AbstrakTulisan ini bertujuan menganalisa negosiasi dayah di Aceh dalam menghadapi modernitas. Pada satu sisi, dayah perlu menjaga identitas dengan merawat keunikan sistem dan metode pengajaran agama sesuai dengan cara yang telah diajarkan secara turun-temurun. Kajian teks yang ditentukan oleh pengajar (teungku) mulai dari kriteria santri dan sistem evaluasi dan standarisasi kemampuan. Dayah juga merawat identitas dengan membentuk kepribadian santri melalui pembangunan kemandirian hidup di dayah. Sistem dayah telah berhasil melahirkan masyarakat yang memahami Islam secara mendalam, menyeluruh dan jauh dari pemahaman sempit tentang agama. Hal yang lebih penting, pendidikan dayah menjauhkan santri dari pola pikir radikal dan menjadikan mereka manusia yang toleran. Hasil dari studi ini menunjukkan, dayah Al-Aziziyah yang peduli akan modernitas dengan tidak kehilangan identitas serta berhasil menyebarkan ajaran agama dengan baik di Aceh. Negosiasi dengan modernitas juga sedikit membuat Al-Aziziyah harus meninggalkan beberapa prinsip pendidikannya seperti menunda visi besar menjadikan STAI Al-Aziziyah Samalanga persis seperti dayah manyang yang pernah berjaya di Aceh. AbstractThis paper aims to analyze the dayah negotiations in Aceh in the face of modernity. On the one hand, the dayah needs to maintain identity by caring for the uniqueness of the system and methods of religious teaching in accordance with methods that have been taught from generation to generation. Text review determined by the dayah teacher (teungku) starting from the criteria of the dayah student (santri) and the system of evaluation and standardization of abilities. Dayah also takes care of identity by forming the personality of the santri through the development of independence of life in the dayah. The dayah system has succeeded in giving birth to a society that understands Islam in a deep, comprehensive and far-reaching understanding of religion. More importantly, dayah education alienates santri from radical thought patterns and makes them tolerant humans. The results of this study show that Dayah Al-Aziziyah who cared about modernity by not losing its identity successfully spread religious teachings well in Aceh. Negotiations with modernity Ismail, Miswari, Sabarudin Preserving Identity… also made Al-Aziziyah a little left with some of its educational principles such as delaying the big vision to make Islamic Higher Educatin (Sekolah Tinggi Agama Islam, STAI) Al-Aziziyah Samalanga exactly like the dayah manyang (higher dayah level) that had been popular in Aceh.
Mass media is an effective instrument in shaping public opinion. Though mass media is believed to be principally transparent and independent, the information presented to the public is the result of human construction based on their understanding of the reality of knowledge. In this topic, majority of Moslem, recently, claim that some popular mass media are not objective in reporting terrorism. For that reason, this article efforts whether the image of Islam as a religion of terror is constructed, especially from the online media framing in Kompas.com about the incident in Charlie Hebdo’s media in Paris.
It specializes in Indonesian Islamic studies in particular, and Southeast Asian Islamic studies in general, and is intended to communicate original researches and current issues on the subject. is journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines. All submitted papers are subject to double-blind review process. STUDIA ISLAMIKA has been accredited by e Ministry of Research, Technology, and Higher Education, Republic of Indonesia as an academic journal (Decree No. 32a/E/KPT/2017). STUDIA ISLAMIKA has become a CrossRef Member since year 2014. erefore, all articles published by STUDIA ISLAMIKA will have unique Digital Object Identi er (DOI) number.
Tulisan ini adalah sebuah kritik evaluatif terhadap beberapa diskursus filsafat tentang bahasa. Diskursus dimaksud adalah Filsafat Analitik, Strukturalisme dan Dekonstruksi. Filsafat Analitik mengklaim, terma-termafilsafat tidak memiliki rujukan objektif. Aliran ini terma filsafat hanyalah sebatas imajinasi para filosof. Strukturalisme adalah studi tentang bahasa yang hanya berfokus tentang struktur bahasa. Karena itu, aliran ini tidak akan mampu bahasa yang digunakan para filosof. Dekonstruksi adalah studi yang menolak untuk memberikan makna pada terma-terma penting. Sebenarnya, untuk memahami cara kerja para filosof, harus memahami terma-terma kunci yang dipakai para filosof. Tiap-tiap terma yang digunakan para filosof memiliki makna yang nyata, gagasan umum memiliki rujukan pada alam-alam metafisik. Filsafat tidak bisa dianalisa dengan Filsafat Analitik, Strukturalisme dan Dekonstruksi. Aliran-aliran sistem analisa bahasa tersebut telah terjebak oleh paradigma Positivisme. Positivisme hanya tunduk pada rujukan kata-kata dari yang terinderai saja. Tulisan ini mencoba untuk menyampaikan dan mengevaluasi Filsafat Analitik, Strukturalisme dan Dekonstruksi dengan menggunakan gagasan filsafat. Tulisan ini juga menawarkan alasan Filsafat Analitik, Strukturalisme dan Dekonstruksi mustahil dapat digunakan untuk mengevaluasi filsafat.
Spiritualitas adalah pengalaman yang tidak dapat dikomunikasikan. Kitab suci adalah media terbaik atas informasi spiritualitas. Sayangnya media-media komunikasi tersebut sering dianggap sebagai realitas itu sendiri. Jalan dianggap sebagai tujuan. Redaksiredaksi media komunikasi spiritualitas yang seharusnya dilihat sebagai simbol,diperlakukan sebagai premis. Premis-premis tersebut dikodifikasi dalam mazhab dan aliran teologi. Perubahan zaman dan perkembangan pemikiran manusia menyebabkan kodifikasikodifikasi kurang berdayaguna. Pelariannya adalah kepada ideologi dan teori-teori. Tulisan ini menawarkan cara berbeda melihat spiritualitas, media komunikasi spiritualis dan differensiasinya dengan agama. Berbeda dengan teolog dan fukaha yang memperlakukan media komunikasi spiritual sebagai premis, ‘urafā’ memperlakukan media tersebut sebagai simbol yang menuntut untuk dipecahkan. Sebagai seorang ‘urafā’ terbesar, analogi-analogi metafisik Ibn ‘Arabī sangat menarik untuk dikaji. Sangat banyak sarana yang dipakai Ibn ‘Arabī sebagi media komunikasi spiritualitasnya. Salah-satu yang paling menarik diantaranya adalah huruf-huruf. Tujuan tulisan ini adalah menyuguhkan huruf-huruf sebagai media komunikasi spiritualitas dalam sistem ontologi Ibn ‘Arabī.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.