVID-19 patients. The success of treating confirmed COVID-19 patients who are hospitalized can be seen from the length of patient hospitalization. This study aimed compare the length of hospitalization between patients with confirmed COVID-19 cases receiving oseltamivir alone or in combination with antibiotics.Methods: This study was conducted using an analytical observational design with a cross sectional approach. The samples were 238 people hospitalized at the Mataram General Hospital who were sampled using a total sampling technique according to the inclusion and exclusion criteria.Results: Amongst the 238 confirmed COVID-19 patients hospitalized at the Mataram General Hospital, 52.5 % received oseltamivir alone, while 47.5% received a combination of oseltamivir and azithromycin. Analysis showed that there was a significant difference in the length of hospitalization between both groups (p<0.001).Conclusion: The hospitalization period of patients given oseltamivir-azithromycin combination therapy was relatively shorter than that of patients given oseltamivir alone.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia, sekitar 30% menyebabkan kematian. Obat-obatan kardiovaskular menunjukkan prevalensi terbanyak dalam kategori farmakologi di polypharmacy cohort dan menduduki 20 besar obat-obatan yang sering diresepkan di US (antiplatelet, statin, β-blockes, dan renin-angiotensin system inhibitors). Polifarmasi dengan obat-obatan ini meningkatkan resiko interaksi obat dan efek samping obat. Faktanya, obat-obatan kardiovaskular sering menyebabkan efek samping pada pasien dengan usia lanjut. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obatan kardiovaskular bisa berubah karena penyakit kardiovaskular itu sendiri. Perubahan fisiologis juga memegang peranan penting, terutama umur. Sebagai contoh, perubahan farmakokinetik yang tampak pada pasien orang tua: berkurangnya fungsi ginjal, metabolisme hati, berkurangnya ikatan protein, meningkatnya lemak tubuh, dan sedikitnya sel reseptor target yang bisa dikaitkan.
Prevalensi penyakit DM di NTB berada pada urutan ke-23 dari 35 provinsi yaitu sekitar 1,5%-2,0%. Kegagalan pengontrolan glukosa darah pasien DM tipe 2 karena ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan yang dilihat dari kesesuaian diri pasien terhadap anjuran medikasi yang telah diresepkan baik waktu, dosis, maupun frekuensi. Salah satu parameter yang digunakan dalam menilai pengendalian penyakit DM adalah kadar HbA1c. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan kepatuhan konsumsi obat antidiabetik dengan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB Tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian terdiri dari 83 orang pasien DM tipe 2 yang diwawancara menggunakan kuesioner MMAS-8 untuk menilai tingkat kepatuhan responden dalam mengonsumsi obat antidiabetik dan kadar HbA1c diperoleh dari rekam medik. Data dianalisis menggunakan uji Chi Square dengan nilai signifikasi (p) adalah p ≤ 0.05. Hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi (p) 0.000 yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kepatuhan mengonsumsi obat antidiabetik dengan kadar HbA1c. Simpulan penelitian ini terdapat hubungan antara kepatuhan mengonsumsi obat antidiabetik dengan kadar HbA1c pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Provinsi NTB Tahun 2019.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.