Waves are movements of ups and downs of seawater that carry energy. This wave energy can erode the beach shore, including the Kenjeran Beach. The areas of eroded coast will depend on the magnitude of the energy of the waves. This research aimed to analyze wind and ocean waves for the management of coastal tourism areas, mainly related to visitor safety. This research used wind and wave data from BMKG obtained for ten years (2009–2018), and they were processed using Software ArcGis 9.3 and Software WRPOLT View 8.0.2. The statistical method used in this research was the Windrose method, which analyzed the wind direction and speed in a certain place and was the ratio of the wind blowing in each wind direction. The distribution of wind was intended to determine the significant wind speed and direction that have an effect in 10 years. The wind had an average speed of 5.31 m/s from 2009 to 2018. The variation in the dominant wind direction movement occurred in the range of 90° to 270°, but overall, the wind came from the East and Southeast. The highest ocean waves caused by wind in the Kenjeran tourism area were 0.8 m and occurred in 2014. It can be concluded that the wind and the ocean waves in the coastal tourism area of Kenjeran are relatively weak. Thus, in terms of security and safety for visitors, Kenjeran beach is very suitable for tourists.
<p>Kondisi perairan laut Jawa sangat dipengaruhi oleh perubahan parameter oseanografi permukaan dan atmosfer dimana arus permukaan yang berasal dari timur mengikuti arah angin yang bertiup secara bertahap sepanjang tahun. Perubahan arus oleh pengaruh angin menyebabkan proses pergerakan lapisan permukaan laut hingga membangkitkan percampuran horizontal (<em>horizontal mixing</em>) yang pada akhirnya arus tersebut akan mendorong terjadinya pergeseran massa air. Pola pergerakan massa air akan mempengaruhi fluktuasi parameter oseanografi permukaan seperti suhu permukaan laut, klorofil-a dan salinitas. Data Suhu dan Salinitas diperoleh dari data citra satelit yang selanjutnya di visualisasikan menggunakan softwere ODV (Ocean Data View) dengan arah vertikal dari permukaan sampai dekat dasar laut kemudian dianalisis distribusi vertikal temperatur, salinitas, dan densitas mewakili musim Barat, Peralihan I, Timur dan Peralihan II. Suhu permukaan laut saat musim barat dan musim peralihan I lebih tinggi dibandingkan saat musim timur (Agustus) dan musim peralihan 2. Nilai Salinitas dipermukaan laut pada musim barat dan musim peralihan I lebih rendah dari pada musim timur dan Musim peralihan 2. </p>
Wilayah pesisir merupakan daerah peralihat laut dan darat dimanan wilayah ini mendapatkan tekanan akibat aktivitas dan fenomena yang terjadi di darat maupun di laut. Masalah-masalah yang terjadi di pesisir seperti perubahan morfologi pantai seperti terjadinya abrasi dan akresi. Erosi Pantai yang disebut juga abrasi akhir-akhir ini cenderung meningkat di berbagai daerah. Penyebab erosi pantai sendiri adalah Penurunan Permukaan Tanah, Land Subsidence, kerusakan Hutan Mangrove, kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang, kerusakan akibat sebab alam lain dan kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain. Beberapa factor resiko bencana diantaranya tingginya pengaruh ancaman gelombang ekstrim dan abrasi pantai, tingginya kerentanan yang dimiliki suatu wilayah, dan rendahnya kapasitas untuk menghadapi ancaman bencana. Abrasi membuat penduduk kehilangan lahan tempat tinggal dan lahan pertanian dan pertambakan yang berdampak pada hilangnya mata pencaharian dan berkurangnya penghasilan mereka. Sekarang ini mayoritas penduduk berusia produktif memiliki mata pencaharian sebagai buruh pabrik dan buruh bangunan. Nilai kerentanan suatu wilayah dipangaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tingginya kepadatan penduduk dan kelompok rentan, tingginya jumlah kepala keluarga miskin dan kelompok nelayan, tingginya kepadatan pemukiman dan minimnya luasan vegetasi wilayah pesisir dalam menghadapi ancaman bencana. Salah satu mitigasi yang dilakukan yaitu Mengetahui tingkat kerusakan akibat abrasi, Mengetahui persebaran kawasan yang mengalami abrasi serta mitigasi bencana abrasi dengan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dan pengelolaan pantai secara terpadu.
