IUCN classified squaretail coralgroupers into vulnerable status. If this is ignored, there may be a risk of threatening its sustainability and changing its status to endangered. This condition needs proper regulation concerning juvenile protection. Escape gap recommendations are considered to be the proper solution for this particular issue because juveniles were able to release without reducing fishermen's revenues. When implementing an escape gap, various elements support failure and success. Therefore, it is necessary to know what elements will have an effect so that the program could implement successfully. This study aims to identify key elements in escape gap implementation. The key elements are identified through Interpretive Structural Modelling. This method is carried out systematically by ranking several elements that influence the implementation. The result showed that the implementation of the escape gap required prioritizing key elements. These keys are releasing juvenile grouper with high survivability (objectives), trial use of the escape gap on the trap (activities), worries of income reduction (obstacles), Marine and Fisheries Departments of Central Java (institutions involved), and fishermen (affected communities). These key sub-elements will drive other sub-elements to implement the escape gap in trap fisheries successfully.
Penggunaan alat tangkap bubu telah berkontribusi dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan karang di Pulau Karimunjawa. Salah satu target tangkapan bubu yakni ikan kerapu yang merupakan ikan konsumsi bernilai ekonomis tinggi. Permintaan ikan kerapu terus meningkat, sehingga nelayan cenderung menangkap semua ukuran, termasuk ikan kerapu muda yang belum pernah memijah (immature). Dewasa ini, kondisi perikanan kerapu terindikasi mengalami penurunan stok akibat tekanan penangkapan. Apabila hal ini diabaikan, tidak menutup kemungkinan bahwa kegiatan penangkapan berpeluang mengancam status keberlanjutan sumber daya ikan. Salah satu cara untuk mengurangi hasil tangkapan kerapu belum layak tangkap yakni dengan penggunaan celah pelolosan. Namun belum diketahui sejauh mana efektivitasnya ketika diaplikasikan pada penangkapan ikan karang dengan bubu di Karimunjawa. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan mengkaji efektivitas penggunaan celah pelolosan pada bubu dalam mengurangi peluang tertangkapnya kerapu muda belum layak tangkap serta kelangsungan hidup kerapu pasca penangkapan. Penelitian dilakukan dengan metode experimental fishing. Pengambilan data dilakukan melalui observasi dan pengukuran langsung di lapangan. Kurva rasio kelangsungan hidup ikan dihitung dengan metode kuadrat terkecil non linier menggunakan fasilitas Solver pada MS-Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan celah pelolosan pada bubu dapat menurunkan hasil tangkapan ikan kerapu muda yang belum layak tangkap dari 66.70% menjadi 45.50%. Penggunaan celah pelolosan telah mampu menurunkan hasil tangkapan ikan kerapu belum layak tangkap dengan tingkat efektivitas 69.20%. Ikan kerapu pasca pelolosan dapat bertahan hidup dengan rasio kelangsungan hidup sebesar 77.88% dimana rasio kelangsungan hidup ikan juvenil (86.4%) lebih tinggi dibanding ikan kerapu dewasa (69.2%) pada hari ke-8 pasca penangkapan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.