This study presents the case of an original and traditional knowledge system of palung, which is used in saltmaking in the coastal communities of Bali. The study emphasizes the practicalities of the system and its epistemology using anthropological and sociological methods. It is known that the traditional knowledge system of palung salt production has been preserved through the generations as a form of local wisdom. This traditional knowledge system emphasizes the use of local natural resources in accordance with the coastal ecosystems of Bali, where the cultivation of extracted soil (tanah sari), sand, bamboo, and coconut trees is carried out manually. This study has evidenced that the palung process successfully produces salt of excellent taste and quality. Based on laboratory tests conducted on palung salt samples, the results show that it does not contain any heavy metals and that it has good nutritional content. Because of its use of available natural resources, this traditional knowledge system is sustainable and environmentally friendly.
This article discusses the interaction patterns in inter-ethnic life that inhabit Karimunjawa which is known to be very heterogeneous. Heterogeneity of Karimunjawa is not only seen in terms of the origin of the migrants, but also language and religion. There are nine ethnics, but three main ethnic inhabit Karimunjawa are Javanese, Madurese and Buginese. Each develops different interaction patterns according to their ethnics. Nonetheless, the social values shared make Karimunjawa communities can live in harmony. They are affected by their perspectives on the sea as a common property right that can be used together regardless of the ethnic background and origin. Therefore, the pattern of harmonious interactions tolerates each other in equal style characterizing the community in Karimunjawa.
This article aims to discuss the existence of palung salt technology as a variant of traditional solar evaporation-based salt production technology. This technology is very typical and has been used for generations by salt farmers in Bali, especially at Amed in Karangasem, Tejakula in Buleleng, and Kusamba in Klungkung. Historical and sociological method is used in this research. Palung salt technology is a historical inheritance that still functions as a cultural memory and therefore becomes a pattern for the actions of salt farmers in the three petasikan until recent time. However, since the beginning of the 21st century the preservation of palung salt technology have been faced a serious threat as a result of the inclusion of new technologies in the salt production process and especially by the growing tourism industry in palung salt production area. But, there is the awareness of stakeholders who need to preserve the technology by conducting various activities. Although carried out in a fragmentary method, efforts to preserve palung salt technology have become a shared awareness among stakeholders in the salt economy in Bali. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk membahas eksistensi teknologi garam palung sebagai suatu varian dari teknologi produksi garam tradisional berbasis solar evaporation. Teknologi ini sangat khas dan telah digunakan secara turuntemurun oleh petani garam di Bali, khususnya di petasikan Amed di Kabupaten Karangasem, Tejakula di Kabupaten Buleleng, dan Kusamba di Kabupaten Klungkung. Artikel ini disusun berdasar penelitian historis dan sosiologis.Teknologi garam palung merupakan warisan sejarah yang masih berfungsi sebagai memori budaya dan oleh karena itu menjadi pola bagi tindakan petani garam di ketiga petasikan tersebut sampai masa ini. Namun demikian, sejak awal abad ke-21 kelestarian teknologi garam palung menghadapi ancaman serius sebagai akibat masuknya teknologi baru dalam proses produksi garam dan terutama oleh industri pariwisata yang semakin berkembang di daerah produsen garam palung. Namun terdapat kesadaran dari pemangku kepentingan yang telah memiliki kesadaran untuk menyelematkan teknologi tersebut dengan melakukan berbagai kegiatan. Meskipun dilakukan secara fragmentaris, tetapi usaha untuk melestarikan teknologi garam palung telah menjadi kesadaran bersama di kalangan pemangku kepentingan dalam ekonomi garam di Bali.
The COVID-19 Pandemic has been going on for more than a year in Indonesia. The Indonesian government has been struggling to manage this Pandemic in various ways by implementing health protocols, Large-Scale Social Restrictions (PSBB), and vaccinations. This article discusses the efforts made by the Javanese people in coping with the COVID-19 Pandemic by using literature study methods and observations of the realities that occurred during the Pandemic in Semarang. The discussion focused on cultural practices carried out by Semarang society to overcome the COVID-19 Pandemic, such as the ritual of repelling logs, social care for affected communities, and cooperation in providing personal protective equipment for health workers. Based on this reality, it can be stated that socio-cultural capital is used to cope with the COVID-19 Pandemic.
