Background: Surgery and anesthesia are associated with increased patient anxiety. Perioperative anxiety is a common problem in regional anesthesia procedures and has an extensive impact. Immersive virtual reality (IVR) is a potential non-pharmacological distraction method to reduce anxiety. Immersive virtual reality creates a virtual environment that allows patients to interact and immerse in the virtual world, reducing patient anxiety. Objectives: This study aimed to examine the effect of IVR on the anxiety of patients undergoing regional anesthetic surgery. Methods: A total of 30 participants referred to Dr. Kariadi General Hospital (Indonesia) from October 2021 to December 2021 were enrolled in this randomized, single-blind clinical trial. The patients were divided into virtual reality (VR) and control groups (n = 15 in each group). The control group received midazolam (0.02 mg/kg) as premedication. The VR group received an IVR intervention without premedication. The data of anxiety scores were assessed using the Spielberger state-trait anxiety inventory 6 (STAI-6). This study also collected vital signs, side effects, and patient and surgeon satisfaction level data. Results: The average anxiety level during surgery in the operating room decreased in both groups (P < 0.05); the VR group had a lower score (P = 0.04). The anxiety level was significantly reduced before and during surgery in the VR group than in the control group. The patient satisfaction level was also significantly higher in the VR group than in the control group (P = 0.024). Both groups had no significant difference in monitored vital signs, side effects, and surgeon satisfaction. Conclusions: The IVR intervention could reduce anxiety in patients undergoing surgery under regional anesthesia and improve patient satisfaction.
Latar belakang : Dari pasien pediatri yang dipuasakan, semua cairan rutin diberikan harus mengandung glukosa dengan alasan pada anak hanya sedikit mempunyai cadangan glikogen di hepar, sehingga bila pemasukan per oral terhenti selama beberapa waktu akan dengan mudah menjadi hipoglikemia yang dapat berakibat fatal terutama bagi sel otak. Cairan dekstrosa 5% NaCl 0,45% dapat mencegah hipoglikemia tetapi menyebabkan hiperglikemia post operasi. Cairan infus dekstrosa 2,5% NaCl 0,45% yang mempunyai kadar glukosa lebih kecil, diperkirakan tidak menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemiaTujuan: Untuk membandingkan cairan infus dekstrosa 5% NaCl 0,45% dan cairan infus dekstrosa 2,5% NaCl 0,45% dalam mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia durante dan setelah operasi pada pasien pediatrikMetode: Penelitian ini merupakan uji klinik tahap 1 (subyek manusia) pada 48 penderita yang menjalani operasi dengan anestesi umum. Semua penderita dipuasakan 4 jam dan diberi obat premedikasi. Pengambilan sampel darah perifer untuk pemeriksaan GDS pre induksi, pasca induksi, tiap 30 menit durante operasi. Penderita dikelompokkan secara random menjadi 2 kelompok. Kelompok I mendapat infus dekstrosa 5% NaCl 0,45% dan kelompok II mendapat infus dekstrosa 2,5% NaCl 0,45%. Akan dilakukan uji normalitas distribusi kadar glukosa darah dengan menggunakan uji Kolmogorov -Smirnov. Apabila p>0,05 maka distribusinya disebut normal. Analisis analitik akan dilakukan untuk menguji perbedaan kadar glukosa antar kelompok dengan independent-t-test (distribusi normal). Uji beda kadar glukosa antar kelompok dengan menggunakan paired t -test (distribusi normal).Hasil : Karakteristik umum subyek pada masing–masing kelompok memiliki distribusi yang normal (p > 0,05), didapatkan data yang homogen (perbedaan yang tidak bermakna, p>0,05) dari semua variabel. Data sebelum perlakuan pada kelompok I (p= 0,109 ) dan kelompok II (p=0,106) memberikan hasil nilai kadar glukosa darah berdistribusi normal ( p > 0,05 ). Prainduksi ( p = 0,762 ) sampai sesaat setelah induksi ( 0,714 ) terjadi kenaikan kadar glukosa darah namun tidak bermakna ( p> 0,05 ) . Kadar glukosa antar kelompok berbeda bermakna pasca operasi mulai menit 30 sampai menit 150 ( p=0,00 ). Kadar glukosa darah pada kelompok I saat prainduksi 102,36±4,31 mg/dl, pasca induksi 106,0±44,17 mg/dl , 30 menit 107,28±6,05 mg/dl, 60 menit 108,68±7,64 mg/dl, 90 menit 110,36±9,26 mg/dl, 120 menit 112,16±16,07 mg/dl dan 150 menit 114,64±22,38 mg/dl. Uji normalitas variabel glukosa darah dilihat dari waktu, masing -masing kelompok memiliki distribusi yang normal ( p> 0,05 ) .Uji beda kadar glukosa darah antara kedua kelompok memberikan hasil berbeda bermakna ( p> 0,05 ).Simpulan: Pemberian cairan infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 % lebih baik dari cairan D5 % NaCl 0,45% karena tidak menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia selama dan setelah operasi pada pasien pediatri
