Latar Belakang : Sesuai amanah UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, pemerintah telah menyelenggarakan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi bidang kesehatan, salah satunya adalah penyelenggaraan uji kompetensi secara nasional. Program Studi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Sorong sejak tahun 2014 sudah melakukan ujian kompetensi, namun tingkat kelulusannya masih rendah yaitu pada tahun 2017 sebesar 64%. Salah satu yang mempengaruhi kelulusan uji kompetensi adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh dosen. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi proses pembelajaran berdasarkan hasil try out uji kompetensi.Metode : Project dilaksanakan pada bulan Oktober 2018. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Evaluasi yang dilakukan meliputi materi ajar, bahan ajar, metode pembelajaran, penilaian hasil belajar dan staf pengajar. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan dosen mata kuliah KMB I, KMB II, dan Keperawatan Gawat Darurat sebagai mata kuliah yang memiliki persentase kelulusan tertinggi dan terendah berdasarkan hasil try out uji kompetensi Prodi DIII Keperawatan Sorong periode bulan Februari 2018. Pengumpulan data dilakukan menggunakan studi dokumen dan pedoman wawancara. Validitas data menggunkaan teknik triangulasi dan analisis data menggunakan interaktif reduksi. Hasil : Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen ditemukan bahwa persentase kelulusan KMB tertinggi pada try out uji kompetensi dipengaruhi oleh materi ajar disampaikan secara tuntas dan jelas, bahan ajar yang menggunkaan referensi dari berbagai sumber, metode pembelajaran yang variatif dan inovatif, penilaian hasil belajar menggunakan soal serupa dengan ujian kompetensi, dan staf pengajar yang sesuai kualifikasi. Hal ini berbanding terbalik dengan mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.Kesimpulan : Rendahnya hasil try out uji kompetensi dipengaruhi oleh proses pembelajaran oleh dosen antara lain materi ajar, sumber belajar, metode pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan staf pengajar.
Drug abuse, one of which is the use of glue, has been widely used by teenagers. In Indonesia,about 14,000 people out of 70 million teenagers aged 12-21 years have used drugs. The misuse of aibon glue in the West Papua Province is increasingly worrying, with the number of cases approaching 1,000. In Kofkerbu Village,there are about 32 teenagers who often do ngelem and there has never been any activity to deal with teenagers in preventing or eliminating the use of aibon. The results obtained after mentoring with education by PAM GKIYouth Syaloom Klademak there was 12 (38 %). Assistance for children who do glue activities is needed so that behavior changes can occur by stopping the use of aibon glue. This assistance requires the involvement of various elements, including the government, religious leaders and health officials.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.