Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologi dan sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir, mempertahankan fungsi ini merupakan langkah mempertahankan fungsi ekosistem disekitarnya diantaranya terumbu karang dan padang lamun. Kajian ini menganalisa kondisi kualitas perairan ekosistem mangrove yang ada pada empat pulau kecil di Taman Nasional Bunaken (Pulau Bunaken; Pulau Manado Tua; Pulau Mantehage; Pulau Nain) dan korelasi karakterisitik kualitas air pulau-pulau tersebut (suhu, salinitas, kekeruhan, total suspended solid, pH, Dissolved Oksigen, NO3-N, dan PO4-P) dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA), kajian ini menggunakan instrumen pengukuran kualitas air in situ dan ex situ di laboratorium. Selain itu, hasil kualitas air ini akan dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah pada ekosistem mangrove, hal ini sebagai bahan pertimbangan pengelolaan ekosistem mangrove dimasa yang akan datang. Hasil yang diperoleh dari kajian ini adalah kualitas air keempat pulau ini masuk dalam kategori baik dan dapat mendukung kelangsungan hidup biota yang berasosisi didalamnya. Korelasi karakteristik kualitas air sebesar 94%, faktor utama 1 (F1) 79,33% dan faktor utama 2 (F2) 14,22% dengan penciri utama suhu, PO4-P, dan salinitas, dendogram menunjukkan adanya dua tingkatan hubungan kekerabatan dimana Pulau Nain dan Pulau Manado Tua memiliki kekerabatan kondisi perairan yang sama, diikuti Pulau Bunaken dan Mantehege. Kondisi ini harus dipertahankan dan dimonitoring secara berkala mengingat Taman Nasional Bunaken banyak mendapat tekanan dari aktivitas antropogenik dan perubahan iklim global. Mangrove ecosystems have ecological and socio-economic functions for coastal communities, preserve these functions is a step to maintain the function of adjacent ecosystems including coral reefs and seagrass beds. This study analyzed the water quality conditions of mangrove ecosystem within four small islands in Bunaken National Park (Bunaken Island, Manado Tua Island, Mantehage Island and Nain Island) and water quality characteristic correlation among these islands (e.g. temperature, salinity, turbidity, total suspended solid, pH, Dissolved Oxygen, NO3-N, and PO4-P) using Principal Component Analysis (PCA), this study used laboratory in situ and ex situ water quality measurement instruments. In addition, the results of this water quality then compared with the government standard quality for mangrove ecosystem water quality, this is a consideration for the management of mangrove ecosystems in the future. The results obtained from this study shows the water quality of these four islands in the category of good and can support the existence of associate biota that live in it. The correlation of water quality characteristic was 94%, main factor 1 (F1) 79,33% and main factor 2 (F2) 14,22% with main characteristics are temperature, PO4-P, and salinity, grouping these characteristics through dendogram showed two levels of relationship where Nain Island and Manado Tua Island have the same relationship of their water condition, followed by Bunaken Island and Mantehege. This condition must be maintained and monitored regularly as Bunaken National Park is under considerable get pressure from anthropogenic activities and global climate change.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu potensi yang menjadi parameter untuk dikaji dari ekosistem Blue Carbon. Mangrove memanfaatkan CO2 untuk proses fotosintesis dan menyimpannya dalam stok biomassa dan sedimen sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Perkiraan penyimpanan karbon pada ekosistem mangrove begitu besar sehingga penting untuk menghitung persentase estimasi simpanan karbon pada ekosistem mangrove terutama pada sedimen mangrove. Telah dilakukan penelitian untuk mengestimasi simpanan karbon pada sedimen ekosistem mangrove yang tumbuh di Pesisir Taman Nasional Bunaken bagian Utara. Pengambilan sampel sedimen mangrove dilakukan dengan teknik Purpose Sampling dan data yang diperoleh dianalisis dengan metode Loss on Ignition. Nilai rata-rata densitas sedimen tanah tertinggi terletak pada lapisan kedalaman 60-100 cm, yaitu pada bagian depan dan tengah masing-masing sebesar 0,78 g/cm3 dan 0,80 g/cm3. Pada titik bagian belakang terletak di kedalaman 0-30 cm yaitu 0,90 g/cm3. Nilai rata-rata persentase karbon tertinggi terletak pada lapisan kedalaman 60-100 cm, masing-masing bagian depan sebesar 20,61%; bagian tengah sebesar 22,01%; dan bagian belakang sebesar 16,18%. Nilai rata-rata simpanan karbon pada sedimen ekosistem mangrove di Pesisir Taman Nasional Bunaken bagian Utara tersebar di 5 lokasi, yaitu di Molas sebesar 126,61 Mg ha-1; di Meras sebesar 157,01 Mg ha-1; di Tongkaina sebesar 138,26 Mg ha-1; di Bahowo sebesar 40,25 Mg ha-1; dan di Tiwoho sebesar 136,54 Mg ha-1.
