Seagrass ecosystems services in the coastal waters are included as primary producers, nutrient recycler, bottom stabilizers, sediment traps, and erosion barriers. Gleaning fisheries in seagrass bed in Mokupa waters could cause damage on seagrass, that can be marked by changes in seagrass cover. The purposes of this study were to identify the types of seagrasses and to determine the health condition of seagrass bed ecosystem in Mokupa waters. The research method used in this study is quadrat transect method. Data collection was carried out by laid three transects (100 m) with distance between each transect was 50 m. A square frame (50×50 cm2) which is divided into 4 squares is placed on the right side of the transect, with 10 m distance between frame. This study found four types of seagrasses, namely Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule pinifolia and Halophila ovalis. E. acoroides have the highest percentage cover (16.19%) followed byT. hemprichii (6.91%), H. pinifolia (4.50%) and H. ovalis (1.56%) respectively. Seagrass cover in the study area is considered medium (26-50%) while the health condition was poor (29.25%).
Indonesia is referred to as the second largest contributor of marine plastic waste in the world after China, with an estimated 0.48-1.29 million metric tons per year (Jambeck et al, 2015). The main problem today is the lack of information about pollution of marine debris on the coast, especially in North Sulawesi. This study aims to identify the type of marine debris on Tasik Ria Beach using the transect line observation method. Observation of marine debris was carried out 5 times with a total of 10 transects between February and April 2019. Data analysis was carried out using several software namely Microsoft Excel, Statgraphics, and JMP. The analysis technique used is EDA (Exploratory Data Analysis) with GDA (Graphical Data Analysis) as the main approach. Of the various types of debris obtained, plastic debris is the most commonly found, as many as 189 items, followed by glass 97 items, wood and derivatives of 11 items, rubber 5 items and clothes 2 items. Based on the results of the study, the type of macro debris is the most common category of debris at the study site. The total number of macro-debris collected in ten observation transects was 316 items with a total weight of 118.62 gr/m2, while meso-debris had only 6 items with a total weight of 7.18 gr/m2. The percentage of macro-debris composition found on Tasik Ria beach is plastic (58.15%), glass (29.85%), metal (6.52%), wood and derivatives (3.42%), rubber (1, 55%) and clothes (0.62%). These results can illustrate the potential for events where plastic is the dominant component of marine debris on the coast, specifically in the District of Tombariri, Minahasa Regency.Keywords: Marine debris, Macro-debris, Category, Composition, Tasik Ria ABSTRAKIndonesia disebut sebagai kontributor sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, dengan estimasi 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun (Jambeck et al, 2015). Masalah utama dewasa ini adalah kurangnya informasi mengenai pencemaran sampah laut di pantai, khususnya di Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis sampah laut di Pantai Tasik Ria dengan menggunakan metode pengamatan garis transek. Pengamatan sampah laut dilakukan sebanyak 5 kali dengan total 10 transek antara bulan Februari hingga April 2019. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yaitu Microsoft Excel, Statgraphics, dan JMP. Adapun tehnik analisis yang digunakan adalah EDA (Exploratory Data Analysis) dengan pendekatan utama yaitu, GDA (Graphical Data Analysis). Dari berbagai semua jenis sampah yang didapatkan, sampah plastik merupakan yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 189 item, diikuti kaca 97 item, kayu dan turunannya 11 item, karet 5 item dan terakhir pakaian 2 item. Berdasarkan hasil penelitian, jenis sampah makro merupakan ukuran sampah yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian. Jumlah total makro-debris yang dikumpulkan di sepuluh transek pengamatan adalah sebanyak 316 item dengan bobot total 118,62 gr/m2, sedangkan meso-debris hanya terdapat 6 item dengan bobot total 7,18 gr/m2. Persentase komposisi makro-debris yang terdapat di pantai Tasik Ria adalah plastik (58,15%), kaca (29,85%), logam (6,52%), kayu dan turunannya (3,42%), karet (1,55%) dan pakaian (0,62%). Hasil ini dapat menggambarkan potensi kejadian dimana plastik menjadi komponen sampah laut dominan di pantai, secara khusus di Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa.Kata kunci: Sampah laut, Makro-debris, Jenis, Komposisi, Tasik-Ria
