Jumhur ulama berpendapat bahwa walīmah al-‘urs hukumnya sunnah mu’akkad. Namun demikian, ada juga sebagian ulama memandang wajib, pendapat ini dipegang oleh Ibn Ḥazm al-Andalusī. Penelitian ini secara khusus menelaah pemikiran hukum Ibn Ḥazm al-Andalusī yang mengatakan hukum wajib melaksanakan walīmah al-‘urs. Dalam konteks ini, Ibn Ḥazm al-Andalusī cenderung memahami dalil-dalil hadis sebagai dasar hukum perintah wajib melaksanakan walīmah al-‘urs. Fokus penelitian ini adalah: Bagaimana pandangan Ibn Ḥazm tentang hukum melaksanakan walīmah al-‘urs?, dan Bagaimana dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan Ibn Ḥazm dalam menetapkan hukum walīmah al-‘urs?. Dalam penelitian ini penulis mengunakan penelitian kepustakaan (library research). Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan cara analisis normatif. Setelah melakukan analisa mendalam terhadap fokus penelitian, penulis dapat menyimpulkan menurut Ibn Ḥazm, pelaksanaan walīmah al-‘urs hukumnya wajib dan disesuaikan dengan kemampuan. Dalil yang digunakan Ibn Ḥazm mengacu pada tiga riwayat hadis. Pertama hadis qawliyyah riwayat Muslim dari Yaḥyā bin Yaḥyā al-Tamīmī terkait perintah Rasulullah SAW untuk melaksanakan walīmah al-‘urs walaupun hanya sekadar satu ekor kambing. Kemudian, kedua hadis fi’liyyah riwayat Muslim dari Abī Bakr bin Abī Syaibah dan riwayat al-Bukhārī dari Muḥammad bin Yūsuf terkait Rasulullah SAW melaksanakan walīmah al-‘urs. Terhadap pendapat dan dalil hukum yang digunakan Ibn Ḥazm, pola penalaran yang ia gunakan ialah cenderung pada metode istinbāṭ bayānī, yaitu melihat sisi kaidah kebahasaan pada lafaz “أَوْلِمْ” dalam matan hadis riwayat Muslim “أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ”. Lafaz tersebut menurut Ibn Ḥazm merupakan lafaz amar perintah yang mengandung indikasi hukum wajib. Selain itu, pola penalaran istinbāṭ bayānī juga terlihat pada saat Ibn Ḥazm memandang hadits fi’liyyah Rasul SAW harus didukung dengan petunjuk dalil qawliyyah, sebab perbuatan Rasulullah SAW melaksanakan walīmah al-‘urs tidak dapat dijadikan hujjah wajibnya walīmah al-‘urs, kecuali adanya petunjuk dalil hadis lain yang memerintahkannya. Pola penalaran semacam ini mengarah pada metode istinbāṭ bayānī.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Praktek pelaksanaannya tidak terlepas dari tuntunan syara’. Tujuan zakat adalah menghilangkan kemiskinan yang terjadi dan menjamin hidup seluruh masyarakat khususnya muslim. Zakat bertindak sebagai alat yang diberikan Islam untuk menyadarkan akan tanggung jawab sosial bagi orang yang memiliki harta berlebih terhadap orang dibawahnya. Mazhab Syafi'i dalam literaturnya tidak ada yang membahas secara eksplisit tentang pendistribusian zakat secara produktif. Namun demikian ada dua orang tokoh mazhab Syafi'i yaitu Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi dan Imam an-Nawawi dalam pembahasan kitabnya mengindikasikan kebolehan zakat didayagunakan (produktif) dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Distribusi zakat di Indonesia ada dua jenis yaitu distribusi secara konsumtif dan distribusi secara produktif. Selama ini dalam prakteknya pendistribusian zakat masih lebih didominasi oleh pendistribusian zakat secara konsumtif. Dengan adanya batasan persyaratan sebelum pendistribusian zakat produktif oleh kedua ulama ini, zakat yang diberikan dapat didayagunakan hingga zakat itu menjadi tumbuh dan berkembang terus-menerus, dan hal ini akan menjamin kelangsungan hidup perekonomian kedepannya. Pendapat yang dikemukakan oleh kedua murid Imam Syafi’i ini sangat relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada masa kini, karena dengan produktifitas zakat ini diharapkan dapat mengubah tatanan perekonomian masyarakat secara luas dan menghilangkan kemiskinan dan menjamin kehidupan masyarakat menjadi lebih makmur, sesuai dengan fitrah yang Allah berikan kepada setiap manusia. Dengan demikian tujuan disyariatkannya zakat akan tercapai yaitu: zakat akan terus tumbuh dan berkembang
The people of Banda Aceh City were shocked by the emergence of online-based gambling, namely the higgs domino game. Statistically, there are 3 cases of higgs dominoes that occurred in the people of Banda Aceh City in 2021 and 2022, there are as many as 3 cases that have been heard and have even been executed by whips. However, not a few of the players of this game are free from legal snares or not tracked massively. This fact raises academic anxiety, especially how the game indicators fall into the gambling category or not, especially in the perspective of Islamic Law. This research is a qualitative type through literature studies and field studies with a descriptive analysis approach. Data collection was carried out by observation, interviews, documentation and literature studies by compiling literature sources, both primary and secondary. The results of this study state that; Judging from the Islamic Criminal Law, the higgs domino online game has fulfilled the three elements of gambling (maisir), namely the element of the game being played, the element of profit and the element of betting at stake is chips (virtual coins)
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.