This writing analyses access to water not merely as a right but as human rights. Since the right to water constitues human rights, then constitutionally, the state, mainly the government, is obliged to respect, fulfil and protect that right. In order that the government can perform its obligation to fulfil the right of citizens to water, the sate should put control of water under the power of the state. Thus, there are two perspectives in fulfilling the rights of citizens to water, human rights perspective and the perspective of state control. From the perspective of human rights, the 1945 Constitution has stipulated the obligation of the state in fulfilling the human rights of citizens including the right to water as stated in Article 28I paragrahp (4). From the perspective of state control over water resources, the 1945 Constitution has also determined constitutional standard as stipulated in Article 33. This concept of state control based on Article 33 has been interpreted by the Constitutional Court in its decisions. Specifically, in the decision concerning the law on water resources, the Court returned control over water to the state. The Court set some limitations on how to utilize water resources. Private corporations are still allowed to participate in water management with strict conditions. The enhancement of this control by the state over water is intended to guarantee the fulfilment of the right of citizens to water. As an idea, monopoly of the state over water resources might be also be considered just like monopoly of state over electricity.
Status keistimewaan Provinsi DIY dalam kurun waktu sekian lama lebih sering diinterpretasikan sebagai istimewa dalam hal wilayah yang dulunya berbentuk kerajaan, istimewa dalam pemimpin yaitu dipimpin dwi tunggal dari lingkungan Kasultanan dan Pakualaman, dan istimewa dalam sistem pemerintahannya yang hierarkis patrimonial. Apabila dikelompokkan, pemaknaan keistimewaan Provinsi DIY setidaknya terbelah menjadi 2 (dua) yakni pihak yang pro-pemilihan dan pro-penetapan. Penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai Gubernur dan Sri Paku Alam sebagai Wakil Gubernur Provinsi DIY tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi menurut UUD 1945 karena dalam Pembukaan UUD 1945, para penyusun UUD 1945 sepakat untuk mengadaptasikan bentuk dan model demokrasi yang sesuai dengan budaya dan corak masyarakat Indonesia yakni demokrasi permusyawaratan berdasar kekeluargaan. Artinya, masyarakat DIY berhak bermufakat secara kekeluargaan mengenai mekanisme yang ingin dipraktikkan, sepanjang mekanisme tersebut dipandang demokratis, dalam arti tidak bertentangan dengan gagasan demokrasi permusyawaratan serta tidak mengabaikan hakikat keistimewaan DIY, termasuk melalui mekanisme penetapan. Dalam hal menentukan kepala daerah DIY, para pengubah UUD 1945 tidak memaknai demokrasi hanya melalui mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat atau oleh DPRD, melainkan membuka mekanisme lain di luar itu sepanjang mekanisme tersebut dianggap demokratis dan mendapatkan payung hukum dari undang- undang.
<p>Arbitrase merupakan mekanisme penyelesaian sengketa penanaman modal yang banyak dipilih oleh para pihak yang bersengketa termasuk dalam hal penanaman modal asing yang dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral penanaman modal. Tulisan ini, secara deskriptif dan eksplanatoris, akan membahas penyelesaian sengketa penanaman modal melalui arbitrase. Hal-hal yang diuraikan di dalamnya mencakup kasus yang pernah dihadapi Indonesia dalam forum arbitrase, pengakuan atas putusan arbitrase internasional dan keterlibatan pihak ketiga dalam proses arbitrase untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan kepentingan publik. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Indonesia perlu secara konsisten mengakui putusan arbitrase internasional berdasarkan instrumen hukum internasional yang telah diakui dalam negeri meskipun tidak sepakat terhadap substansi putusan arbitrase yang telah diambil. Tulisan ini juga merekomendasikan agar dilakukan pengaturan pihak ketiga dengan mengakomodir konsep hak gugat organisasi, gugatan perwakilan atau gugatan kelompok khusus untuk kasus-kasus arbitrase yang berkaitan dengan kepentingan umum.</p>
Keadilan seharusnya terefleksikan dalam rumsan kata-kata hukum tertulis sebab ianya akan menjadi dasar bagi penegak hukum untuk mengambil tindakan dan bgi hakim untuk mengambil putusan. Ruh keadilan yang terkandung dalam hukum tertulis itu sudah seharusnya menginspirasi bagaimana hukum ditegakkan dan bagaimana putusan diambil. Tulisan ini mencoba merefleksikan berbagai alur dan tokoh dalam novel Les Miserable karya Victor Hugo dengan memandangnya dari perspektif berbagai aliran pemikiran hukum. Refleksi yang dilakukan menunjukkan bahwa sebuh peristiwa hukum dapat dikaji dengan menggunakan berbagai sudut pandang berdasarkan aliran-aliran pemikiran dalam ilmu hukum. Dalam analisis digunakan aliran pemikiran hukum alam, positivisme dan feminist jurisprudence. Mendialogkan berbagai aliran pemikiran ini membawa pada cara pandang tentang bagaimana seharusnya hukum dan keadilan dipersepsikan untuk kemudian dituangkan secara normatif sebelum diterapkan kepada masyarakat.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap merupakan keuangan negara sehingga kewenangan negara di bidang pengawasan tetap berlaku. Meskipun demikian, paradigma pengawasan negara dimaksud harus berubah, yakni tidak lagi berdasarkan paradigma pengelolaan keuangan negara dalam penyelenggaraan pemerintahan (government judgement rules), melainkan berdasarkan paradigma usaha (business judgement rules). Tulisan ini mencoba menghadirkan perspektif tertentu tentang bagaimana mengatur prinsip pengawasan khususnya terkait pemeriksaaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara pada BUMN berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013. Dengan melakukan pendekatan yuridis normatif tulisan ini menyimpulkan bahwa pemeriksaan pengelolaan pertanggungjawaban keuangan negara berdasarkan business judgement rules (BJR) harus dinormakan secara tegas dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang terkait lainnya. Prinsip-prinsip BJR dan good corporate governance (GCG) sebagai pedoman pengawasan dan pemeriksaan juga harus diatur secara tegas dan sama baik dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan undang-undang terkait serta Undang-Undang Perseroan Terbatas.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.