Production performance in Joper broodstock can be improved through increased feed energy and vitamin E-selenium supplementation. This study used 400 laying hens Isa Brown aged 35 weeks and 15 Sentul rooster aged 68 weeks. This study used a factorial completely randomized design with 2 factors, namely metabolic energy levels (2,700 and 2,800 kcal/kg) and vitamin E-selenium supplementation doses (0, 25, 50, 75 and 100 ppm) where each treatment used 10 laying hens and repeated 4 times. The dose of selenium is 0.001 ppm/mg vitamin E. The energy level has a very significant effect (P < 0.01) on (feed, protein and energy) intake and HDP. The dose level of vitamin E- selenium in feed had a very significant effect (P < 0.01) on HDP and significant (P < 0.05) on (feed, protein and energy) intake and FCR. The interaction between the two has a very significant effect (P < 0.01) on HDP. The average feed intake 113-115 g/day, protein intake 21.90-22.20 g/day and energy intake 308-317 kcal/bird. HDP 76.70-83.00%. The conclusion of this study is that feed with metabolic energy of 2800kcal/kg and vitamin E-selenium supplementation at a dose of 100 ppm can improve the productivity of Joper broodstock.
The side effect of fatty acid oxidation during lippoprotein synthesis is the release of oxygen in the tissue called reactive oxygen species (ROS). Metabolic stress in Joper brooders due to an imbalance between ROS and antioxidants causes a decrease in hatching egg production and quality. Therefore, research is needed to improve the reproductive performance of Joper broodstock by combining vitamin E-selenium supplementation and metabolic energy. This study used 200 hatched eggs resulting from a cross between 60 weeks old Sentul males and 35 weeks old ISA BROWN laying hens that had been treated. This study used a Factorial Completely Randomized Design (CRD) (2 x 4). The first factor is the energy level (2700 and 2800 kcal/kg) and the second factor is the dose of vitamin E-selenium supplementation (0, 25, 50, 75 and 100 ppm). Selenium dosage is 1ppm/mg vitamin E. The interaction between vitamin E-selenium supplementation and energy had a very significant effect (P<0.01) in increasing DOC weight. The single factor energy level and vitamin E-selenium supplementation significantly (p<0.05) in reducing embryo mortality and increasing hatchability, while fertility and eggshell quality were not affected by the two treatment factors. The conclusion of this study is the interaction between vitamin E-selenium supplementation and energy levels can increase the weight of Joper's DOC, while the single factor of vitamin E-selenium supplementation and energy levels can reduce embryo mortality and increase hatchability. The best interaction with 100 ppm vitamin E-selenium supplementation and energy 2800 kcal/kg.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kandungan nutrien pakan konsentrat yang diberikan peternak rakyat pada sapi perah rakyat di Kecamatan Gondanglegi, Jabung dan Pujon. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bahan pakan konsentrat yang diberikan peternak rakyat di ketiga kecamatan dan seperangkat alat dan bahan untuk analisis kandungan nutrien. Metode yang digunakan yaitu observasi pada 30 responden dengan penentuan lokasi didasarkan pada sentra peternakan sapi perah yang berada di Kab. Malang, sedangkan pemilihan responden menggunakan purposive sampling berdasarkan pada pesternak yang mempunyai minimal dua sapi perah laktasi dan masuk kedalam tiga kategori yaitu peternak skala kecil (2-8 ekor), peternak skala sedang (8-15 ekor) dan peternak skala besar (>15 ekor). Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pada jenis bahan pakan konsentratyang digunakan serta status kandungan nutrien diketiga kecamatan tersebut. Hasil terbaik ditunjukkan pada Kecamatan Gondanglegi ditinjau dari jenis bahan pakan konsentrat yang diberikan dan kandungan nutrien pada konsentrat yang diberikan.
Penelitian ini menggunakan berbagai aditif dalam proses pembuatan silase tebon jagung (Zea mays). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan bahan aditif terhadap kandungan nutrisi silase tebon jagung. Bahan yang digunakan adalah tebon jagung, bekatul, pollard, molases, dan tepung gaplek. Metode penelitian yang digunakan adalah uji laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) tersarang yang terdiri dari dua faktor yaitu jenis bahan aditif yang digunakan dan level penggunaannya dalam pembuatan silase. Variabel penelitian terdiri dari kandungan nutrisi meliputi Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO), dan Protein Kasar (PK). Data dianalisis dengan analisis ragam dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan analisis Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan aditif yaitu bekatul, pollard, molases, dan tepung gaplek mampu meningkatkan kualitas silase tebon jagung, namun perlakuan yang terbaik adalah penggunaan pollard dengan level optimal 10%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penambahan aditif dengan level berbeda terhadap tren produksi gas, produksi gas total dan degradasi secara in vitro silase tebon jagung ( Zea Mays L). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tebon jagung (Zea mays L) dan bahan aditif yang terdiri dari molases, bekatul, pollard dan tepung gaplek. Metode yang digunakan adalah percobaan laboratorium dengan rancangannya adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola tersarang dengan 4 aditif, setiap aditif memiliki 3 level penambahan dan dirunning tiga kali dimana running dianggap sebagai blok. Setiap aditif terdiri dari L0 (molases 0%, bekatul 0%, pollard 0% dan tepung gaplek 0%), L10 (molases 10%, bekatul 10%, pollard 10% dan tepung gaplek 10%) dan L20 (molases 20%, bekatul 20%, pollard 20% dan tepung gaplek 20%). Data dianalisis menggunakan Analisis Ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka analisis dilanjutkan dengan Analisis Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan penambahan aditif tidak memiliki perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05) terhadap produksi gas total sebesar 65,1 ± 12,87 ml, degradasi bahan kering (DBK) sebesar 56,28 ± 5,8% dan degradasi abahan organik (DBO) sebesar 57,34 ± 6,61%. Produksi gas meningkat pesat saat berada di interval waktu pengamatan ke 16 dan 24 jam. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan silase dengan penambahan 20% tepung gaplek adalah perlakuan terbaik.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.