Arsitektur Nusantara dipahami sebagai arsitektur yang berada di antara benua Asia dan Australia serta diantara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Rujukan artefak arsitekturalnya pun adalah arsitektur masa lampau atau sebelum masuknya pengaruh Hindia Belanda. Arsitektur Nusantara, oleh Josef Prijotomo, ditempatkan sebagai arsitektur liyan yang mempunyai logika berarsitektur yang berbeda (Prijotomo, 2008). Dasar pemikiran Prijotomo inilah yang menjadi titik awal permasalah makalah, yaitu mengapa liyan, dan darimana asal masyarakat berpola pikir liyan ini? Tidak banyak yang melakukan telaah 'asal muasal' masyarakat yang berhuni di nusantara. Widodo ( 2009) melakukan jelajah diakronik sinkronik yang diawali pada masa 10.000 tahun SM sampai 200 M, atau lebih dikenal dengan teori out of Taiwan, saat ada migrasi besar-besaran dari China daratan menuju ke Nusantara. Makalah ini mencoba menarik mundur jauh kebelakang dan meminjam tulisan-tulisan dari pengetahuan arkeologis kuno, penelitian biologi terutama tentang dna manusia purba, sehingga menjabarkan pemahaman-pemahaman teori out of sundaland, hingga teori out of africa atau multiregional hypothesis. Makalah ini bersifat spekulatif eksplorasi dengan mengacu pada

Dalam teori solid-void ruang kota, 'ruang terbuka' tidak bisa diabaikan begitu saja. Ruang terbuka urban justru sebagai pengikat bangunan-bangunan yang ada. Pada ruang terbuka itu pulalah terjadi interaksi sosial antar anggota masyarakat penghuni bangunanbangunan di sekitarnya. Pada kawasan bersejarah, fungsi ruang terbuka urban sangatlah penting. Tidak hanya sebagai tempat bersosialisasi tapi juga mempunyai aspek ekologis dan spiritual. Kawasan Kampung Kapitan merupakan salah satu kawasan bersejarah di Kota Palembang. Namun perkembangan kawasan ini mengabaikan kepentingan konservasi kawasan bersejarah ini.Dengan menggunakan teknik analisa space syntax yang dapat menilai perubahan konfigurasi ruang pada kawasan secara kualitatif, makalah ini membuktikan bahwa pelestarian sebuah kawasan cagar budaya tidak hanya terfokus pada bangunannya saja, tapi juga lingkungannya, salah satunya adalah ruang terbuka. Hal ini dimaksudkan agar keberlanjutan kawasan bersejarah tetap terjaga sesuai dengan amanat UU no 11 tahun 2010.

Palembang merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai sejarah panjang. Selain itu Palembang juga berperan sebagai kota bandar atau kota perdagangan. Salah satu golongan pedagang yang kemudian berhuni di Palembang adalah Kaum Hadrami yang datang dari Hadramaut. Dua kampung tua tempat warga pedatang Hadrami ini tinggal adalah Kampung Al Munawar dan Kampung Assegaf. Paper ini menggunakan metode penelitian semotika dalam arsitektur yang menempatkan elemen bangunan di kedua kampung ini sebagai tanda yang dibaca secara makna denotasi dan kontasi. Paper ini menunjukkan bahwa wujud bangunan di kedua kampung ini terkait dengan kedekatan sosial ekonomi warga dengan penguasa saat itu, yaitu Kesultanan Palembang Darussalam dan juga pemerintah Hindia Belanda. Hasil dari penelitian dapat menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan dan program pengembangan kota khususnya Kota Palembang.

<p><strong>Aim:</strong> This study examines the current living culture of riverbank residents by observing the choice of factual house and the house preferences. A house is the physical characteristic of cultural products indicating the current living culture. The riverbank settlements are part of the historical development of the city of Palembang. <strong>Methodology and Results: </strong>This research focuses on the physical form of residential buildings from the perspective of socio-cultural preservation. Restoring the characteristics of the riverbank area is a necessary potential. The design process can be directed toward technical innovation, social aspect and the use of materials that correspond to the features of the area. Furthermore, the cultural ecological interaction has created a living culture in the riverbank. This is evident in the constructed houses of residents with structure, technology, and material conforming to the fluctuating conditions of the ecosystem. The settlement’s characteristics generate an image of a river city, which have also become a tourist attraction in Palembang. However, the living culture has changed due to the innovation in building technology, the shift in the focus of development, and the availability of natural resources which diminish these features. <strong>Conclusion, significance and impact of study:</strong> This will encourage tourists to visit the developed areas with a preservation approach, integrating new cultural living with the conservation of the river city features for tourism interest. Furthermore, the preservation of tourism activities are not only unchanged, but also an adaptation flexibility to continuously look for new forms for the symbiosis between man and nature.</p>

Industry 4.0 is a necessity in the current global era. Indonesia since 2018 has prepared itself with the "Making Indonesia 4.0" roadmap, which covers the food and beverage, textile, automotive, electronics and chemical industries. This program is also supported by a link and match program between the Ministry of Industry and the Ministry of Research, Technology and Higher Education. On the other hand, the development of the use of BIM and 3D printers in building construction has begun to develop rapidly. The construction approach 4.0 will soon be entering Indonesia so, that the link and match with the world of education need to be a concern. Is it the education of architecture in Indonesia already prepare for that technology? That is the main question in this paper. This research approach is a normative ethical philosophy approach. The method used is a normative qualitative method and makes a comparison between the phenomena of industrial development 4.0, especially those related to construction 4.0 with the latest developments in the world of education, especially architectural education in Indonesia. This comparison is then compared with legislation related to undergraduate higher education in the department / architecture study program. These appeals become the basis for the stages of discussion that see developments into the future of the IT world related to architecture. This research shows that there is something fundamental in the present development, namely the aspect of cooperation. The aspect of cooperation is the key to the use of BIM, and this is also the main variable in legislation which is termed the humanities value. Thus the difficulty of using BIM software in various universities due to various technical and non-technical reasons is not an obstacle to pursuing standards that are consistent with the development of the phenomenon of the Industrial Revolution 4.0. This can be said because the development of BIM in the future is not only talking about technical matters, but also on social problems, especially human capabilities collaboratively. The ability of collaboration between designers and the ability of collaboration across sciences is an important capability in the future.