Jamu atau obat tradisional merupakan bahan ramuan yang diturunkan secara turun temurun. Jamu biasa digunakan untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan yang didasarkan dari pengalaman secara turun temurun. Tidak semua masyarakat di pedesaan, khususnya di Kelurahan Bukit Biru, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki pemahaman yang baik tentang pemanfaatan tanaman agroforestri sebagai bahan baku jamu instan. Sedangkan di sisi lain, masyarakat di tempat tersebut memiliki lahan yang pada umumnya baru ditanami tanaman padi saja. Potensi pemanfaatan sebagian lahan masyarakat untuk ditanami tanaman agroforestri cukup besar. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini yaitu (1) untuk memberikan sosialisasi tentang pemanfaatan tanaman agroforestri sebagai bahan baku jamu instan dan (2) untuk memberikan teknik atau cara pembuatan jamu instan berbahan dasar ekstrak kunyit. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah ceramah, demonstrasi, dan praktek pembuatan jamu berbahan dasar kunyit. Umpan balik peserta merupakan data primer yang dikumpulkan dengan metode wawancara (interview) kepada 40 peserta penyuluhan yang dipilih sebagai responden dengan menggunakan lembar pertanyaan (kuesioner). Data ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Peserta penyuluhan sebagian besar (>80%) memiliki pengetahuan yang sangat baik mengenai jamu. Seluruh peserta penyuluhan (100%) memperoleh manfaat dan berencana membuat jamu instan. Kegiatan pengabdian masyarakat ini memberikan hasil peningkatan pemahaman peserta terhadap pemanfaatan tanaman agroforestry sebgaia bahan baku jamu instan, peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya jamu sebagai upaya penyembuhan dan menjaga kesehatan dengan memanfaatkan bahan baku alami, dan peningkatan keterampilan peserta penyuluhan dalam membuat jamu instan berbahan dasar kunyit.
Ecological aspects of abandoned lands can be determine from many aspects, including the family diversity and the ability to absorb water. This study aims to determine the important value index based on tree family and the ability to absorb water (infiltration rate and permeability) on abandoned land after traditional gardens. The vegetation survey of trees with a diameter at breast height (DBH) >5 cm was carried out on 10 sub-plots each measuring 20 m × 20 m. Infiltration rate and permeability measurements were carried out 3 times with 3 repetitions each. The highest family significance values (FIV) were Euphorbiaceae (104.07), Moraceae (84.75), and Sapindaceae (20.94). The infiltration rates were 12.8 cm/hour in secondary forest (gentle slope), 6.0 cm/hour in secondary forest (a rather steep slope), 1.6 cm/hour in open land (gentle slope), and 1.2 cm/hour in open land (a slightly steep slope). Permeability in secondary forest (gentle slope), secondary forest (a rather steep slope), open land (gentle slope), and open land (a rather steep) were 15.45 cm/hour, 11.15 cm/hour, 9.82 cm/hour, and 8.93 cm/hour, respectively. Information about the diversity and water absorption can be used as a basis for consideration in managing abandoned lands in the future.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.