Emerging from concerns about the increasing work stress (occupational disease) that has an impact on mental health, nature needs to play a bigger role in the built environment, referred to as "biophilic design." The word 'design' in question is a creative process to create or design architectural works. Biophilia is contained in the third point in the Tri Hita Karana concept which is the basis of the vision and mission of Ngurah Rai University, this concept is used as a basic concept in the development of the Ngurah Rai University Faculty of Saint and Technology building, so it is very interesting to be an object of research. The purpose of this study was to determine the relationship between Tri Hita Karana and biophilia, the application of biophilic design in the development of this building, and to find new contributions in the application of biophilic design. The method used is a qualitative method, by establishing a relationship between empirical phenomena and theory in solving research problems. The results showed three biophilic categories: nature in the space; natural analogues; and the nature of the space, which is described into fourteen biophilic design patterns, has generally been successfully applied. The presence of nature can be felt as a string of images that move from entry to workspaces. The application of biomorphic shapes and patterns with natural materials and a touch of traditional Balinese architecture is a new contribution in the application of biophilic design in this FST building.
Desa wisata sedang menjadi pengembangan yang sedang dilakukan oleh pemerintah daerah, termasuk Desa Darmasaba. Konsep sustainable architecture dan sustainable tourism mendasari perancangan ekowisata Jalan Usaha Tani (JUT) dan DAM Tanah Putih. Sustainable architecture mengarah pada penggunaan material ramah lingkungan sehingga mendukung ekowisata yang mengarah pada pelestarian lingkungan. Target utamanya adalah menarik wisatawan untuk datang ke Desa Darmasaba dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat desa. Pemilihan JUT untuk dikembangkan karena adanya fungsi tambahan yang dapat dimanfaatkan dengan baik yakni sebagai sarana berolahraga. Beberapa tahapan yang dilakukan meliputi persiapan, observasi lapangan rencana pembangunan ekowisata, perancangan gambar, sosialisasi desain yang telah selesai, serta tahap berkelanjutan. Perancangan gambar oleh tim PkM memanfaatkan sejumlah aplikasi seperti Autocad, SketchUp, Photoshop dan Lumion. Hasil dari pengabdian berupa desain jalur jogging track dan area rekreasi terbuka hijau dengan mengedepankan aspek pembangunan berwawasan lingkungan, edukasi, serta ekonomi. Pada tahap sosialisasi, perwakilan masyarakat merasa senang apabila perancangan ekowisata dapat segera direalisasikan. Program berkelanjutan akan dilaksanakan pada periode mendatang saat desain ekowisata telah mendapatkan persetujuan pembangunan.
Parahyangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan pura merupakan sebuah ruang atau wadah tempat masyarakat Hindu Bali melakukan aktivitas untuk menjalankan sradha bakti kepada Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Parahyangan sebagai tempat suci acapkali dilupakan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. Saat ini pembangunan masih berorientasi pada fasilitas fasilitas untuk masyarakat skala luas dan mengesampingkan kaum minoritas. Di Bali sendiri keberadaan parahyangan memegang nilai vital dan merupakan jiwa bagi masyarakat Hindu, sehingga keberadaannya patut untuk dilestarikan. Fenomena diataslah yang menjadi dasar diangkatnya penelitian ini, bahwa sangat penting untuk menjaga dan melibatkan tata ruang parahyangan/pura dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Ruang lingkup penelitian terbatas pada bentuk, fungsi dan makna dari ruang parahyangan dalam kaitannya dengan pembangunan keberlanjutan. Penelitian ini menggunakan metode descriptive kualitatif, dengan memfokuskan pencarian data melalui observasi dan wawancara mendalam dengan berbagai pihak yang diyakini mampu mewakili masyarakat untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada.Dari hasil penelitian di peroleh bahwa Tri Hita Karana sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam tata ruang dan kehidupan masyarakat Hidu Bali juga tercermin dalam tata ruang parahyangan yakni terdapatnya tiga pembagian ruang berupa Jaba sisi, jaba tengah dan jeroan. Serta adanya bentuk parahyangan yang menyesuaikan dengan orientasi matahari dan sumbu bumi sebagai poros dunia. Bagian tersuci dari parahyangan merupakan arah terbitnya matahari sebagai makna kemakmuran dan juga merupakan tempat tertinggi sebagai makna tempat yang disucikan dan tempat berstananya para Dewa.Sebagai wadah untuk menunjukkan sradha bakti kepada Tuhan sebagai pencipta alam semesta, nilai nilai dan makna simbolik merupakan makna yang paling dirasakan dan diakui oleh masyarakat mengenai keberadaan parahyangan. Penggunaan material dari alam dan keberadaan ruang terbuka akan menciptakan iklim mikro memberikan kenyaman bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Terpenuhinya aspek ekonomi, social dan budaya dalam ruang parahyangan menjadikan ruang skala meso ini sangat layak sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.