Marine debris is all material in the solids form that could not be found naturally (is a product of human activities) in the territorial waters (oceans, beaches) and could threat directly to the conditions and productivity of the territorial waters. Marine debris is defined by UNEP (2009) as solid material that is difficult to decompose, plant or processed results are discarded or left in marine and coastal environments. Marine debris consists of goods used by humans and deliberately disposed to the sea. Marine debris can be transported with ocean currents and winds from one place to another, even being able to travel long distances from the source. Common waste problems encountered in urban areas in Southeast Asian countries, as populations grew, followed by increased revenues potential garbage and various types of garbage produced. Marine debris classified as Meso and Macro trash with size > 5 mm to 1 m. Marine debris observation is carried out by modifying the method of coastline survey methods based on National Oceanic and Atmospheric Administration (2013). There are some important things to be prepared before doing the observation that was stranded in coastal areas such as the selection of observation locations, materials needed for observation and time observation. Based on the results of the research of marine debris samples obtained at the research site there are 2 characteristics of marine debris namely of macro flakes collected in twelve transect as much as 341 grains, while meso-debris contains as many as 94 goods. Also the debris with a category of micro-debris as many as 46 items with a total of 481 items and total weight total 1433.38 gr/m2.Keywords: Marine debris, Tongkaina, Talawaan Bajo Sampah laut atau marine debris adalah semua material berbentuk padatan yang tidak dijumpai secara alami (merupakan produk kegiatan manusia) di wilayah perairan (lautan, pantai) dan dapat memberikan ancaman secara langsung terhadap kondisi dan produktivitas wilayah perairan. Sampah laut, didefiniskan oleh UNEP (2009) sebagai bahan padat yang sulit terurai, hasil pabrik atau olahan yang dibuang atau dibiarkan di lingkungan laut dan pesisir. Sampah lautan dapat ditransport oleh arus laut dan angin dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan dapat menempuh jarak yang sangat jauh dari sumbernya. Permasalahan sampah umum dihadapi pada daerah perkotaan di negara Asia Tenggara, seiring meningkatnya jumlah penduduk, diikuti peningkatan pendapatan, sehingga mengakibatkan meningkatnya potensi timbulan sampah perkapita dan beragamnya jenis sampah yang dihasilkan (Nguyen & Schnitzer, 2009). Sampah laut ditelaah adalah yang tergolong sampah meso dan makro dengan ukuran > 5 mm sampai 1 m. Pengamatan sampah dilakukan dengan modifikasi metode shoreline survey methodology berdasarkan National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA (2013). Ada beberapa hal yang penting untuk disiapkan sebelum melakukan pengamatan sampah yang terdampar di daerah pantai seperti pemilihan lokasi pengamatan, bahan yang di perlukan untuk pengamatan dan waktu pengamatan. Berdasarkan Hasil Penelitian sampel sampah laut yang diperoleh di lokasi penelitian terdapat 2 karakteristik sampah laut yaitu makro-debris yang dikumpulkan pada dua belas transek sebanyak 341 item, sedangkan meso-debris terdapat sebanyak 94 item, serta ditemukan juga sampah dengan kategori mikro-debris sebanyak 46 item dengan total keseluruhan 481 item dan berat total keseluruhan 1433,38 gr/m2. Kata Kunci: Sampah laut, Tongkaina, Talawaan Bajo
