The primary object of this study is to understand the process of making decision from Islamic perspective and to describe how decision making from Islamic perspective plays important role in the daily life and the planning process. The purpose of this research is also to identify the methods that can be used in making decision and to explain the benefits and advantages of making decision from Islamic viewpoint. This study adopted the qualitative research design and involved 12 participants that includes managers, academicians, social activist and organisation heads who are involved in making decisions as well as the PhD students of social sciences. The data collection procedure was a qualitative in-depth face-to-face and online platform interview. According to the response of the participants, the result of this study shows that decision making from Islamic perspective can avoid from making mistakes and it helps the decision makers to make fair and equitable decisions and to achieve the goals effectively and efficiently. It also helps them to generate better solutions when they face problems during making decision. This study will play a significant role to maintain good relationships with colleagues and everyone in the team or at the workplace. This study suggested that the decision makers should follow the concept of Shūrā (consultation) in the decision-making process and guidelines that has been provided in this research, which reduces the gaps between people of different positions and power.

Penelitian ini dilakukan di Pesantren An-Nur komplek Nurul Huda Bantul Yogyakarta tentang fenomena ngalap barokah dari bekas minuman kiai. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis bahwa hadis-hadis yang berkaitan dengan ngalap barokah cukup banyak ditemukan di kitab Kutub Tisah, artinya secara tidak langsung santri an-Nur Komplek Nurul Huda telah mempraktikkan tuntunan ajaran nabi Muhammad SAW, lewat praktik ngalap barokah minuman bekas kiai, yang kemudian disebut dengan istilah living hadis. Teori sosial sacred Emile Durkheim terhadap praktik ngalap barokah minuman bekas kiai, ini setidaknya ada beberapa poin yang di anggap sacred. pertama manusia dalam hal ini adalah sosok seorang kiai, kedua benda-benda seperti gelas, piring atau nampan bekas minum kiai, ketiga air yaitu air minum bekas kiai, keempat tempat yaitu tempat yang digunakan oleh kiai saat duduk (mengisi pengajian) semua benda-benda ini diangap sakral oleh santri sebagai manifestasi teori sakral dalam kehidupan pesantren.

Pada masa tabi’in, perkembangan syarah hadis mulai menemukan format menjadi keilmuan yang sistematis, di mana mulai diungkap metode dan pedekatan syarah hadis yang terdapat dalam beberapa kitab-kitab mu’tabarah sebagai sebuah percontohan dalam memahami hadis Nabi Saw. salah satunya adalah kitab Shahih Muslim.  Karena pentingnya kitab ini, maka banyak ulama yang mensyarahinya. Di antaranya Musa Syahin Lasyin dengan kitabnya Fath al-Mun’im Syarh Sahih Muslim. Tulisan ini akan mengungkap sistematika penulisan dan metode syarah yang digunakan dalam kitab tersebut.