The Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) is a mandatory certification for palm oil plantations based on compliance with Indonesia’s regulations. Its implementation has been slow, particularly for independent smallholders that face problems of complicated requirements, limited capacity, and limited funding. Meanwhile, limited incentives are in place, either in the form of premium prices, ease of regulation, or funding. This article aims to elaborate on the role of incentives and their options in supporting the acceleration of ISPO implementation to ensure and improve the market access of smallholders. It identifies ways to develop incentives to facilitate the acceleration of ISPO certification and alternative financing sources available to support this. The method of this research is based on qualitative methodology using a literature review, policy document analysis, and in-depth interviews with informants from the government and smallholders. The analysis of this article shows that incentives are needed in the form of funding, regulatory measures, technical assistance, promotion, and rewards for good practices to provide better facilitation and financial support for the regulatory compliance in the legal, managerial and financial aspects of the ISPO. These incentives target government and smallholders. Implications for enabling these incentives include the improvement of government coordination, improved understanding of challenges faced by smallholders, and adoption of innovative approaches to manage financial resources, which are crucial to facilitate smallholders’ capacity and organizational improvement.
Studi mengenai pengaruh antara modal sosial terhadap kesejahteraan mendapatkan hasil yang bertentangan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh modal sosial terhadap taraf kesejahteraan, namun terdapat pula penelitian yang tidak mendeteksi pengaruh karena taraf kesejahteraan dipengaruhi oleh produktivitas usaha, bukan karena modal sosialnya. Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan peran variabel antara, yakni kinerja usaha, dapat menjembatani pengaruh modal sosial dengan kesejahteraan. Menggunakan teknik analisis faktor dalam mengelompokkan 23 indikator modal sosial, penelitian ini menjelaskan dinamika modal sosial para pedagang. Kemudian teknik analisis SEM digunakan untuk mengungkap pengaruh langsung dan tidak langsung melalui kinerja usaha. Analisis SEM menunjukkan terdapat pengaruh modal sosial terhadap kinerja usaha dan pengaruh kinerja usaha terhadap kesejahteraan. Penelitian ini menemukan bahwa modal sosial mendorong adanya tindakan kolektif antar pedagang, terutama saat lonjakan harga saat pedagang sering mengalami kerugian. Dalam hal ini, modal sosial nampaknya mampu menjaga kinerja usaha, yaitu modal dan keuntungan agar tetap stabil, sehingga memungkinkan pedagang memiliki taraf kesejahteraan yang baik. Kata Kunci: Kesejahteraan, Kinerja usaha, Modal sosial, Pedagang hasil pertanian.
Penelitian tentang penggunaan ponsel pintar di kalangan anak perempuan pedesaan menghasilkan temuan yang kontradiktif. Di satu sisi, ponsel pintar memiliki manfaat yang positif bagi perempuan. Di sisi lain, ponsel pintar sering digunakan untuk mengakses konteks dewasa dan mempermudah berkomunikasi dengan lawan jenis tanpa sepengetahuan orang tua. Hal ini mengakibatkan meningkatnya pergaulan bebas di antara anak perempuan, seks di luar nikah, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian ini mengkaji pengaruh teknologi ponsel pintar berbasis Android terhadap perkawinan anak perempuan di pedesaan. Berlokasi di Desa Lubuk Pabrik di Provinsi Bangka Belitung, penelitian ini menggunakan mixed-method, Kombinasi pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif. Analisis regresi logit menunjukkan adanya satu variabel independen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perkawinan anak perempuan di pedesaan yakni ragam penggunaan aplikasi.
Minuman beralkohol tradisional merupakan jenis minuman beralkohol yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Dampak buruk bagi kesehatan serta tuntutan norma, membuat pemerintah melarang produksi dan distribusi minuman tersebut. Namun demikian, banyak produsen yang tetap memproduksinya secara sembunyi- sembunyi. Dalam kasus ini, mereka harus bermanuver antara memenuhi kebutuhan hidup dan tekanan kebijakan pemerintah. Penelitian ini membahas alasan dibalik keputusan untuk terus memproduksi minuman beralkohol tersebut, dengan mengambil kasus produsen arak Jawa di Desa Kerek, Ngawi, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mendapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki, golongan usia muda, masyarakat asli, responden yang berproduksi kurang dari tiga tahun, memiliki riwayat penangkapan, lama menganggur kurang dari tiga bulan, tidak memiliki pekerjaan lainnya atau pendapatan dari pekerjaan sampingannya kurang dari Rp1.000.000 per bulan, adanya resiko formal dan individu yang rendah memiliki kesempatan lebih besar untuk kembali memproduksi arak Jawa. Regresi logistik mendapatkan keputusan untuk tetap berproduksi ditentukan oleh ketersediaan pekerjaan sampingan. Oleh karenanya, upaya menekan produksi dan peredaran minuman beralkohol tradisional perlu dilakukan dengan penyediaan pendapatan kepada produsennya. Kata kunci: Arak jawa, Regresi logistik, Minuman beralkohol tradisional
Certification and pledge have long been the primary mechanisms to safeguard unsustainable forest exploitations and maintain the social welfare of forest communities by providing better access to the market. However, commodity-based certification and pledges have been criticised for their limited success in safeguarding the social welfare of the forest community. A newly developed certification scheme, the jurisdictional certification approach, offers an alternative to sustainable resources use. It promises a more comprehensive alternative for all stakeholders operating in a given jurisdiction and a more substantial government role. The literature review indicates that although Indonesia’s jurisdictional approach pilot project shows promising results in overcoming traditional certifications’ drawbacks, the actors’ acceptance within commodity chains is limited. The adoption requires intensive collaboration among government, private sectors and civil society. The government is expected to streamline the regulatory process within the jurisdiction, while the private sectors and civil society provide material and human resource supports. This process is reliant upon effective communication among the private sector and the different levels of government.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.