<p>Wilayah pesisir merupakan daerah peralihat laut dan darat dimanan wilayah ini mendapatkan tekanan akibat aktivitas dan fenomena yang terjadi di darat maupun di laut. Masalah-masalah yang terjadi di pesisir seperti perubahan morfologi pantai seperti terjadinya abrasi dan akresi. Erosi Pantai yang disebut juga abrasi akhir-akhir ini cenderung meningkat di berbagai daerah. Penyebab erosi pantai sendiri adalah Penurunan Permukaan Tanah, <em>Land Subsidence</em><em>, </em>kerusakan Hutan Mangrove, kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang, kerusakan akibat sebab alam lain dan kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain. Beberapa factor resiko bencana diantaranya tingginya pengaruh ancaman gelombang ekstrim dan abrasi pantai, tingginya kerentanan yang dimiliki suatu wilayah, dan rendahnya kapasitas untuk menghadapi ancaman bencana. Abrasi membuat penduduk kehilangan lahan tempat tinggal dan lahan pertanian dan pertambakan yang berdampak pada hilangnya mata pencaharian dan berkurangnya penghasilan mereka. Sekarang ini mayoritas penduduk berusia produktif memiliki mata pencaharian sebagai buruh pabrik dan buruh bangunan. Nilai kerentanan suatu wilayah dipangaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tingginya kepadatan penduduk dan kelompok rentan, tingginya jumlah kepala keluarga miskin dan kelompok nelayan, tingginya kepadatan pemukiman dan minimnya luasan vegetasi wilayah pesisir dalam menghadapi ancaman bencana. Salah satu mitigasi yang dilakukan yaitu Mengetahui tingkat kerusakan akibat abrasi, Mengetahui persebaran kawasan yang mengalami abrasi serta mitigasi bencana abrasi dengan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dan pengelolaan pantai secara terpadu.</p>
Nusa Dua Beach, Bali, is morphologically dynamic because it is constantly changing due to erosion and accretion. In 2003, the efforts were made to develop groins, where this one of the solutions to overcome erosion. Analysis of shoreline changes needs to be carried out to see the effectiveness of groin development by looking at the shoreline before and after construction using Landsat imagery data for 26 years. This research method utilizes the Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI) algorithm to separate water from land features, classify images into four classes: sand, water, foam, and land features using the Coastsat toolkit and calculate wave energy flux. Before the construction, The GA1-GA2 groins experienced successive erosion in 1996-2002. After construction of the coastal groins, it still shows a decline in the coastline both during the west monsoon, which is 63.68 m and the east monsoon which is 36.21 m. In the east monsoon, the wave energy flux is most significant, with a maximum value of 4.9 x 10³ N/s, and in the west monsoon 3.4 x 10³ N/s. The effect of the significant wave energy flux that occurs in the east monsoon causes more longshore sediment transport, and the coast experiences a maximum shoreline advance in the east monsoon of 65.24 m compared of the west monsoon shoreline, which is 58.28 m. The toolkit can identify with better accuracy by validating estimation and observation data with an RMSE value of 4.79 m, a bias of 2.62 m, and an R2 of 0.97.Keywords: Shoreline, Erosion, Landsat, Wave Energy Flux ABSTRAKPantai Nusa Dua, Bali dapat dikatakan secara morfologi dinamis dikarenakan selalu mengalami perubahan akibat erosi dan akresi. Tahun 2003 telah dilakukan upaya pembangunan groin yang merupakan salah satu solusi untuk menanggulangi terjadinya erosi. Analisis perubahan garis pantai perlu dilakukan untuk melihat efektivitas dari pembangunan groin dengan melihat garis pantai sebelum dan sesudah pembangunan dengan memanfaatkan data citra Landsat selama 26 tahun. Metode penelitian ini memanfaatkan algoritma Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI) untuk memisahkan air dari fitur daratan, mengklasifikasi citra menjadi empat kelas: pasir, air, buih dan fitur lahan dengan menggunakan toolkit Coastsat serta menghitung fluks energi gelombang. Sebelum pembangunan groin GA1-GA2, pantai mengalami erosi pada tahun 1996-2002. Setelah pembangunan groin pantai masih menunjukkan terjadi kemunduran garis pantai pada saat musim barat 63,68 m maupun musim timur 36,21 m. Pada musim timur fluks energi gelombang terbesar dengan nilai maksimum 4,9 x 10³ N/s dan pada musim barat fluks energi maksimum yaitu sebesar 3,4 x 10³ N/s Efek dari besarnya fluks energi gelombang yang terjadi di musim timur menyebabkan angkutan sedimen sejajar pantai lebih besar dan pantai mengalami kemajuan garis pantai maksimum di musim timur 65,24 m dibandingkan dengan musim barat 58,28 m. Toolkit coastsat mampu mengindentifikasi garis pantai lebih efisien dengan ketelitian lebih baik dengan validasi data estimasi dan observasi bernilai RMSE 4,79 m, bias 2,62 m dan R2 0,97.Kata Kunci: Garis Pantai, Erosi, Landsat, Fluks Energi Gelombang
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.