This research proposed to develop patient safety models in primary health care and provide a possible model to implementated. Primary health care in Indonesia battling in assessment of risk reduction strategy because difficulty in identifying adverse event and there are no model or guidance for patient safety in primary health care yet. The patient safety model can be framed with Baldrige Health Care Criteria for performance excellence. Basic Emergency Obstetric Care was an critical health care in Indonesia for reduce maternal death by early detection of maternal complication. So, this study focus to develop patient safety model in basic emergency obstetric care bases on Baldrige criteria. We conducted a cross sectional study, data collected through a likert scale questionnaire from 194 respondent, there were doctors, nurses, midwifes, pharmacist, and medical report officer from six basic emergency obstetric care. Data analysis by linear regression and multiple regression to determined the most suitable variable to the models. The result shows that incident detection, mitigation, health workers workload and commitment, internal audit are variables for a patient safety model development. It is recommended to futher researcher to developed module for patient safety training in primary health care.
ABSTRAKPhanerochaete chrysosporium merupakan jamur paling potensial yang berperan dalam proses delignifikasi karena menghasilkan enzim lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Untuk meningkatkan kemampuan daya lignnolitiknya dilakukan perbaikan genetiknya dengan iradiasi sinar gamma. Informasi tentang perubahan genetik akibat iradiasi pada jamur Phanerochaete chrysosporium sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kemampuan isolat tersebut untuk proses bioremediasi. Penelitian ini bertujuan mendeteksi mutan jamur P. chrysosporium hasil iradiasi sinar gamma pada dosis 250-2000 Gy dengan menggunakan marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Tiga oligonukleotida primer RAPD digunakan untuk mengamplifikasi genom DNA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis iradiasi berpengaruh pada pertumbuhan P. chrysosporium. Nilai D 50 pada dosis 1000 Gy. 3 primer, yaitu OPA-1, OPA-4, dan OPD-6 menghasilkan pita-pita polimorfik yang digunakan untuk menganalisis hasil mutasi pada dosis 500; 750; 1000; dan 2000 Gy. Profil DNA-RAPD menunjukkan variasi genetik yang tinggi antara isolat yang diradiasi dan isolat kontrol (0 Gy) dengan formasi 3-5 kluster. Analisis dendrogram menunjukkan nilai koefisien kesamaan (similarity coefficient) antara 0.71-0.91. Hasil ini menunjukkan bahwa RAPD merupakan teknik yang mudah untuk mendeteksi adanya mutasi pada DNA akibat iradiasi. ABSTRACTPhanerochaete chrysosporium is the most potent fungus that plays a role in the delignification process because it produces enzyme lignin peroxidase (LiP) and manganese peroxidase (MnP). To enhance the ability of lignolytic activity carried out genetic improvement with gamma ray irradiation. Information on the genetic alteration due to irradiation of the Phanerochaete chrysosporium fungus is indispensable in order to improve the ability of the isolates for the bioremediation process. This study aimed to detect the mutant of P. chrysosporium fungus from gamma ray irradiation at doses of 250-2000 Gy using Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) marker. The seven primers of RAPD are used to amplify the DNA genome. The results showed that irradiation dose influenced on P. chrysosporium viability. D 50 value at 1000 Gy dose. Among the 7 primary, only 3 primers, namely OPA-1, OPA-4, and OPD-6 which yields polymorphic bands to analyze the mutation results at a dose of 500; 750; 1000; and 2000 Gy. The DNA-RAPD profile showed a high genetic variation between the irradiated isolate and the control isolate (0 Gy) with the 3-5 cluster formation. Dendrogram analysis showed the coefficient of similarity between 0.60-0.73. These results revealed that RAPD techniques can be easily used to detection on DNA mutation by irradiation.
Permasalahan prioritas dalam pengelolaan website pemerintah desa adalah aspek mutu pengelolaanlayanan dan pemanfaatannya sebagai media promosi pariwisata. Secara lebih spesifik kondisi tersebutterkait dengan dua aspek sebagai berikut; (1). Sumber daya manusia, khususnya dalam hal kapasitasdan kualitas aparatur desa serta pengelola website pemerintah desa, dan (2). Kelembagaan, khususnyadalam ketersediaan pedoman kerja dan perangkat evaluasi pengelolaan website pemerintah desa. Tujuandari kegiatan ini adalah (1). Peningkatan keterampilan SDM dalam pengelolaan website desa dan, (2).Peningkatan kuantitas dan kualitas pedoman kerja dan evaluasi pengelolaan website desa. Metodepelaksanaan yang dilakukan menggunakan prinsip bahwa setiap inovasi yang diterima oleh Mitra (1)dan Mitra (2) sebaiknya melalui proses, mendengar, mengetahui, mencoba, mengevaluasi, menerima,meyakini, dan melaksanakan. Pada akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa telah dipahaminya konseppengelolaan Website desa, proses dan mekanisme pengelolaan pengelolaan Website desa serta pentingnyaperan aktif aparatur desa dalam pengelolaan Pengelolaan Website desa oleh para aparatur Desa di DesaBernung dan Desa Sumber Jaya Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan hal tersebut maka dapatdisimpulkan jika telah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman para Aparatur Desa dalam halpengelolaan Website desa sebagai media inovasi desa
Abstrak Rancangan kebijakan publik harus mampu menjadi input pada sisi konsumen, dapat dibaca, dipahami dan diolah menjadi produk kebijakan pemerintah. Pelaksana program/aktivitas pembangunan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan di desa dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang tegas, tidak tumpang tindih, substansial, dan sesuai konteks. Kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh produk riset yang sudah mengarah pada penyediaan rancangan peraturan perundang-undangan, yang dalam penyusunan/ formulasinya sudah melibatkan pihak pelaksana utama dari tingkat pusat/provinsi/kabupaten/kota. Sudah saatnya, hasil riset berkontribusi langsung pada program/aktivitas pembangunan melalui rancangan peraturan, dan tidak lagi hanya berhenti pada naskah akademik atau naskah urgensi sebagai data dukung dalam merancang peraturan perundang-undangan. Abstract Public policy design should be able to be input on the consumer side, readable, understood and processed into a product of government policy.Stakeholders at the central, provincial, district / municipality, up to village levels require strong, non-overlapping, substantial, and context-based laws. These needs can be met by research products that have led to the provision of the draft of laws and regulations, which in their formulation already involve major stakeholders from the central / provincial / district / municipality levels.It is time, the research results contribute directly to development programs / activities through the provision of the draft of laws and regulations, and no longer stop at academic texts which is limited only as data support in drafting legislation.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.