In the spatial development of North Sulawesi Province, Bahoi Village is one of the coral reef conservation development areas developed into community based ecotourism village. One area that has the potential is Bahoi Village District West Likupang North Minahasa District with the concept of marine community-based ecotourism. This potential is supported by Regional Regulation No. 1 of 2014 in North Sulawesi Province Spatial Planning. This study aims to determine the status of ecotourism development in Bahoi Village and evaluate the principles and concepts of ecotourism using a qualitative descriptive method. In this research, the data were taken by conducting literature study, verification, field survey, and an interview. Interviews were conducted using questionnaires as many as 18 questions/statements containing topics on the management of ecotourism in Bahoi Village, ecotourism concepts, and principles. Questions are presented and analyzed using R and SPSS programs. R is an integrated software unit with several facilities for manipulation, calculation, and reliable graphics performance. SPSS is an application that has a high enough statistical analysis capability and data management systems in the graphical environment by using descriptive menus in simple dialog boxes and easy to understand how to operate. Based on the results of the analysis, there are several problems concerning the management of ecotourism that still overlap, ecotourism principles that have not been reached, especially on economic principles, and the lack of community empowerment. Through this research it can be concluded that ecotourism of Bahoi Village has not given full impact, ecotourism management which is not good can, in turn, forget the economic interest of the local community, and there is urgent need to make Standard Operational Procedure (SOP) of ecotourism for community-based ecotourism management. Furthermore, the concept and principles of ecotourism that has not been applied thoroughly then need to be reviewed for better future.Keywords: development, marine ecotourism, ecotourism management, Bahoi villageABSTRAKDalam pengembangan tata ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Desa Bahoi merupakan salah satu kawasan pengembangan koservasi terumbu karang yang dikembangkan menjadi Desa Ekowisata Berbasis Masyarakat.Salah satu wilayah yang memiliki potensi tersebut yaitu Desa Bahoi Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara dengan konsep ekowisata bahari berbasis masyarakat. Potensi ini didukung dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara yaitu Desa Bahoi merupakan salah satu kawasan pengembangan konservasi terumbu karang.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pengembangan ekowisata yang ada di Desa Bahoi dan mengevaluasi prinsip-prinsip dan konsep ekowisata menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini data di ambil dengan studi literature, verifikasi, survei lapangan dan wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebanyak 18 Pertanyaan/pernyataan yang berisisi tentang pengelolaan ekowisata di Desa Bahoi, konsep dan prinsip-prinsip ekowisata. Pertanyaan disajikan dan di analisis menggunakan program R dan SPSS. R adalah suatu kesatuan software yang terintegrasi dengan beberapa fasilitas untuk manipulasi, perhitungan dan penampilan grafik yang handal. SPSS adalah sebuah program aplikasi yang memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menu-menu deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami cara pengoperasiannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terdapat beberapa masalah mengenai pengelolaan ekowisata yang masih tumpang tindih, peinsip-prinsip ekowisata yang belum tercapai terutama pada prinsip ekonomi, kurangnya pemberdayaan masyarakat .Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan ekowisata Desa Bahoi belum memeberi dampak secara menyeluruh, pengolaan ekowisata yang kurang baik dapat melupakan kepentingan ekonomi masyarakat lokal untuk itu perlu di buat Standar Operasional Prosedur ekowisata yang mengatur manajemen ekowisata,. Kosep dan prinsip-prinsip ekowisata yang belum diterapkan secara menyeluruh maka perlu di kaji kembali.Kata Kunci: Kajian pengembangan, ekowisata bahari, pengelolaan Ekowisata, Desa Bahoi
