Expansion or establishment of new regions (Provinces, Regencies/Cities) is a consequence of the politics of decentralization implemented in Indonesia. The development of decentralization in Indonesia underwent fundamental changes after the reformation in 1998. Inception of UU No 22 tahun 1999 concerning regional government has given a new color to the administration of government in Indonesia or what is called broad autonomy. Restructuring regional governments that provide discretion in the form of broader authority in running their government in accordance with regional needs has created many implications for the region, one of which is stretching and the spirit of the region to bloom. In determining the boundaries of forming new regions, the geospatial aspect is an important and strategic aspect. Problems related to geospatial aspects such as maps of regional boundaries, area size, etc are issues that need to be clearly defined and calculated in the new (autonomous) regional (Province, Regency/City) determination. But in fact the law on the formation or establishment of regions in the period 1950-1999 on the geospatial aspect did not become an important part so that it caused problems later which could potentially trigger social conflicts such as regional boundary disputes. Post-reformation, the development of the role of the geospatial aspects has evolved a little more advanced, such as the existence of regional boundary maps in the appendix to the law on the formation or expansion of new regions, such as UU No 7 tahun 2002, UU No 2 tahun 2003, and others. However, there is still something that must be evaluated regarding the map in the attachment to be in accordance with the geospatial rules. A very progressive development in terms of the geospatial aspect is in UU No 20 tahun 2012 concerning the formation of the Kalimantan Utara province that utilizes geospatial data properly
Sampai dengan Agustus 2020 RDTR yang telah ditetapkan sebanyak 67 RDTR dari total kebutuhan kurang lebih 2.000 RDTR. Untuk mencapai target penyelesaian RDTR tersebut dibutuhkan kurang lebih 8.000 sumber daya manusia (SDM) yang mampu memahami dan/atau mampu menyusun RDTR. Percepatan penyusunan RDTR, salah satu strateginya adalah dengan penetapan standar kompetensi penyusun RDTR melalui sertifikasi keahlian SDM. Dalam era pandemi covid-19 ini tidak membatasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk terus meningkatkan kapasitas SDM di bidang penataan ruang baik dari kalangan aparatur sipil negara (ASN) pusat dan daerah, akademisi, maupun praktisi agar mampu memahami dan menyusun produk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berkualitas dan tepat waktu dengan mengikuti Pelatihan Dasar penyusun RDTR tingkat dasar yang telah menggunakan metode e-learning dan RDTR Menengah metode blended learning (gabungan e-learning dan tatap muka/distance learning). Keunggulan kedua metode tersebut adalah peserta pelatihan dapat mengikuti pelatihan tanpa meninggalkan pekerjaannya, waktu pelatihan yang fleksibel namun tetap terjadwal untuk jangka waktu pelaksanaan, sinkronus, serta uji kompetensinya dan menghemat anggaran karena peserta tidak perlu datang ke lokasi pelatihan. Tujuan pelatihan RDTR tingkat dasar, peserta akan dilatih memahami muatan dan prosedur penyusunan RDTR sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan tujuan pelatihan RDTR tingkat menengah, peserta diharapkan mampu menyusun konsep RDTR dengan baik dan benar sehingga dapat membantu percepatan penyelesaian RDTR Kabupaten/Kota dari masing-masing peserta. Tingkat kelulusan pelatihan RDTR Tingkat Dasar tahun 2019 3,5 %, angkatan I tahun 2020 77,8% dan angkatan II tahun 2020 70,4%. Tingkat kelulusan pelatihan RDTR Tingkat Menengah tahun 2019 adalah 100% dan tahun 2019 adalah 95%. Dalam rangka peningkatan SDM bidang penataan ruang, selain dengan pelatihan, Direktorat Jenderal Tata Ruang dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam mendukung program magang kampus merdeka. Hasil dari program kampus merdeka tersebut diharapkan dapat membantu percepatan penyelesaian penyusunan RDTR dan memberikan rekomendasi ke dinas terkait (sesuai dengan fokusan magang) untuk dapat memanfaatkan mahasiswa di kegiatan penataan ruang hingga pemberdayaan mahasiswa dalam penyusunan RDTR.
ORS is a GNSS station operating continuously for 24 hours. It is also used as a reference for determining a, both asa real time and as post-processing. Cors in BPN RI is known as Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP). BPN RI has notyet optimized the use JRSP to reconstruct parcel boundaries. The research is aimed at examine the JRSP in reconstructingparcel boundaries. The analysis on lateral displacement tolerance and the difference on the area of parcles was based ontechnical guidance of PMNA/KBPN No. 3 of 1997 and the t test using the level of significance of ( )=5%. The resultswere:1)The reconstruction of parcels using JSRP can be done by firstly implementing the coordinate transfer and the mostaccurate Helmert coordinate transfer method using a posteriori variance of ( ) = 1.143020313; 2) The lateral transformationand the difference on parcel areas using JRSP suited the tolerance and the result of the t test did not show anysignificance level of ( ) = 5% .Keywords: reconstruction, parcel boundaries, JRSPAbstrak: CORS merupakan stasiun GNSS yang beroperasi secara kontinyu selama 24 jam sebagai acuan penentuan posisi, baiksecara real time maupun post-processing. CORS di BPN RI dikenal sebagai Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP). BPN RIbelum mengoptimalkan pelaksanaan rekonstruksi batas bidang tanah menggunakan JRSP. Tujuan dalam penelitian ini adalahuntuk menguji JRSP dalam pelaksanaan rekonstruksi batas bidang tanah. Analisis terhadap toleransi pergeseran lateral danperbedaan luas bidang tanah hasil rekonstruksi batas bidang tanah menggunakan JRSP berdasarkan Juknis PMNA/KBPN No 3tahun 1997 dan uji t dengan taraf signifikansi ( )=5%. Hasil penelitian ini adalah : 1)Rekonstruksi batas bidang tanah tanahmenggunakan JRSP dapat di laksanakan dengan terlebih dahulu melaksanakan transformasi koordinat dan metode transformasikoordinat yang paling teliti adalah metode Helmert dengan varian posteriori ( ) = 1.143020313; 2)Pergeseran lateral danperbedaan luas bidang tanah hasil rekonstruksi batas bidang tanah menggunakan JRSP memenuhi syarat toleransi dan dari uji tdengan taraf signifikansi ( ) = 5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan.Kata Kunci: Rekonstruksi, Batas Bidang Tanah , JRSP
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.