Background: Uncertainty is being raised by Indonesia's discussion of the death penalty. The 2007 Constitutional Court ruling had a beneficial effect on society. The death penalty is being opposed more and more, particularly in European nations. Aim: The research aims to analyze legal consideration, death penalty in the perspective of criminal law and Buddhism in Indonesia. Method: The research makes use of a content analysis of the literature. Comparative law, legal history, legal theory, and legal principles are all included in the normative research. Findings: Buddhism's first and second stanzas of the Tipitaka, Dhammapada, and Danda Vaga Chapter X, p. 57, discuss the idea of punishment: Everyone dreads being punished and everyone dreads dying. One should not kill or commit murder after comparing oneself to others. Everyone values life and is afraid of punishment. One should not kill or commit murder after comparing oneself to others. The Dalai Lama, a well-known international figure, has also said that while life in prison is the best option from a humanitarian standpoint, the death penalty is the hardest punishment.
ABSTRAKPengabdian kepada masyarakat mengenai perlindungan terhadap anak korban tindak pidana pedofilia menitikberatkan kepada perlindungan hukum bagi korban pedophilia dari sudut hukum perlindungan anak. Khususnya pengabdian masyarakat ini memberikan pemahaman macam-macan kekerasan seksual/pedofilia yang dapat memberikan dampak anak menjadi malu, rendah diri, mengalami luka fisik, kerusakan alat reproduksi bahkan akibat tersebut bisa membekas hingga anak dewasa dan juga memberikan pengetahuan tentang adanya sanksi pidana terhadap pelaku pedopilia. Pengabdian masyarakat di RPTRA Kedoya Utara, Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta Barat pada Senin, 12 November 2018 dalam bentuk penyuluhan dan posbakum dilakukan dengan cara memberikan ceramah, disertai contoh-contoh kasus yang aktual dan sering terjadi dalam masyarakat. Kepada peserta penyuluhan diberi kesempatan untuk melakukan tanya jawab yang berkaitan dengan hukum perlindungan anak atau hal lain yang berhubungan dengan hukum. Dengan demikian tujuan pengabdian masyarakat dapat tercapai yaitu masyarakat memahami serta memiliki pengetahuan tentang perlindungan anak, masalah pedophilia, muatan yang dilarang dan sanksi pidana pelaku pedopilia. Kata kunci: Anak, Korban Tindak Pidana Pedopilia dan Hukum Perlindungan Anak
Anak adalah suatu hal yang memiliki nilai berharga bagi sebuah bangsa sebagai generasi penerus pembangunan negara yang ideal. Pelaksanaan perlindungan terhadap anak di ciptakan atas kesadaran bahwa anak adalah calon pemimpin dan penerus bagi pembangunan yang memiliki sifat berkelanjutan bagi sebuah bangsa. Predator seksual kian merajalela dalam mulai dari golongan lower-middle class hingga upper-middle class. Indonesia memiliki sarana untuk memberikan perlindungan anak melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tapi apakah hal tersebut cukup. Jika berkaca pada Inggris yang memiliki pengaturan mengenai perlindungan anak faktor seksualitas, negara Inggris memiliki pengaturan umum pada Penal Code hingga memiliki pengaturan pada The Sexual Offences Act 2003. Hal ini lah yang memicu di ciptakannya karya tulis skripsi ini guna mencari persamaan dan perbedaan unsur perkosaan di bawah umur menggunakan metode penelitian dari objek penelitian Pustaka, tipe yang di gunakan adalah yuridis normatif, dengan sifat penelitian yaitu deskriptif analitis, data primer dan metode analisis data kulitatif, serta penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif. Adapun hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan adalah terdapat 4 persamaan dan 10 poin perbedaan dimana salah satunya adalah Indonesia tidak memiliki Undang-Undang mengenai Kekerasan Seksual yang akan menjadi wadah bagi perlindungan generasi penerus bangsa.
Perlindungan anak menjadi bagian dari kewajiban orang tua. Melalui “Peraturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016” maka negara pun telah menjamin hak anak terlindungi. Dengan studi terhadap “Putusan No.223/Pid.Sus/2020/PN. Pti” adapun masalah utama yang menjadi kajian artikel jurnal ini apakah perilaku tersangka sudah tepat dengan “Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014” mengenai Perlindungan Anak (Studi Putusan Nomor 223/Pid.Sus/2020/PN.Pti)? dan bagaimana pemidanaan orang tua yang memaksa hubungan seksual dengan anak di bawah umur (Studi Putusan Nomor 223/Pid.Sus/2020/PN.Pti). Penulis memakai tipe penelitian hukum normatif dengan sifat deskriptif analitis yang berasal dari data sekunder melalui studi kepustakaan. Pengolahan data dilakukan dengan kualitatif dan untuk mengambil kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa sesuai dengan fakta yang ada bahwa terdakwa sebagai orang tua atau ayah tiri anak korban maka perbuatan terdakwa kurang tepat berdasarkan “Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016”, sebaiknya menggunakan “Pasal 81 Ayat (3)” maka pidana yang di jatuhkan oleh penegak hukum diperberat 1/3 dari ancaman pidana yang diberikan agar penjatuhan pidana yang maksimal.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.