The development of biology has been a major step in explaining variations in form. Information on the morphometric characteristics of A. marina leaves can be collected, managed, calculated and displayed visually using the current emerging technologies. The emerging technology is image processing software. In this study, the leaf identification was performed automatically on digital image data to measure variations and make morphometrics leaf digitalization using the software. Measurement and visualization on the morphometric s of the shape based on digital image data is still rare. To know the comparison of morphometric characters of leaf based on location difference, the research was done by comparing morphometric of A. marina leaves in Bintauna and Tongkaina using digital image processing technology and object analysis. A. marina leaf samples were collected and imaged with the camera. Furthermore, the image is processed with ImageJ to obtain the results of morphometric character and leaf landmark data. The results of the length ratio and width of the leaf were tested by t test, while the landmark data was visualized with PAST software. Image data also analyzed and visualized using elliptic Fourier descriptors (EFDs) method, plus visualization of the size and overall shape of leaf contours using Photoshop. The results showed that the size of A. marina leaves in Tongkaina are greater than that of Bintauna. A. marina leaves at Tongkaina have a length of 65,36 mm, width 36,02 mm, wide by 169,24 mm2 and circle 178,78 mm, While in Bintauna have a length of 63,76 mm, width 31,82 mm, width 149.63 mm2 and circle 166.50 mm. Visualization applied directly on A. marina leaf shape using the technique of point of coordinates of leaf (landmark) and leaf edge contour detection technique using Photoshop, the result of a whole analysis indicates that A. marina leaves in Tongkaina have symmetrical mean (morphometric) which is slightly different than those in Bintauna. Based on the result of EFDs method calculation and statistical t test, the result shows that leaf size of both populations of A. marina in Tongkaina and Bintauna has no difference.Keywords: Digital Imagery, Visualization, Morphometrics, Avicennia marina, Bintauna, TongkainaABSTRAKPerkembangan biologi telah menjadi langkah besar dalam menjelaskan variasi bentuk. Informasi mengenai data karakteristik morfometrik daun A. marina dapat dikumpulkan, dikelola dan dihitung serta ditampilkan secara visual menggunakan teknologi yang berkembang saat ini. Teknologi yang sedang berkembang adalah perangkat lunak pengolah gambar. Identifikasi daun dapat dilakukan secara otomatis pada data citra digital untuk mengukur variasi dan membuat digitalisasi morfometrik daun menggunakan perangkat lunak.Pengukuran dan penggambaran (visualisasi) mengenai bentuk morfometrik berdasarkan data citra digital masih belum banyak dilakukan. Untuk mengetahui perbandingan karakteristik morfometrik daun berdasarkan perbedaan lokasi, dilakukan penelitian dengan membandingkan morfometrik daun A. marina yang ada di Bintauna dan Tongkaina menggunakan teknologi digital image processing dan analisis objek untuk melakukan visualisasi data. Sampel daun A. marina dikumpulkan dan dicitrakan dengan kamera. Selanjutnya citra diproses dengan ImageJ untuk mendapatkan hasil pengukuran karakter morfometrik dan data landmark daun. Hasil pengukuran rasio panjang dan lebar daun diuji dengan uji t, sedangkan data landmark divisualisasi dengan perangkat lunak PAST. Data citra juga dianalisis dan divisualisasi dengan metode elliptical fourier descriptors (EFDs), ditambah dengan visualisasi ukuran dan bentuk keseluruhan dari kontur daun menggunakan Photoshop. Hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran daun A. marina yang ada di Tongkaina lebih besar dibandingkan dengan yang ada di Bintauna. Daun A. marina di Tongkaina memiliki ukuran panjang 65,36 mm, lebar 36,02 mm, luas 