Izinkan tim redaksi membuka editorial dengan membagi kebahagiaan. Edisi ini tampil dalam suasana dan semangat baru yang menggembirakan, karena merupakan edisi pertama setelah Jurnal Sejarah Citra Lekha (JSCL) dinyatakan sebagai jurnal nasional terakreditasi berdasar SK Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi RI No. SK No. 21/E/KPT/2018, 9 Juli 2018.Ada enam artikel dalam edisi ini. Artikel pertama dari Hidayat dan Erond L. Damanik yang membahas tentang konstruksi identitas etnik dalam masyarakat Mandailing dan Angkota di Kota Medan dalam periode 1906-1939. Etnis Mandailing yang Islam mengidentifikasi diri sebagai Melayu dan menolak disebut Batak. Sebaliknya, etnis Angkota menegaskan Batak sebagai identitas mereka. Redefinisi identitas itu terjadi dalam situasi ketiadaan budaya dominan dan berelasi dengan persaingan untuk mendapatkan akses pada sumber daya material, ekonomi, dan politik. Konstruksi identitas itu terus direproduksi sampai saat ini, sehingga akulturasi dan asimilasi tidak mudah terwujud serta berpotensi menimbulkan proses sosial yang disosiatif. Di pihak lain, I Made Pageh menyajikan temuan yang penting dan menarik dalam sistem religi lokal Bali. Melalui mimikri dan hibridisasi, religi lokal itu dapat berfungsi sebagai wahana untuk mengintegrasikan umat Hindu dan Islam di Bali. Dua artikel berikutnya berusaha menggali nilai-nilai budaya dalam karya sastra yang dapat dijadikan basis untuk membangun kehidupan yang lebih baik pada masa kini. Artikel pertama dari Siregar, Djono, dan Leo Agung yang menelaah Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk karya Willem Iskandar untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan dalam kebudayaan masyarakat Tapanuli Selatan; sedangkan artikel kedua dari Awaludin Nugraha berusaha menggali pemikiran Bupati Sumedang P.A.A. Soeria Atmadja (menjabat pada 1883-1919) mengenai pembangunan berkelanjutan berbasis moral yang tertuang dalam karyanya yang berjudul Di Tioeng Memeh Hudjan. Gagasan P.A.A. Soeria Atmadja melampaui zamannya karena telah dirumuskan jauh sebelum negara-negara Barat mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan pada 1980-an. Artikel berikutnya dari Rabith Jihan Amaruli yang membahas mengenai Sumpah Pemuda Arab pada 1934 yang menjadi cikal-bakal organisasi Arab-Hadrami nasionalis pertama di Indonesia, yaitu Persatuan Arab Indonesia. Topik ini menjadi penting dalam kaitannya dengan fenomena Arabisme yang berkembang akhir-akhir dan terkesan berseberangan dengan nasionalisme Indonesia. Edisi ini ditutup dengan artikel Dhanang Respati Puguh dan Mahendra Pudji Utamatentang peranan pemerintah dalam mengembangkan wayang orang panggung Sriwedari, Ngesti Pandowo, dan Bharata. Ketiga wayang orang panggung itu dapat bertahan sampai kini antara lain berkat adanya dukungan dari pemerintah. Namun demikian pemerintah diharapkan tidak hanya memberi dukungan yang bersifat artifisial, melainkan mengambil peranan yang lebih fundamental sebagai patron-seni. Dalam garis itu, pemerintah perlu menyusun kebijakan budaya sebagai dasar bagi pengembangan wayang orang panggung dan berbagai bentuk kesenian tradisi atau budaya lokal pada umumnya dalam kerangka kebudayaan nasional.Tulisan-tulisan dalam JSCL edisi ini akan menemukan arti penting ketika kita meletakkannya dalam konteks perkembangan Indonesia kontemporer yang begitu dinamis dan cenderung membuka peluang bagi terjadinya konflik. Kebebasan berpendapat diekspresikan secara leluasa melalui penggunaan (atau penyalahgunaan) simbol-simbol budaya yang mudah memantik sentimen SARA, suatu yang sensitif dalam masyarakat majemuk. Hal ini tampak misalnya dalam pelaksanaan Pemilukada serentak pada 2018 dan, tentu sangat tidak diharapkan, barang kali masih akan terus berlanjut mengingat Indonesia akan segera memasuki tahun politik 2019. Seruan untuk menciptakan suasana yang sejuk dan damai kehilangan gaungnya dan seolah-olah tidak berarti, tenggelam oleh gegap gempita euforia demokrasi. Di tengah-tengah situasi itu, para kontributor dalam JSCL edisi mengajak kita untuk mengembangkan sensibilitas dengan belajar dari sejarah. Mereka dengan caranya masing-masing mendorong kita untuk mencari inspirasi dari kearifan masyarakat Nusantara yang dapat dikembangkan sebagai modal penting untuk menambal retak-retak pada perahu besar Indonesia, sehingga dapat melanjutkan pelayaran menuju kehidupan bersama sebagai negara-bangsa yang harmonis, damai, adil-makmur, dan sentosa.Tidak ada yang lebih pantas dikatakan selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para kontributor yang telah bersedia membagi pengetahuan yang mencerahkan. Tim redaksi selalu bekerja keras agar JSCL yang kita cintai ini menjadi jurnal yang semakin berkualitas.Salam hangat dan selamat membaca
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.