Permintaan pasar terhadap maru masih berasal dari hasil tangkapan alam. Pengumpul menggunakan maggot sebagai pakan yang mendukung pertumbuhan dan kehidupan ikan maru. Namun kandungan kitin dan biaya produksi maggot menjadi kendala dalam penggunaan maggot sebagai pakan utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi maggot dan pakan buatan yang memberikan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup terbaik untuk maru. Pemeliharaan benih berlangsung selama 90 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 perlakuan yaitu kontrol (100% Maggot), Perlakuan A (Maggot 75% + Pellet 25%), Perlakuan B (Maggot 50% + Pellet 50%), Perlakuan C (Maggot 25% + Pellet 75%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Maggot 50% + Pellet 50% merupakan kombinasi pakan yang paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan dan kehidupan ikan maru. Pengukuran panjang absolut maru pada pemberian 50% Maggot + 50% Pellet adalah 8,18 cm, dan berat absolutnya adalah 16,5 gram. Tingkat kelangsungan hidup ikan maru tertinggi mencapai 70%.
Arwana silver albino (Osteoglossum bicirrhosum) menjadi salah satu komoditas ikan hias air tawar yang diminati selain ikan arwana Super Red. Hal ini dikarenakan harga yang terjangkau dibanding jenis arwana asli Indonesia. Kegiatan budidaya arwana silver albino di Indonesia sudah mulai berkembang, namun informasi mengenai pakan yang sesuai untuk menjunjang peforma masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan yang tepat untuk memberikan laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup terbaik pada benih arwana silver albino. Benih arwana silver albino yang digunakan pada penelitian ini berukuran rata-rata 7.6 cm sebanyak 72 ekor. Pemeliharaan benih dilakukan selama 40 hari. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan A menggunakan kroto (Oecophylla smaragdina), perlakuan B menggunakan Udang rebon (Mysis relicta), perlakuan C menggunakan Ulat Hongkong (Tenebrio molitor) dan perlakuan K menggunakan Cacing darah (Chironomus sp.). Pengambilan data laju pertumbuhan benih dilakukan pada akhir dan awal pemeliharaan. Pengamatan tingkat kelangsungan hidup benih dilakukan setiap hari. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dilakukan analisis statistik (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih yang diberikan perlakuan K dan perlakuan A memberi pertumbuhan tertinggi dibandingkan benih pada perlakuan B dan perlakuan C.
Cannibalism is a major problem in the intensive catfish hatchery that caused high mortality. This phenomenon is allegedly due to the high level of testosterone hormones in the early larvae and seed stages. Testosterone is a maternal steroid hormone that is transferred directly by the parent to the egg. Catfish broodstock has high testosterone levels during the gonad maturation phase and it enters the eggs during the process of vitellogenesis. A high level of testosterone is considered to cause catfish seeds to behave aggressively and subsequently encourage cannibalism. This testosterone level may be reduced by estrogen through a negative feedback mechanism. This experiment aimed to evaluate the use of several 17β-estradiol doses at different water temperatures to control cannibalism in catfish seeds. This experiment used two factors, i.e. 17β-estradiol doses (0, 20, and 50 mg/kg) coated in the diet and water temperatures (28 and 31°C). The results showed that 17β-estradiol levels in catfish seeds increased with increasing experimental length. The use of 17β-estradiol at low water temperature (28°C) was better in decreasing mortality, while the dose of 50 mg/kg17β-estradiol which applied at 28°C was the best combination in controlling cannibalism on catfish seeds. Keywords: 17β-estradiol, cannibalism, Clarias gariepinus, seed. ABSTRAK Kanibalisme merupakan salah satu masalah utama dalam pembenihan ikan lele intensif karena menyebabkan kematian yang tinggi. Fenomena ini diduga karena kadar hormon testosteron yang tinggi pada tahap larva dan benih. Testosteron merupakan hormon steroid maternal yang ditransfer secara langsung oleh induk ke telur. Induk ikan lele memiliki kadar testosteron yang tinggi pada fase pematangan gonad dan masuk ke dalam telur selama proses vitelogenesis. Tingginya kadar testosteron diduga menyebabkan benih berperilaku agresif dan akan mendorong kanibalisme. Kadar testosteron dapat ditekan dengan meningkatkan kadar hormon estrogen melalui mekanisme feedback negatif. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan dosis estradiol-17β dan suhu pemeliharaan yang berbeda untuk mengendalikan kanibalisme pada benih ikan lele. Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu dosis estradiol-17β yang berbeda (0, 20, dan 50 mg/kg) yang diberikan melalui pakan, dan suhu pemeliharaan yang berbeda (28 dan 31°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol-17β pada benih ikan lele meningkat seiring dengan lamanya pemeliharaan. Penggunaan estradiol-17β pada suhu 28°C lebih baik dalam mengurangi mortalitas, sementara dosis estradiol-17β 50 mg/kg pada suhu pemeliharaan 28°C adalah kombinasi terbaik dalam mengendalikan kanibalisme pada benih ikan lele. Kata kunci: benih, Clarias gariepinus, estradiol-17β, kanibalisme.
Fenomena kanibalisme pada ikan lele menjadi salah satu kendala dalam segmen pembenihan ikan lele yang menyebabkan tingginya mortalitas pada stadia larva dan benih. Kematian akibat kanibalisme dikuantifikasi sebagai penyumbang kematian lebih dari separuh kematian total selama masa pemeliharaan. Kanibalisme pada benih ikan lele diawali oleh tingkah laku agonistik yang merupakan indikasi perilaku agresif. Penggunaan Estradiol-17β melalui mekanisme negative feed-back diketahui mampu menurunkan perilaku agresif yang menyebabkan tindakan kanibalisme benih ikan lele. Selain itu, suhu menjadi faktor lingkungan yang memengaruhi tingkah laku ikan. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Ada dua faktor yang diuji dalam penelitian yaitu faktor pertama adalah dosis hormon estradiol 17β (0 estradiol-17β mg.kg-1, 20 estradiol-17β mg.kg-1 dan 50 estradiol-17β mg.kg-1); dan faktor kedua adalah suhu media pemeliharaan (28 °C dan 31 °C). Hormon diberikan dengan metode coating menggunakan sprayer melalui pakan komersil. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian dosis 50 mg.kg-1 pada suhu 28 °C memiliki jumlah benih dengan ukuran luka yang lebih kecil dan perilaku agonistik dengan serangan di bagian perut dan ekor lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Hasil penelitian tersebut dapat simpulkan bahwa penggunaan dosis 50 mg.kg-1 pada suhu 28 °C dapat menekan tingkat agresivitas dan kanibalisme.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.