The purpose of the study was to find out and explain the process of managing the Village Fund Allocation (ADD) in South Marisa Village, Marisa District, Pohuwato Regency and what factors influenced the management of Village Fund Allocation (ADD) in Marisa Selatan Village, Marisa District, Pohuwato District. The method in this study is descriptive with a qualitative approach. Descriptive form is a form of research that focuses on the actual problems or phenomena at the time of the research and describes the facts about the problem being investigated as followed by accurate interruptions. The informants in this study were, the village head of South Sumatra, the village secretary, the village treasurer, the head of the BPD, the head of the hamlet and the community leaders of South Sumatra. The results of the study show that the ADD Management Process includes Planning, Implementation, Administration, Reporting and Accountability. ADD management carried out by the Government of South Marisa Village, Marisa Subdistrict, Pohuwato Regency has followed the rules of technical guidelines that have been regulated in the legislation. but the process is still not optimal. This can be seen from the reporting process and the liability that has been delayed. For the Realization Reporting Process, the use of ADD is not yet in accordance with the predetermined schedule, causing delays in disbursing the Fund for the next stage. Likewise with the Pertanganggung answer for the use of ADD so that the community cannot evaluate the work of the village government and accountability to the regional government that is not implemented in a timely manner.
The people of Acheh society so immersed in the customary beliefs, traditions and cultures of Hinduism, and belief in large wooden staples such as, banyan trees and ketapang trees, as well as trustworthy objects possessing supernatural powers of animism and dynamism. They are also cling to the teachings of religion that have been abandoned by the former, even though those who bring the teachings are not derived from Islam, indirectly the belief, can form personal in everyday social that is not very memorable. In some parts of the Acheh community who live in rural areas up to now, practice the customs and culture of the tahayul rather than Hindu relics such as, the practice of heresy, superstition and khurafat and has become a practice in its daily that is difficult to be left.
Aceh wilayah yang menerapkan Syariat Islam. Namun, zikir suluk yang telah diperkenalkan oleh Syeikh Abdul Rauf maupun Syeikh Muhammad Muda Waly di Aceh pada masa lampau belum dijadikan modal sosial dalam psikoterapi di kalangan masyarakat Aceh. Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan aspek terapi zikir suluk di kalangan masyarakat dari perspektif psikologis. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif partisipatif terhadap tiga responden praktisi utama dari Dayah M, Dayah DT, dan Dayah B. Data diperoleh melalui observasi, wawancara terhadap pimpinan zikir suluk, studi dokumentasi dan partisipatif. Analisa data guna memperlihatkan sejumlah aspek zikir suluk yang sesuai dengan psikoterapi. Teknik analisis data mengunakan domain, taksonomi dan analisis konten. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi untuk melihat relevansi zikir suluk dengan psikoterapi. Tiga temuan utama mencakup praktik zikir suluk, aspek psikoterapi dalam zikir suluk, dan zikir sebagai media psikoterapi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara psikologis terdapat kesamaan yang kuat antara zikir suluk dengan psikoterapi. Hal ini memberikan arah baru terhadap pengembangan psikoterapi. Kajian zikir suluk memiliki nilai signifikan karena dapat menggali faedah yang belum sepenuhnya terungkap secara akademis.
Konseling merupakan bantuan psikologis kepada klien guna mendapatkan keputusan hidup yang dapat mengangkat harkat dan martabat mereka, sejak konseling pertama kali dipopulerkan oleh Frank Parsons pada tahun 1908 terus mengalami perkembangan, namun kajian terhadap nilai-nilai konseling Islam berbasis seni tari lokal belum tuntas. Minimnya minat akademisi menkaji nilai-nilai konseling Islam pada seni tari lokal karena gerakan dan suara yang bersifat menghibur (entertain) pada tarian tidak termasuk ke dalam definisi konseling modern. Kajian ini menghadirkan nilai-nilai konseling Islam pada seni tari seudati masyarakat Aceh sebagai respon akademik terhadap perdebatan panjang mengenai pendekatan konseling di kalangan konselor. Penulis menggunakan data gabungan pada kajian ini, data lapangan guna menemukan nilai-nilai konseling Islam pada seni tari seudati dan data pustaka guna mengetahui kehadiran seni tari seudati dalam kontek sosialkegamaan di Aceh. Hasil kajian memperlihatkan bahwa pada seni tari seudati ditemukan nilai-nilai konseling Islam sebagaimana yang terangkum dalam ungkapan salam, pujian kepada Tuhan dan Nabi, busana yang bernuansa Islami, kombinasi dari tari musik tubuh dan sastra tetang nilai-nilai kehidupan yang Islami, dan pada awal pertumbuhannya menjadi media untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Islam kepada publik. Karena itu, penulis menyimpulkan bahwa kajian ini dapat memperkaya khazanah kajian tentang nilainilai konseling Islam berbasis budaya lokal. Para penggiat konseling dapat mempertimbangkan untuk menggunakan hasil kajian ini pada acara konseling terbuka untuk menolong individu yang memerlukan pendekatan konseling berbasis seni tari local yang Islami. Keywords: konseling, Islam, seudati
Islam yang ditampilkan dalam wajah Rahmatan lil `alamin inilah yang penulis maksudkan dengan Islam solutif. Islam solutif merupakan suatu pemahaman tentang karakteristik Islam yang mampu memberikan pencerahan dan kontribusi dalam berbagai aspek persoalan manusia dan sendi-sendi kehidupannya. Islam solutif merupakan suatu pandangan hidup yang menjadi tujuan pencaharian manusia dalam hidupnya. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Islam Aceh Raya Darussalam telah mencapai puncaknya. Hal ini tentu karena dorongan spirit Islam dari diri sultan dan dukungan ulama yang ada disekitar sultan. Banyak kemajuan, baik dalam segi pengembangan agama Islam, konseling, politik, maupun kegiatan ekonomi. John Davis, yang pernah datang ke Aceh menceritakan tentang bagaimana kebesaran Kerajaan Islam Aceh Raya Darussalarn, ia mengungkapkan bahwa Istana Kerajaan Aceh yang letaknya setengah mil dari kota merupakan kerajaan yang sangat megah, luas dan besar. Di istana inilah sebagian besar kegiatan kebudayaan dilaksanakan, hampir setiap minggu, menurut Davis diadakan upacara terutama alam hubungan dengan penyambutan tamu. Negara Perancis juga mengadakan hubungan dengan kerajaan Aceh Darussalam. De Beaulieu, seorang kepala rombongan utusan Raja Prancis telah juga datang ke Kerajaan Aceh Darussalam dengan membawa sepucuk surat yang akan diserahkan kepada Sultan Iskandar Muda dimana Raja Perancis bermaksud untuk mengadakan hubungan bilateral dengan kerajaan Aceh Darussalam, karena mereka tahu kerajaan Aceh Darussalam sudah terkenal hingga ke manca negara. Davis juga mencatat bahwa pada abad ke-17 kesan tentang kehidupan yang dinamis sangat bergelora di Aceh Darussalam. Key Words: Nilai, konseling, Islam, Aceh
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.