ABSTRACT Mangrove ecosystem in Blongko village has many functions for coastal area. The aims of this research was to describe potential and the existing condition of mangrove ecosystem and also to give directive policy strategic for conservation mangrove ecosystem in this area. This research used primary and secondary data. Primary data was gathered by field observation and in-depth interview with 100 respondens by questionnary. Secondary data was gathered by unravel various literature and related institution. The development indicators was used to determine the policy strategic of sustainable mangrove ecosystem. Its was threat, factor, and constraint causing degradation mangrove ecosystem. This research got three policy strategy to carry on of sustainable mangrove ecosystem. Its was increase of human resources quality, protection and continuation of mangrove ecosystem, and low and institution reinforcement. This strategy was expected to depress degradation in mangrove ecosystem. Keywords : Coastal Area; Blongko village; Mangrove Ecosystem; Policy Strategy.
The coastal region is the transitional area between the terrestrial and marine environment that has a great change of experiencing pressure due to pollution. This matter can caused by the strong population of Indonesia, quite high tourist activities, sea transportations, and large infra structure development. Marine debris in particular plastic is a big problem, not only in Indonesia, but also around the world. Hence, Indonesia is considered to be the second largest plastic waste producer in the world. Marine debris is part of a broader problem regarding waste management. Solid waste management has become a challenge for public health. In this research, garbage observation was done by adapting the shoreline survey method based on the national oceanic and atmospheric administration (NOAA, 2013). The results of observations of the research found that the type of macro-debris and meso-debris collected in the transect of observations were 228 items with a total weight of 2062.32 grams. Plastics debris were found in most quantities followed by rubbers, glasses and metals. The main factor for the abundance of marine debris in the coastal area of Tateli dua village Mandolang subdistrict Minahasa regency was the household waste, indicating that land-based sources provide a key factor for plastic pollution on the coastal area. Keywords: Marine debris, shoreline survey, pollution, coastal environment, Minahasa regency. AbstrakWilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia, adalah daerah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km. Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar.Potensi itu diantaranya potensi non hayati dan hayati. Disamping potensi sumberdaya alam yang tersebar luas di pesisir Indonesia, potensi pencemaran terhadap lingkungan pesisir dan laut pun memiliki peluang yang cukup besar.Peluang ini dapat disebabkan oleh padatnya penduduk Indonesia, aktivitas wisata yang cukup tinggi termasuk transportasi, dan pembangunan yang besar.Sampah laut khususnya plastik merupakan masalah besar, bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.Indonesia juga dianggap sebagai produsen sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.Sampah laut merupakan bagian dari masalah yang lebih luas terkait pengelolaan sampah.Pengelolaan sampah padat telah menjadi tantangan kesehatan masyarakat.Pengamatan sampah dilakukan dengan adaptasi metode shoreline survey methodology berdasarkan National Oceanic and Atmospheric Administration(NOAA, 2013). Hasil pengamatan di lokasi penelitian di temukan jenis sampah makro-debris dan meso-debris yang dikumpulkan pada transek pengamatan sebanyak228 item dengan bobot total 2062,32 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plastik debris ditemukan dalam jumlah terbanyak diikuti oleh karet, kaca dan logam. Faktor utama penyebab kelimpahan sampah laut di Pantai Tumpaan Desa Tateli Dua, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa adalah sampah aktivitas penduduk yang menunjukkan bahwa sumber-sumber berbasis lahan menyediakan input utama untuk polusi plastik di pantai tersebut. Kata Kunci: Sampah laut, survey garis pantai, pencemaran, lingkungan pesisir, Kabupaten Minahasa
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.