Abstrak Artikel ini membahas pemikiran Abdurrahman Wahid tentang universalisme Islam dan toleransi. Pemikiran tentang universalisme Islam dan toleransi penting dibahas di tengah menguatnya gerakan Islam radikal di Indonesia. Eksistensi dan aksi kelompok A. PendahuluanIndonesia merupakan negara yang memiliki tingkat pluralitas yang tinggi. Perbedaan berbagai aspek-agama, budaya, suku, ras, golongan, dan berbagai bentuk keanekaragaman yang lainnyamenjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan. Perbedaan tersebut merupakan modal besar dalam membangun kehidupan yang penuh dengan kekayaan khazanah kehidupan. Masing-masing bisa saling memperkaya dan memberikan perspektif kehidupan yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas kehidupan bersama.Harapan kehidupan semacam ini bisa terwujud jika pluralitas yang ada dikelola secara baik. Mengelola pluralitas dalam realitas ternyata tidak selalu mudah. Ada berbagai hambatan dan tantangan yang harus dihadapi. Kegagalan dalam mengelola pluralitas bisa menjadi titik mundur karena pertentangan demi pertentangan yang terjadi. Bahkan tidak jarang perbedaan menjadi awal konflik yang berkepanjangan.Mengelola pluralitas bukan pekerjaan mudah. Pemikiran, ide, gagasan, dan strategi yang memungkinkan terwujudnya kehidupan yang harmonis harus terus-menerus diusahakan. Di tengah realitas semakin menguatnya gejala intoleransi dan radikalisasi dalam kehidupan keagamaan, kontribusi dalam bentuk apapun dalam kerangka mengelola keragaman sangat diperlukan. 1 Usaha terus-menerus ini penting dilakukan mengingat dinamika kehidupan yang semakin hari semakin kompleks. Realitas
Menurut August Comte, semakin modern sebuah masyarakat maka agama seharusnya semakin ditinggalkan. Namun realitas justru sebaliknya, dalam kompleksitas kehidupan modern, masyarakat justru semakin haus terhadap nilai-nilai spiritualitas. Fenomena inilah yang oleh Harvey Cox disebut sebagai turning east. Tulisan ini mengkritisi dinamika kebangkitan spiritualitas yang sedemikian pesat. Spiritualitas ternyata tidak harus selalu berkaitan dengan Tuhan. Pada spirirualitas dengan model semacam ini, spiritualitas hanya berfungsi sebagai pelarian psikologis, obsesi, dan kebutuhan ruhaniah sesaat. Maka yang muncul adalah usaha untuk menjadikan spiritualitas bukan sebagai bagian integral dari kehidupan, tetapi sekedar pemuasan rasa ingin tahu, dan sebagai terapi atas beragam persoalan hidup yang kian rumit. Pada kondisi semacam ini, esensi dan hakekat spiritualitas bukan lagi menjadi persoalan yang penting. Bagi para konsumen spiritualitas ini, hal yang penting adalah tujuan mereka tercapai. Mereka tidak memperdulikan akan kemana orientasi spiritualitas yang digelutinya, apa rujukan agamanya, dan seperti apa relasinya dengan Tuhan. Bahkan, Tuhan pun bukan lagi hal yang penting bagi mereka..
<p>Not many Kiai have thoughts about multiculturalism. Kiai M. Sholeh Bahruddin and Kiai Abdullah Syam are considered unique because they have multicultural Islamic thoughts and actualize them in building community harmony. This paper aimed to explore the basis, approach, and channel of Islamic actualization in responding to various challenges. The research method used was the qualitative method with a symbolic interaction approach. The data collection procedures were conducted through in-depth interviews, observation, and documentation. The data were analyzed by following the steps suggested by Saldana, Miles, and Huberman (2013). This study found that the basis for the actualization of multicultural Islamic thoughts of Kiai M. Sholeh Bahruddin and Kiai Abdullah Syam was social, humanistic, cultural, religious, and psychological. The approach used was a synergy between religious, moral, psychological, theological, cultural, social, and educational approaches. Meanwhile, the actualization channels used are through social channels, cultural arts, propaganda, social media, silaturrahim (hospitality in Islam), education levels, and scientific meetings.</p>
ABSTRAKTulisan ini bermaksud memosisikan kembali pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang berpeluang memberi kontribusi besar terhadap pembentukan jati diri Bangsa Indonesia di masa depan. Pembahasan melibatkan analisis filsafat, sejarah, sosiologi, antropologi, teologi dan pendidikan. Data dikumpulkan secara tekstual dan kontekstual. Hasilnya; Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama (abad ke 13) yang fokus membentuk nilai, moral dan watak sosial-budaya Indonesia. Beberapa tatanan diwariskannya dalam bentuk hukum Islam Indonesia, arsitektur dan wayang. Ada tiga karakter dasar yang memungkinkan pesantren dapat mengemban misi tersebut; 1) sistem kelembagaan yang terpadu dengan masyarakat; 2) sistem pembelajaran berlangsung intensif (pondok); dan 3) berbasis ajaran Islam universal yang bisa dimaknai dalam tiga matra, yaitu mitis, ontologis dan fungsional (Van Peursen, 1998). Secara strategis, ketiganya dapat mengembalikan misi pesantren sebagai pembentuk karakter, moral (akhlak), sosial (ummat), budaya (adab) dan religiusitas bangsa Indonesia.Kata kunci: Sosial, Kebudayaan, Pesantren, (Van Peursen, 1998). Strategically, all three can return the mission of the schools (Pesantren): build and develop the character, moral (akhlak), social (ummat), culture (adab) and religiosity of Indonesia. ABSTRACT This paper intends to reposition Islamic boarding school (Pesantren) as an educational institution that is likely to contribute greatly to the formation of Indonesian identity in the
<em><span>Madrasah diniyah</span></em><span> is a very special Islamic education system in Indonesia that can be implemented from primary, secondary, and even higher education levels. This study aimed to explain the integration of the madrasah system in Islamic Religious Universities in the framework of strengthening religious moderation. The research method used was qualitative with a symbolic interactionalism approach. The main informants in this study were eleven people from the elements of the chancellor, vice-rector 1, head of <em>Madrasah diniyah</em> (Mudhir), teachers/</span><em><span>ustadz</span></em><span>, and students at State Islamic Institute (IAIN) Tulungagung selected by purposive sampling technique. The research implementation procedure was technically carried out by the stages of data collection, reduction, presentation, and analysis. This study found that the integration of the <em>Madrasah diniyah</em> system into the learning system at IAIN Tulungagung is quite effective in increasing students' religious knowledge. The implementation of <em>Madrasah diniyah</em> needs the support of all stakeholders in higher education. The obstacles faced need to be minimized in terms of infrastructure improvement and participant readiness. The <em>Madrasah diniyah</em> system which is integrated into the learning system in universities is a breakthrough in the world of higher education. With the effective integration of the <em>Madrasah diniyah</em> system into the learning system at Islamic religious universities, the implementation of <em>Madrasah diniyah</em> requires the support of all stakeholders. Therefore, the <em>Madrasah diniyah</em> system integration model is a model that can be developed in other Islamic religious universities.</span>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.