Latar belakang: Antiseptik oral hygiene merupakan salah satu cara non farmakologi yang dapat menurunkan insiden Ventilation Associated Pneumonia (VAP) dengan menurunkan skor Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) pada penderita dengan ventilator mekanik. Chlorhexidine adalah antiseptik yang lebih mampu mencegah pembentukan biofilm dibandingkan dengan povidone iodine. Tujuan: Mengetahui chlorhexidine 0,2% lebih efektif menurunkan angka Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) dibandingkan dengan povidone iodine 1% pada penderita dengan ventilator mekanik. Metode : Merupakan penelitian eksperimental, dua subjek dibagi dua kelompok sama besar (n =16). Kelompok chlorhexidinee 0,2 % dan kelompok kontrol povidone iodine 1%. Kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan dilakukan pemeriksaan CPIS, yaitu: suhu, analisa gas darah, sekret trakea, darah rutin dan foto ronsen dada. Uji wilcoxon adalah uji korelatif untuk melihat GC plaque sebelum dan setelah perlakuan.Sedangkan uji spearman melihat korelasi GC plaque dan skor CPIS pada kelompok perlakuan. Hasil: Hasil skor CPIS berbeda makna pada kelompok I (p<0,05). Analisis komparatif selisih skor sebelum dan sesudah perlakuan kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Skor GC plaque sebelum [6,00 (5,60-7,00)] dan setelah aplikasi chlorhexidinee 0,2% [7,00 (6,80-7,20)] menunjukkan hasil berbeda bermakna (p= 0,000). Uji spearman skor GC plaque dan CPIS menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna, hasil korelatif negatif. Kesimpulan: Chlorhexidinee 0,2% merupakan antiseptik orofaring yang lebih efektif menurunkan skor CPIS dibandingkan dengan povidone iodine 1% pada pasien dengan ventilator mekanik. Tidak ada korelasi antara kenaikan skor GC plaque dengan penurunan skor CPIS.
Latar belakang : Menggigil pasca anestesi merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi, menimbulkan keadaan yang tidak nyaman dan menimbulkan berbagai resiko. Selama ini obat yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi menggigil mempunyai efek samping mual, muntah, sedasi dan depresi napas. Tujuan penelitian adalah membuktikan pemberian ondansetron 0,1 mg/kgBB intra vena sebelum induksi anestesi lebih efektif dibandingkan dengan pemberian tramadol 2 mg/kgBB intra vena sebelum induksi anestesi dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum.Metode : Penelitian eksperimental "randomized post test only controlled group" pada 72 pasien usia 16-40 tahun yang menjalani operasi selama 1-2 jam dengan anestesi umum. Tanda vital (tekanan darah, laju jantung, saturasi oksigen serta suhu tubuh aksila) diukur 5 menit sebelum induksi dilanjutkan randomisasi. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok : Kelompok O mendapatkan ondansetron 0,1 mg/kgBB, kelompok T mendapatkan tramadol 2 mg/kgBB dan kelompok K mendapatkan NaCl 0,9%. Setelah perlakuan dilakukan induksi anestesi sesuai dengan standar. Tanda vital diukur segera setelah ekstubasi dan tiap lima menit selama 15 menit. Uji statistik dengan One-way Anova dan Kruskal Wallis dengan derajat kemaknaan p < 0,05.Hasil : Kejadian menggigil pada kelompok tramadol terjadi pada 5 pasien (20,8%), pada kelompok ondansentron 4 pasien (16,7%), (p=0,482). Sedangkan antara kelompok ondansentron dan tramadol dengan kelompok kontrol, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Perbedaan suhu tubuh kelompok ondansetron dan tramadol tidak bermakna. Lima pasien (20,8%) pada kelompok tramadol mengalami mual muntah sedangkan kelompok ondansetron tidak didapatkan efek samping (p < 0,05).Kesimpulan : Ondansetron 0,1 mg/kgBB dan tramadol 2 mg/kgBB intra vena mempunyai efektifitas yang sama dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum, tetapi ondansetron mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan tramadol.Kata kunci: menggigil pasca anestesi, ondansetron, tramadol.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.