169,24 mm2 dan lingkaran 178,78 mm, Sedangkan di Bintauna memiliki ukuran panjang 63,76 mm, lebar 31,82 mm, luas 149,63 mm2 dan lingkaran 166,50 mm. Visualisasi secara langsung dari bentuk daun A. marina dengan teknik menggunakan titik koordinat daun (landmark) serta menggunakan teknik pendeteksian tepi bentuk kontur daun menggunakan Photoshop, hasil analisis keseluruhan menunjukan bahwa daun A. marina yang ada di Tongkaina memiliki bentuk rata-rata kesimetrisan (morfometrik) yang sedikit berbeda dibandingkan dengan yang berada di Bintauna. Berdasarkan hasil uji statistik dengan metode (EFDs) kemudian dilanjutkan dengan uji t, menunjukan hasil bahwa ukuran daun kedua populasi A. marina yang di Tongkaina dan Bintauna adalah tidak berbeda.Kata kunci : Citra digital, Visualisasi, Morfometrik, Avicennia marina, Bintauna, Tongkaina
This research activity took place in Manado City, North Sulawesi Province with activities centered on the Tumumpa Fishery Harbor (PPP). The data were recorded from capture fisheries activity conducted in the Sulawesi Sea and its surroundings landed in the Tumumpa Fishery Harbor. The purpose of this study was to analyze the stock value and Maximum Sustainable Yield (MSY) of pelagic fish in the Sulawesi Sea based on the approach of the surplus production model (Model Schaefer). This research is expected to be used as a consideration in the management of pelagic fish stocks in the Sulawesi Sea, and can be used as a basis for further research. This research uses secondary data collection method in the form of statistical document and record available. The data taken, including fish catch and fishing effort or effort (trip), from 2012 to 2016 (5 years). The results show that production value is inversely proportional to the value of effort, where the value of production from 2012 to 2016 has decreased every year, while the value of effort from 2012 to 2016 has increased. This condition indicates that the presence of pelagic fish stocks in the Sulawesi Sea and surrounding areas has been and is experiencing a decline that impacts on the decrease of production every year with a large percentage and this condition also indicates the occurrence of potentially overfishing. The value of MSY utilization of capture fishery resources in the Sulawesi Sea based on Tumumpa Fishery Harbor data were 16,305.45 tons / year for HMSY and 1,664,59 trips / year for EMSY, with TAC of 13,044.36 tons / year.Keywords : Capture fishery, MSY, Pelagic, Surplus Production Model, Tumumpa ABSTRAK Kegiatan penelitian ini berlangsung di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara dengan kegiatan berpusat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tumumpa Manado. Aktivitas perikanan tangkap yang ditelaah berlangsung di kawasan perairan Laut Sulawesi dan sekitarnya berdasarkan data PPP Tumumpa Manado. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai stok dan Maximum Sustainable Yield (MSY) ikan pelagis di Laut Sulawesi berdasarkan pendekatan model produksi surplus (Model Schaefer). Penelitan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan stok ikan pelagis di Laut Sulawesi dan sekitarnya, serta dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data sekunder berbentuk dokumen. Data yang diambil adalah data tangkapan ikan dan upaya penangkapan ikan atau effort (trip), dari tahun 2012 sampai dengan 2016 (5 Tahun). Hasil penelitian menunjukkan nilai produksi berbanding terbalik dengan nilai effort, di mana nilai produksi dari tahun 2012 sampai 2016 mengalami penurunan setiap tahunnya, sedangkan nilai effort dari tahun 2012 sampai tahun 2016 mengalami peningkatan. Kondisi yang terjadi ini mengindikasikan bahwa keberadaan stok ikan pelagis di Laut Sulawesi dan sekitarnya telah dan sedang mengalami penurunan yang berdampak pada penurunan produksi setiap tahun dengan persentase yang cukup besar di mana kondisi ini mengindikasikan terjadinya overfishing. Nilai MSY pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap di Laut Sulawesi berdasarkan data PPP Tumumpa Manado sebesar 16.305,45 ton/tahun untuk HMSY, dan 1.664,59 trip/tahun untuk EMSY, dengan TAC sebesar 13.044,36 ton/tahun.Kata Kunci: Perikanan Tangkap, MSY, Pelagis, Model Produksi Surplus, Tumumpa
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.